Pegiat Pemilu Ungkap 4 Masalah dalam Wawancara Seleksi KPU-Bawaslu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Koalisi pegiat pemilu mengungkapkan permasalahan dalam tahapan wawancara yang dilakukan tim seleksi KPU dan Bawaslu . Tahapan dan proses wawancara selesai pada 30 Desember 2021.
Sedangkan koalisi pegiat pemilu ini terdiri dari Perludem, Netgrit, PUSaKO, dan Kode Inisiatif. Peneliti Kode Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana mengatakan, terdapat beberapa hal yang patut diapresiasi atas kinerja tim seleksi dalam proses wawancara itu.
Misalnya, keterbukaan proses wawancara karena disiarkan secara langsung melalui YouTube tim seleksi, sehingga dapat disaksikan masyarakat luas. Kemudian, beberapa pertanyaan yang disampaikan tim seleksi kepada calon merupakan bagian tidak terpisah dari laporan atau aduan masyarakat terhadap rekam jejak para calon.
Tetapi, pihaknya melihat ada sejumlah catatan terhadap proses tersebut. "Koalisi memberikan catatan penting terhadap timsel untuk dapat menjadi masukan dalam menghasilkan penyelenggara pemilu yang independen dan berintegritas," kata Ihsan kepada wartawan, Minggu (2/1/2022).
Ihsan menjelaskan, terdapat berbagai kebijakan dan tindakan anggota timsel selama wawancara berlangsung yang dapat menjauhkan dari upaya menghasilkan kemandirian lembaga penyelenggara pemilu sebagaimana ditentukan Pasal 22E ayat (5) UUD 1945. "Setidak-tidaknya terdapat 4 permasalahan serius yang dianggap menyimpang selama proses wawancara berlangsung," ujarnya.
Pertama, kata Ihsan, timsel tidak berimbang dengan berlebihan memuji calon tertentu. Misalnya, Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri Bahtiar menunjukkan kecenderungan pilihan kepada calon tertentu dengan memuji hal yang tidak berkaitan dengan pendalaman kapasitas dan integritas calon tersebut. Jika memang pujian tersebut bagian dari strategi mendalami calon seharusnya juga dilakukan secara merata kepada calon-calon yang lain.
"Apalagi terdapat berbagai kerja sama yang pernah dilakukan Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umun dengan calon bersangkutan sebagaimana diakui Dirjen. Hal itu dapat menciptakan konflik kepentingan relasi kemandirian lembaga dan Kementerian Dalam Negeri di masa depan," kata Ihsan.
Kedua, Ihsan melanjutkan, timsel tidak mendalami isu krusial kepemiluan. Dalam melakukan pendalaman terhadap peserta, timsel tidak dapat menggali lebih dalam melalui pertanyaan lebih teknis kepemiluan.
Misalnya, terkait pemutakhiran daftar pemilih, penggunaan teknologi informasi dalam pemilu, ataupun mengenai refleksi Pemilu 2019 dan Pilkada 2020. "Pendalaman tersebut tidak terjadi bahkan direspons tidak sesuai ketentuan UUD 1945, UU Pemilu dan peraturan-peraturan penyelenggara pemilu. Padahal pendalaman terhadap isu kepemiluan penting untuk memastikan kapasitas calon terkait isu pemilu, kepemiluan, dan demokrasi," ungkapnya.
Ketiga, sambung dia, timsel terkesan menyudutkan calon tertentu. Beberapa pertanyaan timsel kepada calon tertentu terkesan menyudutkan, misalnya muncul pernyataan "Kalau begini lebih baik menjadi eselon 4 saja, ngapain menjadi anggota Bawaslu" atau "Anda cabut pernyataan anda soal spanduk tersebut,".
Pihaknya menilai, sikap dan pernyataan semacam itu tidak wajar karena terkesan anggota timsel menunjukkan dominasinya dalam timsel, padahal seharusnya kolektif-kolegial. "Apalagi terdapat pernyataan dapat tidak mengucurkan dana pemilu. Padahal pengucuran dana itu adalah amanah dari UU Pemilu," imbuhnya.
Keempat, Ihsan menambahkan, beberapa calon tertentu terkesan tidak kompeten dalam isu kepemiluan. Calon yang diwawancarai terkesan tidak cakap dalam kepemiluan tetapi dapat lulus CAT.
Semestinya CAT mampu menyaring calon yang lulus tahap berikutnya merupakan figur yang mumpuni dalam kepemiluan. Sehingga tahap selanjutnya, seperti wawancara, lebih merupakan pendalaman pengetahuan teknis, tidak sekadar pernyataan-pernyataan umum semata.
