Kritik Presidential Threshold 20%, Fahri Hamzah: Yang Punya Bohir Jadi Capres
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mantan Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah melihat bahwa aturan Pemilu di Indonesia yakni 20% Presidential Threshold atau ambang batas pencalonan presiden hanya mempersempit peluang munculnya calon presiden (capres) alternatif dari yang sudah dikenal selama ini. Bahkan, semakin melanggengkan oligarki politik sekelompok elite.
"Dalam konteks itu, saya melihat sistem Pemilu saat ini lebih memperkuat peran oligarki politik sekelompok elite. Namun, mengabaikan keterwakilan rakyat Indonesia dari berbagai daerah," ujar Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia ini kepada wartawan, Jumat (7/1/2022). Baca juga: MK Mulai Gelar Sidang Gugatan Presidential Threshold
Menurut Fahri, berbicara mengenai capres yang ditawarkan partai politik di Parlemen, bukanlah sosok yang memiliki ide untuk membangun bangsa, karena mereka hanya calon yang memiliki uang dan pemodal.
"Nanti kita bicara tentang calon presiden yang bukan ide lagi yang dijual, (tapi) menawarkan bahwa saya punya uang dan saya punya bohir (pemodal). Kira-kira begitu yang sekarang terjadi," bebernya.
Bahkan akibat aturan tersebut, Fahri menjelaskan, kalau parpol saat ini sudah tidak lagi menjadi organisasi intelektual bagi masyarakat, melainkan telah menjadi power trader dan power dealer, maka parpol sudah mulai kehilangan ide dan gagasannya.
"Jadi, hari-hari itu mereka kerjaannya mengexchange kekuasaan, ide-idenya sudah mulai hilang," sesal mantan Politikus PKS ini.
Dengan demikian, tambah Fahri, parpol yang memiliki ide brilian hanya sebatas pemanis, namun ketika telah berkuasa ide-ide tersebut hanyalah isapan jempol semata.
"Ide-idenya hanya 'gincu' dan pelangkap saja tapi pada dasarnya yang ideal itu hilang," tutup politisi asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini.
"Dalam konteks itu, saya melihat sistem Pemilu saat ini lebih memperkuat peran oligarki politik sekelompok elite. Namun, mengabaikan keterwakilan rakyat Indonesia dari berbagai daerah," ujar Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia ini kepada wartawan, Jumat (7/1/2022). Baca juga: MK Mulai Gelar Sidang Gugatan Presidential Threshold
Menurut Fahri, berbicara mengenai capres yang ditawarkan partai politik di Parlemen, bukanlah sosok yang memiliki ide untuk membangun bangsa, karena mereka hanya calon yang memiliki uang dan pemodal.
"Nanti kita bicara tentang calon presiden yang bukan ide lagi yang dijual, (tapi) menawarkan bahwa saya punya uang dan saya punya bohir (pemodal). Kira-kira begitu yang sekarang terjadi," bebernya.
Bahkan akibat aturan tersebut, Fahri menjelaskan, kalau parpol saat ini sudah tidak lagi menjadi organisasi intelektual bagi masyarakat, melainkan telah menjadi power trader dan power dealer, maka parpol sudah mulai kehilangan ide dan gagasannya.
"Jadi, hari-hari itu mereka kerjaannya mengexchange kekuasaan, ide-idenya sudah mulai hilang," sesal mantan Politikus PKS ini.
Dengan demikian, tambah Fahri, parpol yang memiliki ide brilian hanya sebatas pemanis, namun ketika telah berkuasa ide-ide tersebut hanyalah isapan jempol semata.
"Ide-idenya hanya 'gincu' dan pelangkap saja tapi pada dasarnya yang ideal itu hilang," tutup politisi asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini.
(kri)