Kinerja Kepala Daerah Tangani Pandemi Covid-19 Jadi Panggung Politik

Rabu, 10 Juni 2020 - 08:01 WIB
loading...
Kinerja Kepala Daerah...
Foto/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Kinerja sejumlah kepala daerah dalam menangani pandemi Covid-19 mendapat penilaian positif dari publik sehingga mereka dinilai layak masuk ke dalam deretan bakal calon presiden atau wakil presiden yang akan bersaing pada Pemilu 2024.

Kepala daerah ini dinilai mampu menunjukkan kerja yang serius di masa pandemi melalui program-program dan kebijakan yang dibuatnya. Kemampuan para kepala daerah dalam menjalankan kepemimpinan di masa krisis, termasuk kesigapan mereka turun langsung ke lapangan, dinilai mampu mencuri perhatian dan simpati publik. Meski sejatinya para kepala daerah melakukan kerja-kerja kemanusiaan, namun di saat yang sama mereka juga mendapatkan efek politik, yakni kenaikan tingkat elektabilitas.

Kepala daerah yang mampu mendulang elektabiltas di masa pandemi ini di antaranya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Empat daerah yang dipimpin para gubernur ini tercatat sebagai daerah dengan angka pasien positif Covid-19 terbesar di Tanah Air. (Baca: Kenaikan Kasus Covid-19 Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara)

Dukungan publik kepada empat gubernur ini terlihat dalam survei Indikator Politik Indonesia. Survei yang dilakukan pada Mei 2020 ini menempatkan empat kepala daerah di Jawa ini ke dalam sepuluh besar figur yang layak memimpin Indonesia. Ganjar Pranowo mendapatkan elektabilitas 11,8%, Anies Baswedan 10,4%, Ridwan Kamil 7,7%, dan Khofifah Indar Parawansa 4,3%. Di survei ini Ganjar menempati posisi kedua di bawah Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang memuncaki survei dengan elektabilitas 14,1%. Anies di posisi ketiga, Ridwan Kamil di posisi keempat, dan Khofifah di posisi ketujuh.

Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno mengatakan, hal yang wajar jika para gubernur ini mendapatkan dukungan publik di masa pandemi. Sebab, dalam masa sulit seperti ini publik bisa melihat jelas siapa pemimpin yang serius dan total dalam bekerja untuk rakyat. Publik akan menilai keberpihakan pemimpinnya melalui beberapa indikator kemanusiaan di antaranya besaran program bantuan sosial untuk masyarakat, besaran alokasi anggaran pembelian alat kesehatan di APBD, dan regulasi yang dibuat di masa pandemi.

Dari indikator-indikator tersebut, kata dia, tinggal dicek kepala daerah mana yang memiliki sense of humanity. Kepala daerah mana yang serius menangani Covid-19 melalui kebijakannya. Penilaian ini akan berpengaruh ketika publik ditanya soal siapa yang layak menjadi capres atau cawapres.

“Akhirnya harus diakui bahwa pandemi korona ini selain jadi panggung kemanusiaan juga adalah panggung politik,” ujar Adi saat dihubungi kemarin. (Baca juga: 10 Menteri Dinilai Gagal Tangani Corona, Jokowi Didesak Resuffle Kabinet)

Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor mengatakan, sebenarnya tidak ada gestur tubuh dari para kepala daerah yang betul-betul ingin memanfaatkan isu Covid-19 untuk kepentingan politik, tapi tafsiran publik memang bisa mengarah ke sana.

“Jadi Covid-19 ini memang bisa jadi momen atau salah satu alat dalam mengukur kapabilitas kepala daerah dalam menangani suatu masalah besar,” ujarnya.

Firman Noor mengatakan, masih terlalu dini membahas pencalonan presiden. Jika pun ada figur kepala daerah yang muncul dengan elektabilitas bagus, itu tidak menjamin mereka akan mulus hingga pencapresan yang masih tersisa empat tahun. “Tapi, pilpres masih lama, kepala daerah ini juga akhirnya nanti akan menghitung dukungan partai. Popularitas yang mereka dapat ini juga masih bisa turun,” ucapnya saat dihubungi kemarin.

