Pentingnya Literasi Digital pada Perempuan untuk Cegah Kekerasan

Jum'at, 31 Desember 2021 - 14:34 WIB
loading...
Pentingnya Literasi Digital pada Perempuan untuk Cegah Kekerasan
Rizka Septiana, M.Si, IAPR, Dosen Tetap Institut Komunikasi & Bisnis LSPR Jakarta. Foto/Dok/LSPR
A A A
Rizka Septiana, M.Si, IAPR
Dosen Tetap Institut Komunikasi & Bisnis LSPR Jakarta

PANDEMICovid-19 yang melanda dunia, tak terkecuali Indonesia mendorong perubahan perilaku masyarakat ke arah yang serba digital. Kondisi ini menciptakan interaksi baru disetiap aktivitas masyarakat yang tidak bisa lepas dari peran teknologi. Saat ini, teknologi digital berperan sentral untuk menunjang aktivitas masyarakat dan menghubungkan interaksi antar manusia di seluruh dunia.

Di masa pandemi ini, jejak komunikasi digital telah meningkat melampaui kebiasaan sebelumnya. Perubahan ini, tanpa disadari telah membentuk aktivitas baru semenjak berlakunya kebijakan pemerintah yang mengharuskan bekerja dari rumah atau work from home (WFH) dan belajar secara daring atau pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Perubahan perilaku dan gaya hidup masyarakat yang kian berkembang dan tidak mengenal tempat serta waktu menyebabkan digitalisasi mudah diterima masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Kemudahan akses internet terbukti memudahkan masyarakat melakukan apa pun, di mana pun, dan kapan pun.

Meningkatnya Frekuensi penggunaan internet di masyarakat juga memiliki dampak yang luar biasa. Situasi ini menciptakan berbagai fenomena, termasuk peningkatan kasus kekerasan, khususnya terhadap perempuan yang merupakan golongan rentan. Dibutuhkan pengetahuan literasi digital agar masyarakat, khususnya perempuan dan anak dapat melakukan proses saring informasi mandiri.

Berdasarkan catatan Komnas perempuan, dari tahun 2020 hingga September 2021, Jumlah kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak terus meningkat. Bahkan, mengalami peningkatan dua kali lipat yakni mencapai 4.500 kasus. Kasus kekerasan di ranah domestik menempati posisi paling tinggi, yakni sebesar 79 persen dari jumlah keseluruhan laporan yang ditangani oleh Komnas Perempuan.

Adapun dampak dari kekerasan seksual terhadap perempuan secara umum, selain dampak pada fisik, adalah dampak psikologis, dampak sosial, dan juga dampak finansial. Sering kali korban kekerasan seksual ini kehilangan sumber ekonomi mereka dikarenakan mereka mengalami eksklusi social.

Darurat kekerasan seksual bukan hanya persoalan peningkatan angka kekerasan seksual maupun soal kompleks dan semakin ekstrimnya kasus. Tetapi, justru karena daya penanganannya yang belum memadai di seluruh wilayah. Tingkat literasi masyarakat dan bahkan di kalangan penegak hukum mengenai kekerasan seksual, masih lemah. Lemahnya tingkat literasi mengenai kekerasan seksual ini, menjadi penghambat upaya perlindungan perempuan dan anak.

Baru-baru ini banyak terkuak kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak yang dilakukan oleh orang-orang terdekat seperti orang tua, guru, saudara, dan teman karibnya. Mirisnya, aksi kekerasan itu terjadi di lingkungan pendidikan dan keluarga.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan data kekerasan seksual terhadap anak di satuan pendidikan dari 2 Januari hingga 27 Desember 2021 sebanyak 18 kasus. Pemantauan kasus berdasar laporan keluarga korban ke pihak kepolisan dan pemberitaan oleh media massa.

Dilain pihak, Komnas Perempuan juga menyebut bahwa peningkatan interaksi di dunia digital menuntut masyarakat untuk memiliki literasi digital mengenai kekerasan berbasis gender siber untuk melindungi diri dan orang lain. Selama ini, masyarakat dan anak-anak muda ini tidak dibekali pemahaman yang baik tentang bagaimana cara memproteksi data diri dan melindungi diri dari ancaman kekerasan berbasis gender.

Ironisnya, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui apa saja perbuatan yang tidak boleh dilakukan dan seperti apa tindakan-tindakan yang masuk dalam kategori kekerasan seksual. Karena ketidakpahaman ini, banyak kasus kekerasan seksual tidak berlanjut sampai ke proses hukum.

Penting untuk masyarakat mendapat pendidikan mengenai otonomi tubuh, khususnya buat anak perempuan. Misalnya soal bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain dan juga perbuatan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

Literasi digital kepada perempuan harus ditingkatkan, terlebih perempuan berperan untuk mendidik anak-anak. Peran perempuan dalam literasi digital juga sebagai jendela informasi keluarga dan masyarakat, salah satunya adalah dalam pola pengasuhan anak dan pengawasan penggunaan teknologi.

Meskipun perkembangan digital membawa berbagai kemudahan dalam kehidupan, masyarakat tetap perlu waspada akan dampak buruknya, misalnya kekerasan online dan cyber crime yang rentan dialami oleh perempuan dan anak.

Bahkan, rendahnya literasi digital berakibat anak kecanduan perangkat gadget, kecanduan menjelajah informasi untuk orang dewasa. Data KPAI 2017-2019 menyebutkan, pengaduan kasus pornografi dan kejahatan online terhadap anak meningkat mencapai angka 1.940 kasus. Karenanya, literasi digital menjadi kunci bagi perlindungan perempuan dan anak di dunia digital.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyebut, perempuan dan anak-anak harus diberikan pemahaman literasi digital yang memadai. Sebab, perempuan yang memiliki literasi digital mampu melindungi diri mereka sendiri. Kedepannya, saat menjadi seorang ibu, mereka bisa melindungi anak-anak mereka dari bahaya internet.

Tidak hanya itu, perempuan juga perlu memanfaatkan teknologi digital untuk memberdayakan diri. Upaya meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan perlu dibarengi dengan literasi digital yang kuat. Akses dan keterampilan perempuan dalam teknologi informasi dan komunikasi menjadi fokus yang harus dibangun untuk memberdayakan para pengusaha perempuan agar dapat bersaing di masa kini dan juga masa depan.

Ekonomi berbasis inovasi dan transformasi digital bagi wirausaha sudah tidak dapat ditawar lagi, termasuk bagi perempuan. Dengan demikian, perempuan dapat memanfaatkan kemajuan teknologi, sekaligus meminimalisir dampak negatifnya.

Meski demikian, pemberdayaan perempuan dan perlindungan terhadap perempuan dalam dunia digital bukan merupakan pekerjaan mudah. Pasalnya, perempuan masih menghadapi beragam tantangan, dari keterbatasan akses terhadap teknologi informasi, problematika kemandirian secara ekonomi, hingga kerentanan perempuan.

Literasi digital kepada perempuan harus ditingkatkan agar berdampak positif bagi kemajuan bangsa. Literasi digital yang baik akan mendorong perempuan bijak dan cerdas bermedia, terutama media sosial. Tentu saja, hal ini harus didukung oleh semua lapisan masyarakat, termasuk pemerintah dan stakeholder terkait. Dengan begitu, akan tercipta ruang yang ramah bagi perempuan, termasuk di dunia digital.
(mpw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1245 seconds (0.1#10.140)