"Catatan ini diharapkan dapat membantu timsel menyeleksi calon anggota KPU-Bawaslu yang independen dan berintegritas. Sebab bukan tidak mungkin dalam masa pandemi dan keserentakan pemilu tantangan demokrasi kian berat," pungkasnya.
Sedangkan koalisi pegiat pemilu ini terdiri dari Perludem, Netgrit, PUSaKO, dan Kode Inisiatif. Peneliti Kode Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana mengatakan, terdapat beberapa hal yang patut diapresiasi atas kinerja tim seleksi dalam proses wawancara itu.
Misalnya, keterbukaan proses wawancara karena disiarkan secara langsung melalui YouTube tim seleksi, sehingga dapat disaksikan masyarakat luas. Kemudian, beberapa pertanyaan yang disampaikan tim seleksi kepada calon merupakan bagian tidak terpisah dari laporan atau aduan masyarakat terhadap rekam jejak para calon.
Tetapi, pihaknya melihat ada sejumlah catatan terhadap proses tersebut. "Koalisi memberikan catatan penting terhadap timsel untuk dapat menjadi masukan dalam menghasilkan penyelenggara pemilu yang independen dan berintegritas," kata Ihsan kepada wartawan, Minggu (2/1/2022).
Ihsan menjelaskan, terdapat berbagai kebijakan dan tindakan anggota timsel selama wawancara berlangsung yang dapat menjauhkan dari upaya menghasilkan kemandirian lembaga penyelenggara pemilu sebagaimana ditentukan Pasal 22E ayat (5) UUD 1945. "Setidak-tidaknya terdapat 4 permasalahan serius yang dianggap menyimpang selama proses wawancara berlangsung," ujarnya.
Pertama, kata Ihsan, timsel tidak berimbang dengan berlebihan memuji calon tertentu. Misalnya, Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri Bahtiar menunjukkan kecenderungan pilihan kepada calon tertentu dengan memuji hal yang tidak berkaitan dengan pendalaman kapasitas dan integritas calon tersebut. Jika memang pujian tersebut bagian dari strategi mendalami calon seharusnya juga dilakukan secara merata kepada calon-calon yang lain.
"Apalagi terdapat berbagai kerja sama yang pernah dilakukan Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umun dengan calon bersangkutan sebagaimana diakui Dirjen. Hal itu dapat menciptakan konflik kepentingan relasi kemandirian lembaga dan Kementerian Dalam Negeri di masa depan," kata Ihsan.
Kedua, Ihsan melanjutkan, timsel tidak mendalami isu krusial kepemiluan. Dalam melakukan pendalaman terhadap peserta, timsel tidak dapat menggali lebih dalam melalui pertanyaan lebih teknis kepemiluan.
Misalnya, terkait pemutakhiran daftar pemilih, penggunaan teknologi informasi dalam pemilu, ataupun mengenai refleksi Pemilu 2019 dan Pilkada 2020. "Pendalaman tersebut tidak terjadi bahkan direspons tidak sesuai ketentuan UUD 1945, UU Pemilu dan peraturan-peraturan penyelenggara pemilu. Padahal pendalaman terhadap isu kepemiluan penting untuk memastikan kapasitas calon terkait isu pemilu, kepemiluan, dan demokrasi," ungkapnya.
Ketiga, sambung dia, timsel terkesan menyudutkan calon tertentu. Beberapa pertanyaan timsel kepada calon tertentu terkesan menyudutkan, misalnya muncul pernyataan "Kalau begini lebih baik menjadi eselon 4 saja, ngapain menjadi anggota Bawaslu" atau "Anda cabut pernyataan anda soal spanduk tersebut,".
Pihaknya menilai, sikap dan pernyataan semacam itu tidak wajar karena terkesan anggota timsel menunjukkan dominasinya dalam timsel, padahal seharusnya kolektif-kolegial. "Apalagi terdapat pernyataan dapat tidak mengucurkan dana pemilu. Padahal pengucuran dana itu adalah amanah dari UU Pemilu," imbuhnya.
Keempat, Ihsan menambahkan, beberapa calon tertentu terkesan tidak kompeten dalam isu kepemiluan. Calon yang diwawancarai terkesan tidak cakap dalam kepemiluan tetapi dapat lulus CAT.
Semestinya CAT mampu menyaring calon yang lulus tahap berikutnya merupakan figur yang mumpuni dalam kepemiluan. Sehingga tahap selanjutnya, seperti wawancara, lebih merupakan pendalaman pengetahuan teknis, tidak sekadar pernyataan-pernyataan umum semata.
"Catatan ini diharapkan dapat membantu timsel menyeleksi calon anggota KPU-Bawaslu yang independen dan berintegritas. Sebab bukan tidak mungkin dalam masa pandemi dan keserentakan pemilu tantangan demokrasi kian berat," pungkasnya.
(rca)