Menyoal Rendahnya Serapan APBD

Selasa, 04 Januari 2022 - 10:43 WIB
loading...
Menyoal Rendahnya Serapan...
Ilustrasi/Dok SINDOnews
A A A
Dr. Hermiyetti. SE., M.Si., CSRA
Dosen Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Bakrie, Jakarta

Ada dua berita yang kontradiktif muncul saat di ujung tahun 2021. Berita pertama adalah kabar gembira saat Menkeu Sri Mulyani mengatakan bahwa target pajak di tahun 2021 tercapai 100 %. Hingga tanggal 26 Desember 2021, total penerimaan pajak tahun 2021 mencapai Rp1.231,87 triliun atau 100,19 persen dari target dalam APBN 2021 sebesar Rp1.229,6 triliun. Namun di sisi lain Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, ada Rp203 triliun dana Pemda dari APBD 2021 menganggur.

Mengapa ini kita katakan “kontradiktif”? Dalam bahasa sederhananya bahwa di satu pihak Menkeu dan jajaran Direktorat Jendral Pajak (DJP) bekerja keras untuk memenuhi taget yang telah ditetapkan, tapi di sisi lain hanya untuk menggunakan anggaran untuk disalurkan kepada kepentingan masyarakat sebagaimana mestinya Pemda tidak mampu.

Padahal semua Pemda mengetahui dan menyadari bahwasanya, belanja pemda adalah instrumen pemicu pertumbuhan ekonomi serta daya saing daerahnya. Sehingga tindakan yang harus dilakukan oleh Pemda adalah menjalankan pembelanjaan anggaran sesuai dengan program, jadwal dan target yang telah mereka tetapkan dalam rancangan APBD secepat mungkin, agar manfaat ekonomi dapat dirasakan oleh masyarakat. Sebab, dana APBD yang mengendap akan berdampak pada target-target pertumbuhan ekonomi yang pasti tidak akan tercapai.

Kesalahan Berulang
Di tengah upaya pemerintah mengatasi pelemahan ekonomi akibat pandemi Covid-19, yang dalam dua tahun terakhir ini mengalami kontraksi, maka kecepatan dan ketepatan eksekusi dari pemerintah daerah melalui belanja produktifnya tentu sangatlah dibutuhkan dalam menopang upaya pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bangsa.

Tetapi yang terjadi justru persoalan rendahnya penyerapan dana APBD oleh Pemda selalu terjadi. Dalam catatan penulis dalam kurun 3 tahun terakhir ini, selalu terjadi dana APBD yang tidak mampu diserap oleh Pemda. Pada tahun 2019 sebesar Rp234 triliun, Tahun 2020 sebesar Rp274 triliun, dan Tahun 2021 sebesar Rp203 triliun.

Bahkan besaran APBD yang telah digunakan itupun lebih banyak dibelanjakan untuk gaji pegawai. Adapun pengendapan dana yang dimiliki oleh pemda selalu terjadi jika menjelang akhir tahun anggaran. Sebenarnya kemungkinan penyebab tidak terserapnya anggaran itu terjadi hanya berkisar pada persoalan Politik, Teknis, dan Hukum, dan itu terjadi berulang, maka idealnya permasalahan ini dapat dipetakan dan diantisipasi sejak awal.

Anatomi Struktur APBD
Kalau kita melihat struktur APBD, kontribusi terbesar adalah berasal dari 3 sumber, yaitu:
1. Pendapatan transfer dari pemerintah pusat, yang mencapai sekitar 60% dikelompokkan berupa
- Dana Perimbangan; berupa:
a. Dana Transfer Umum terdiri dari Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil
b. Dana Transfer Khusus terdiri dari Dana Alokasi Khusus (DAK fisik) dan DAK non fisik),
- Dana Insentif Daerah, dan
- Dana Otonomi Khusus.

2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) rata-rata hanya sekitar 30%, serta

3. Pendapatan lain-lain yang sah sekitar 10%.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2123 seconds (0.1#10.140)