Langkah untuk mendapat tiket menjadi capres bagi kepala daerah ini cukup berat. Apalagi, kata Firman, UU Pemilu sejauh ini belum memberi peluang besar bagi figur yang bukan elite partai untuk melenggang di pilpres. Bagaimanapun figur ini harus berkomunikasi dengan partai.

“Kedua, situasi oligarki di parpol. Ini sangat krusial perannya. Dalam situasi politik mahal, maka akan ada deal-deal, dan akhirnya mereka bisa saja tidak terakomodasi,” tandasnya.

Dalam hal tiket maju di pilpres, Adi Prayitno juga sepakat bahwa para figur yang bukan elite parpol bakal menemui kesulitan besar, termasuk para kepala daerah. Menurutnya, para ketua umum parpol masih berambisi untuk menjadi capres atau cawapres. Paling tidak ada putra mahkota yang sejak saat ini disiapkan untuk menjadi calon. Adi mencontohkan situasi PDI Perjuangan. (Baca juga: Kesampingkan Politisasi Corona, Pemerintah DIminta Fokus ke UMKM dan BUMN)

“Katakanlah elektabilitas Ganjar sangat bagus, tapi problemnya di partai ini sudah ada Puan Maharani. Apa mau Puan berbagi karpet merah dengan Ganjar? Di sini kan persoalannya,” katanya.

Di parpol lain juga berlaku hal yang sama. Adi meyakini Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono masih mengincar kursi capres dan cawapres.

Kemunculan kepala daerah dengan elektabilitas yang bagus, menurut Adi, ini jadi kabar baik sekaligus kabar buruk. “Jadi ini semacam paradoks. Kabar baiknya pandemi melahirkan calon pemimpin yang cakap, tapi kabar buruknya mereka ini akan sulit untuk mendapatkan tiket dari partai,” paparnya.

Parpol Belum Bicara Pilpres

Ketua DPP PDI Perjuangan Eriko Sotarduga mengatakan, pola komunikasi yang dimiliki Ganjar memang lebih menonjol dibandingkan kepala daerah lain yang disurvei dalam penanganan Covid-19. (Baca juga: PKB Sebut 4 Faktor Peluang Kepala Daerah Maju di Pilpres)

Menurut Eriko, apa yang dilakukan Ganjar tersebut memang unik dan menarik. Termasuk dengan kebiasaannya mengenakan kaos dan bahasa-bahasa anak muda. “Itu menarik dari masyarakat yang disurvei. Tapi, apakah itu menjadi seterusnya? Ini saya tidak berani mengambil satu kesimpulan. Tapi, saya harus jujur sebagai sesama kader PDI Perjuangan, saya bangga dan mengapresiasi karena kader kami bekerja,” tuturnya.

Namun, dia mempertanyakan apakah kader PDI Perjuangan lain yang juga sebagai pejabat publik seperti Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, termasuk Ketua DPR Puan Maharani, juga masuk dalam survei. “Saya tidak tahu karena kalau dari berdasarkan media, ini juga semua yang sangat populer. Tapi, saya anggap kepala-kepala daerah itu yang menjadi sasaran survei. Kalau di antara kepala daerah, gubernur yang menonjol ya memang Mas Ganjar. Harus jujur mengakui itu,” paparnya.

Sementara itu, Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa Marwan Jafar mengatakan, partainya belum pernah membahas soal pilpres karena memang masih jauh. “Kita mikirin pilkada saja belum selesai, apalagi pilpres. Pilpres masih debatable soal gabung atau serentak bersama-sama dengan pileg. Apakah pusat saja, atau provinsi saja, kemudian kabupaten/kota saja,” ucapnya kemarin. (Lihat Videonya: Serbuk Emas Ditemukan, Warga Ramai-Ramai Dulang Sungai Landaka)

Demikian juga Partai Gerindra, Juru Bicara Khusus Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan, Gerindra belum memikirkan soal Pemilu 2024. Menurut Gerindra, 2024 itu masih jauh dan terlalu banyak faktor yang memengaruhi, termasuk pencalonan Prabowo Subianto di pilpres.

“Kita enggak mau menerka-nerka, banyak sekali. Kurang dari enam bulan saja belum bisa diramal. Masih jauh, masih gaib,” kata dia. (Kiswondari/Abdul Rochim/Bakti)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1567 seconds (0.1#10.140)