Elektabilitas Ganjar Meningkat, PDIP: Saat Ini Bukan Situasi Normal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hasil survei yang dilakukan lembaga survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan tren kenaikan elektabilitas Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK).
Sementara nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan beberapa nama lain termasuk Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto justru anjlok.
Bagaimana Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) melihat tren tersebut?
Ketua DPP PDIP Eriko Sotarduga mengatakan, pertama survei ini dilakukan dalam kondisi tidak normal di tengah pandemi Covid-19 dan melalui sambungan telepon.
"Kami melihat survei ini dilakukan pada saat Covid-19 sedang menuju puncaknya. Artinya ini bukan situasi normal, tapi situasi yang luar biasa yang membuat orang berada di rumah dan hanya melihat dari media sosial, televisi, dan media online. Jadi memang pendapat dari survei menurut saya sangat terbatas," ujar Eriko kepada SINDOnews, Selasa 9 Juni 2020.
Menurut dia, dalam situasi seperti ini, yang mempunyai kesempatan untuk dilihat survei adalah para kepala daerah yang memang menonjol dalam hal penanganan Covid-19.
"Kalau kita lihat yang memang di Jateng punya spesifikasi sendiri dengan istilah Jogo Tonggo, bukan PSBB, tapi efektif. Kalau dilihat bukan hanya Mas Ganjar, tapi juga Mas Hendi (Hendrar Prihadi) sebagai Wali Kota Semarang juga sukses. Inilah yang dilihat, Mas Ganjar sebagai perlambang kepala daerah di Jateng, salah satu yang padat penduduknya di Jawa dan dianggap berhasil dalam hal penanganan pandemi Covid-19 ini. Artinya tidak sampai berkembang jauh lebih besar," tuturnya.( )
Menurut Eriko, pola komunikasi yang dimiliki Ganjar memang lebih menonjol dibandingkan kepala daerah lainnya yang disurvei dalam hal penanganan Covid-19.
"Memang yang paling menarik ya Mas Ganjar. Bagaimana beliau mendatangi asrama-asrama mahasiswa dari daerah-daerah dengan membawa bantuan, dimana adik-adik kita itu mengalami kesulitan. Pada saat-saat itu ada perhatian luar biasa dari seseorang yang mereka anggap sebagai panutan, itu membuat mereka bangsa dan media juga melihat ini," urainya.
Menurut Eriko, apa yang dilakukan Ganjar tersebut memang unik dan menarik. Termasuk dengan kebiasaannya mengenakan kaos dan bahasa-bahasa anak muda.
"Itu menarik dari masyarakat yang disurvei. Tapi apakah itu menjadi seterusnya? ini saya tidak berani mengambil satu kesimpulan. Tapi saya harus jujur sebagai sesama kader PDI Perjuangan, saya bangga dan mengapresiasi karena kader kami bekerja," tuturnya.
Namun, pihaknya juga mempertanyakan apakah kader PDIP lainnya yang juga sebagai pejabat publik seperti Mensos Juliari Peter Batubara, termasuk Ketua DPR Puan Maharani juga masuk dalam survei.
"Saya tidak tahu karena kalau dari berdasarkan media, ini juga semua yang sangat populer. Tapi saya anggap ini kepala-kepala daerah itu yang menjadi sasaran survei. Kalau dari antara kepala daerah, gubernur yang menonjol ya Mas Ganjar. Harus jujur mengakui itu," paparnya.
Menurut Eriko, PDIP memiliki banyak kader potensial. Misalnya di tingkatan wali kota atau bupati, ada nama Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, termasuk Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
"Ini perkiraan saya memang dibatasi calon-calon yang potensial di 2024 oleh lembaga survei. Boleh saja lembaga survei juga subjektif karena coba terbuka siapa yang membiayai? Pasti kan tidak datang dengan sendirinya. Pasti ada yang membiayai survei. Bukan kita berasumsi buruk," katanya.
