Soal Presidential Threshold, Begini Kata Eks Komisioner KPU
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wacana ambang batas pencalonan presiden ( Presidential Threshold ) terus mengemuka ke publik seiring rencana revisi Undang-undang Pemilu yang akan dibahas di DPR. Terbaru, Fraksi Nasdem tetap setuju ambang batas presiden dipatok di angka 20%. Sementara Fraksi PPP pun mempertimbangkan hal yang sama.
Peneliti Utama Network for Democrasy and Electoral Integrity (Negrit), Hadar Nafis Gumay menilai konstitusi sudah mengatur secara lengkap sistem pemilihan untuk pemilu presiden dan wakil presiden. (Baca juga: Tes Covid-19 Sebelum Bepergian: Antara Kesehatan, Ribet, dan Biaya yang Mahal)
"Siapa yang bisa mencalonkan, syarat calon, kapan mencalonkan, dan bagaimana penghitungan dan penetapan pemenang," tutur Hadar saat dihubungi SINDOnews, Rabu (10/6/2020).
Dengan demikian, Hadar menyebut, tidak perlu soal ambang batas presiden ditambah nilai baru di level undang-undang (UU) yang akhirnya hanya untuk mengatur kepentingan politik yang partisan. Terlebih, soal ambang batas ini sudah beberapa kali mentah saat dijudicial review ke Mahkamah Kontitusi (MK).
Menurut Hadar, hal ini berbeda dengan UU Pemilu yang lain seperti ambang batas parlemen (Parliamentary Threshold) yang belum diatur secara tuntas oleh konstitusi sehingga dibutuhkan UU. ( )
"Jadi seharusnya ambang batas pencalonan paslon (presiden) tidak ada dan tidak bisa diatur di UU, (karena) bertentangan dengan konstitusi," kata mantan Komisioner KPU RI ini.
Lihat Juga: Menteri Rosan Harap Investasi ke Indonesia Meningkat usai Donald Trump Menangi Pilpres AS 2024
Peneliti Utama Network for Democrasy and Electoral Integrity (Negrit), Hadar Nafis Gumay menilai konstitusi sudah mengatur secara lengkap sistem pemilihan untuk pemilu presiden dan wakil presiden. (Baca juga: Tes Covid-19 Sebelum Bepergian: Antara Kesehatan, Ribet, dan Biaya yang Mahal)
"Siapa yang bisa mencalonkan, syarat calon, kapan mencalonkan, dan bagaimana penghitungan dan penetapan pemenang," tutur Hadar saat dihubungi SINDOnews, Rabu (10/6/2020).
Dengan demikian, Hadar menyebut, tidak perlu soal ambang batas presiden ditambah nilai baru di level undang-undang (UU) yang akhirnya hanya untuk mengatur kepentingan politik yang partisan. Terlebih, soal ambang batas ini sudah beberapa kali mentah saat dijudicial review ke Mahkamah Kontitusi (MK).
Menurut Hadar, hal ini berbeda dengan UU Pemilu yang lain seperti ambang batas parlemen (Parliamentary Threshold) yang belum diatur secara tuntas oleh konstitusi sehingga dibutuhkan UU. ( )
"Jadi seharusnya ambang batas pencalonan paslon (presiden) tidak ada dan tidak bisa diatur di UU, (karena) bertentangan dengan konstitusi," kata mantan Komisioner KPU RI ini.
Lihat Juga: Menteri Rosan Harap Investasi ke Indonesia Meningkat usai Donald Trump Menangi Pilpres AS 2024
(kri)