Menurut Eriko, lembaga survei memang seharusnya transparan dalam hal pembiayaan survei. "Ini juga penting supaya semua terbuka. Bisa saja lembaga survei itu sendiri yang membiayai. Tapi dalam situasi pandemi Covid-19 ada tiba-tiba survei untuk 2024, ya rasanya memang agak naif. Dalam situasi yang sulit ini kita melihat terlalu jauh ke 2024," tuturnya.
Apakah dengan adanya tren kenaikan elektabilitas Ganjar Pranowo akan dikapitalisasi menjadi peluang di 2024? Eriko menegaskan bahwa Pemilu 2024 masih empat tahun lagi.
"Momentum itu masih lama. Dalam momentum itu bisa tetap, bisa berubah, sangat dinamis selama empat tahun ini," katanya.
Eriko mengatakan, ada adagium bahwa posisi saat menjabat akan berbeda dengan ketika tidak menjabat. Dia mencontohkan Anies Baswedan yang masa tugasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta akan berakhir pada 2022.
"Apakah sama (peluang Anies-red) sampai 2024? Begitu pula Pak RK (Ridwan Kamil), Bu Khofifah, begitu pula Mas Ganjar. Itu kalau ditanyakan ke lembaga survei juga tidak bisa menjamin itu," tuturnya.
Dia menilai saat ini belum waktu yang pas dan terlalu jauh untuk memikirkan peluang pada Pemilu 2024. Apalagi, situasi sekarang negara juga sedang berjuang melawan pandemi Covid-19.
"Kita pun masih mengatasi bagaimana bisa melewati pandemi Covid-19 ini. Dan jujur secara formal di rapat DPP, kami belum pernah membahas hal ini baik secara formal maupun nonformal, masih terlalu jauh," urainya.
Disinggung mengenai strategi PDIP menghadapi Pemilu 2024, Eriko lagi-lagi mengatakan bahwa saat ini strategi yang sedang dirumuskan PDIP adalah bagaimana menghadapi Pilkada Serentak di 270 kabupaten/kota dan provinsi pada 9 Desember 2020 mendatang.
"Apa pun juga, kemenangan Pilkada 2020 adalah batu penjuru untuk kemenangan di 2024, apa pun itu. Kami sama sekali belum membahas strategi atau berfikir untuk 2024. Tapi tentunya kalau pribadi-pribadi mempunyai pemikiran dan itu di PDI Perjuangan sangat sah sebelum diputuskan Ketua Umum, ada yang berpikiran si A, si B, si C, wajar-wajar saja. Tapi secara resmi partai membahas ini, baik formal maupun nonformal, belum ada," tuturnya.
Dengan adanya tren kenaikan elektabilitas Ganjar Pranowo, apakah mungkin ke depan ganjar akan menggeser peluang "puteri mahkota" Puan Maharani dalam Pemilu 2024? Eriko menegaskan bahwa partainya belum membahas sampai sejauh itu.
"Tapi tentunya seperti Mbak Puan atau siapa pun yang dianggap mempunyai peluang, sah-sah saja orang mempunyai preferensi dalam hal itu. Sebagai pribadi, misalnya, saya lebih prefer kepada Mbak Puan atau siapa, itu sah-sah saja. Tapi sekali lagi ini masih panjang," katanya.
Dia mencontohkan ketika PDIP mengusung Joko Widodo (Jokowi) sebagai capres di Pemilu 2014, menurut Eriko keputusannya juga tidak terlalu jauh. Termasuk ketika mengusung Jokowi maju di Pilgub DKI Jakarta.
"Saat Pak Jokowi maju sebagai capres bukan waktu yang terlalu jauh, kira-kira hanya 1,5 tahun sebelum pilpres. Begitu pula Pak Jokowi sebagai cagub DKI, hanya beberapa bulan sebelum pendaftaran, baru kita merumuskan hal itu. Bahkan sudah sangat mepet," tuturnya.
Menurut Eriko, dalam dunia politik, akumulasi momentum itu masih memerlukan waktu. "Kalau sekarang ada Mbak Puan, Mas Prananda, ada Mas Ganjar, ada Mas Hendi, ada Mas Anas, ada Bu Risma, ada Pak Ari Batubara, itu kan kader-kader yang potensial dari PDIP sangat banyak. Belum lagi di ketua-ketua DPRD, tapi semua ini kan belum terakumulasi," tuturnya.
Indikator melakukan survei melalui wawancara via sambungan telepon dengan asumsi metode simple random sampling. Jumlah sampel 1.200 responden memiliki toleransi kesalahan (margin of error) sekitar 2,9% pada tingkat kepercayaan 95%. Survei digelar pada 16-18 Mei 2020 terhadap 1.200 responden yang dipilih secara acak dari kumpulan sampel acak survei tatap muka langsung yang yang dilakukan Indikator pada rentang Maret 2018 hingga Maret 2020.
Dalam pertanyaan "Jika pemilihan presiden diadakan sekarang, siapa yang akan Ibu/Bapak pilih sebagai presiden di antara nama-nama berikut ini?" Hasilnya, nama Menhan Prabowo Subianto ada di posisi teratas dengan 14,1% suara. Namun, angka ini turun dari periode survei sebelumnya pada Februari.
Sementara Ganjar dan RK mengalami kenaikan elektabilitas. Ganjar yang berada di urutan kedua meraih 11,8%, naik signifikan dari survei Februari lalu sebesar 9,1%. Sementara Anies Baswedan di urutan tiga, memperoleh 10,4%, turun dari Februari 12,1%. Elektabilitas RK yang berada di urutan 4, juga melonjak menjadi 7,7% dari sebelumnya 3,8%.
Selanjutnya Sandiaga Salahuddin Uno 6,0% (Februari 9,5%), Agus Harimurti Yudhoyono 4,8% (Februari 6,5%), Khofifah Indar Parawansa 4,3% (Februari 5,7%), M Mahfud Md 3,3% (Februari 3,8%), Gatot Nurmantyo 1,7% (Februari 2,2%), Erick Thohir 1,6% (Februari 1,9%), Puan Maharani 0,8% (Februari 1,4%), Tito Karnavian 0,6% (Februari (0,8%), Budi Gunawan 0,4% (Februari 0,4%), dan Muhaimin Iskandar 0,0% (Februari 0,3%). Sementara yang menjawab tidak tahu/tidak jawab 32,3% (Februari 20,3%).
Sementara nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan beberapa nama lain termasuk Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto justru anjlok.
Bagaimana Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) melihat tren tersebut?
Ketua DPP PDIP Eriko Sotarduga mengatakan, pertama survei ini dilakukan dalam kondisi tidak normal di tengah pandemi Covid-19 dan melalui sambungan telepon.
"Kami melihat survei ini dilakukan pada saat Covid-19 sedang menuju puncaknya. Artinya ini bukan situasi normal, tapi situasi yang luar biasa yang membuat orang berada di rumah dan hanya melihat dari media sosial, televisi, dan media online. Jadi memang pendapat dari survei menurut saya sangat terbatas," ujar Eriko kepada SINDOnews, Selasa 9 Juni 2020.
Menurut dia, dalam situasi seperti ini, yang mempunyai kesempatan untuk dilihat survei adalah para kepala daerah yang memang menonjol dalam hal penanganan Covid-19.
"Kalau kita lihat yang memang di Jateng punya spesifikasi sendiri dengan istilah Jogo Tonggo, bukan PSBB, tapi efektif. Kalau dilihat bukan hanya Mas Ganjar, tapi juga Mas Hendi (Hendrar Prihadi) sebagai Wali Kota Semarang juga sukses. Inilah yang dilihat, Mas Ganjar sebagai perlambang kepala daerah di Jateng, salah satu yang padat penduduknya di Jawa dan dianggap berhasil dalam hal penanganan pandemi Covid-19 ini. Artinya tidak sampai berkembang jauh lebih besar," tuturnya.( )
Menurut Eriko, pola komunikasi yang dimiliki Ganjar memang lebih menonjol dibandingkan kepala daerah lainnya yang disurvei dalam hal penanganan Covid-19.
"Memang yang paling menarik ya Mas Ganjar. Bagaimana beliau mendatangi asrama-asrama mahasiswa dari daerah-daerah dengan membawa bantuan, dimana adik-adik kita itu mengalami kesulitan. Pada saat-saat itu ada perhatian luar biasa dari seseorang yang mereka anggap sebagai panutan, itu membuat mereka bangsa dan media juga melihat ini," urainya.
Menurut Eriko, apa yang dilakukan Ganjar tersebut memang unik dan menarik. Termasuk dengan kebiasaannya mengenakan kaos dan bahasa-bahasa anak muda.
"Itu menarik dari masyarakat yang disurvei. Tapi apakah itu menjadi seterusnya? ini saya tidak berani mengambil satu kesimpulan. Tapi saya harus jujur sebagai sesama kader PDI Perjuangan, saya bangga dan mengapresiasi karena kader kami bekerja," tuturnya.
Namun, pihaknya juga mempertanyakan apakah kader PDIP lainnya yang juga sebagai pejabat publik seperti Mensos Juliari Peter Batubara, termasuk Ketua DPR Puan Maharani juga masuk dalam survei.
"Saya tidak tahu karena kalau dari berdasarkan media, ini juga semua yang sangat populer. Tapi saya anggap ini kepala-kepala daerah itu yang menjadi sasaran survei. Kalau dari antara kepala daerah, gubernur yang menonjol ya Mas Ganjar. Harus jujur mengakui itu," paparnya.
Menurut Eriko, PDIP memiliki banyak kader potensial. Misalnya di tingkatan wali kota atau bupati, ada nama Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, termasuk Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
"Ini perkiraan saya memang dibatasi calon-calon yang potensial di 2024 oleh lembaga survei. Boleh saja lembaga survei juga subjektif karena coba terbuka siapa yang membiayai? Pasti kan tidak datang dengan sendirinya. Pasti ada yang membiayai survei. Bukan kita berasumsi buruk," katanya.
Menurut Eriko, lembaga survei memang seharusnya transparan dalam hal pembiayaan survei. "Ini juga penting supaya semua terbuka. Bisa saja lembaga survei itu sendiri yang membiayai. Tapi dalam situasi pandemi Covid-19 ada tiba-tiba survei untuk 2024, ya rasanya memang agak naif. Dalam situasi yang sulit ini kita melihat terlalu jauh ke 2024," tuturnya.
Apakah dengan adanya tren kenaikan elektabilitas Ganjar Pranowo akan dikapitalisasi menjadi peluang di 2024? Eriko menegaskan bahwa Pemilu 2024 masih empat tahun lagi.
"Momentum itu masih lama. Dalam momentum itu bisa tetap, bisa berubah, sangat dinamis selama empat tahun ini," katanya.
Eriko mengatakan, ada adagium bahwa posisi saat menjabat akan berbeda dengan ketika tidak menjabat. Dia mencontohkan Anies Baswedan yang masa tugasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta akan berakhir pada 2022.
"Apakah sama (peluang Anies-red) sampai 2024? Begitu pula Pak RK (Ridwan Kamil), Bu Khofifah, begitu pula Mas Ganjar. Itu kalau ditanyakan ke lembaga survei juga tidak bisa menjamin itu," tuturnya.
Dia menilai saat ini belum waktu yang pas dan terlalu jauh untuk memikirkan peluang pada Pemilu 2024. Apalagi, situasi sekarang negara juga sedang berjuang melawan pandemi Covid-19.
"Kita pun masih mengatasi bagaimana bisa melewati pandemi Covid-19 ini. Dan jujur secara formal di rapat DPP, kami belum pernah membahas hal ini baik secara formal maupun nonformal, masih terlalu jauh," urainya.
Disinggung mengenai strategi PDIP menghadapi Pemilu 2024, Eriko lagi-lagi mengatakan bahwa saat ini strategi yang sedang dirumuskan PDIP adalah bagaimana menghadapi Pilkada Serentak di 270 kabupaten/kota dan provinsi pada 9 Desember 2020 mendatang.
"Apa pun juga, kemenangan Pilkada 2020 adalah batu penjuru untuk kemenangan di 2024, apa pun itu. Kami sama sekali belum membahas strategi atau berfikir untuk 2024. Tapi tentunya kalau pribadi-pribadi mempunyai pemikiran dan itu di PDI Perjuangan sangat sah sebelum diputuskan Ketua Umum, ada yang berpikiran si A, si B, si C, wajar-wajar saja. Tapi secara resmi partai membahas ini, baik formal maupun nonformal, belum ada," tuturnya.
Dengan adanya tren kenaikan elektabilitas Ganjar Pranowo, apakah mungkin ke depan ganjar akan menggeser peluang "puteri mahkota" Puan Maharani dalam Pemilu 2024? Eriko menegaskan bahwa partainya belum membahas sampai sejauh itu.
"Tapi tentunya seperti Mbak Puan atau siapa pun yang dianggap mempunyai peluang, sah-sah saja orang mempunyai preferensi dalam hal itu. Sebagai pribadi, misalnya, saya lebih prefer kepada Mbak Puan atau siapa, itu sah-sah saja. Tapi sekali lagi ini masih panjang," katanya.
Dia mencontohkan ketika PDIP mengusung Joko Widodo (Jokowi) sebagai capres di Pemilu 2014, menurut Eriko keputusannya juga tidak terlalu jauh. Termasuk ketika mengusung Jokowi maju di Pilgub DKI Jakarta.
"Saat Pak Jokowi maju sebagai capres bukan waktu yang terlalu jauh, kira-kira hanya 1,5 tahun sebelum pilpres. Begitu pula Pak Jokowi sebagai cagub DKI, hanya beberapa bulan sebelum pendaftaran, baru kita merumuskan hal itu. Bahkan sudah sangat mepet," tuturnya.
Menurut Eriko, dalam dunia politik, akumulasi momentum itu masih memerlukan waktu. "Kalau sekarang ada Mbak Puan, Mas Prananda, ada Mas Ganjar, ada Mas Hendi, ada Mas Anas, ada Bu Risma, ada Pak Ari Batubara, itu kan kader-kader yang potensial dari PDIP sangat banyak. Belum lagi di ketua-ketua DPRD, tapi semua ini kan belum terakumulasi," tuturnya.
Indikator melakukan survei melalui wawancara via sambungan telepon dengan asumsi metode simple random sampling. Jumlah sampel 1.200 responden memiliki toleransi kesalahan (margin of error) sekitar 2,9% pada tingkat kepercayaan 95%. Survei digelar pada 16-18 Mei 2020 terhadap 1.200 responden yang dipilih secara acak dari kumpulan sampel acak survei tatap muka langsung yang yang dilakukan Indikator pada rentang Maret 2018 hingga Maret 2020.
Dalam pertanyaan "Jika pemilihan presiden diadakan sekarang, siapa yang akan Ibu/Bapak pilih sebagai presiden di antara nama-nama berikut ini?" Hasilnya, nama Menhan Prabowo Subianto ada di posisi teratas dengan 14,1% suara. Namun, angka ini turun dari periode survei sebelumnya pada Februari.
Sementara Ganjar dan RK mengalami kenaikan elektabilitas. Ganjar yang berada di urutan kedua meraih 11,8%, naik signifikan dari survei Februari lalu sebesar 9,1%. Sementara Anies Baswedan di urutan tiga, memperoleh 10,4%, turun dari Februari 12,1%. Elektabilitas RK yang berada di urutan 4, juga melonjak menjadi 7,7% dari sebelumnya 3,8%.
Selanjutnya Sandiaga Salahuddin Uno 6,0% (Februari 9,5%), Agus Harimurti Yudhoyono 4,8% (Februari 6,5%), Khofifah Indar Parawansa 4,3% (Februari 5,7%), M Mahfud Md 3,3% (Februari 3,8%), Gatot Nurmantyo 1,7% (Februari 2,2%), Erick Thohir 1,6% (Februari 1,9%), Puan Maharani 0,8% (Februari 1,4%), Tito Karnavian 0,6% (Februari (0,8%), Budi Gunawan 0,4% (Februari 0,4%), dan Muhaimin Iskandar 0,0% (Februari 0,3%). Sementara yang menjawab tidak tahu/tidak jawab 32,3% (Februari 20,3%).
(dam)