KPAI Sebut Anak Usia SD dan SMP Paling Tinggi Jadi Korban Kekerasan Seksual
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat mayoritas kasus kekerasan seksual terjadi pada anak di bawah umur yang sedang bersekolah di tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada 2021.
Hal tersebut disampaikan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti dalam Catatan Akhir Tahun pada Selasa (28/12/2021).
KPAI menyebutkan dari 18 kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan, 4 atau 22,22% dari total kasus terjadi di sekolah di bawah kewenangan Kemendikbudristek, dan 14 atau 77,78% terjadi di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama.
Pengumpulan data dilakukan mulai 2 Januari-27 Desember 2021 melalui pemantauan kasus yang dilaporkan keluarga korban ke pihak kepolisan dan diberitakan oleh media massa.
"Total jumlah anak korban adalah 207 orang, dengan rincian 126 anak perempuan dan 71 anak laki-laki. Usia korban dari rentang 3-17 tahun, dengan rincian: usia PAUD/TK (4%), usia SD/MI (32%); usia SMP/MTs (36%), dan usia SMA/MA (28%)," ujar Retno.
Dia mengungkapkan selama 2021 ada 3 bulan tidak muncul kasus kekerasan seksual di media massa ataupun yang dilaporkan kepolisian, yaitu pada bulan Januari, Juli, dan Agustus, sedangkan 9 bulan lainnya muncul kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan yang dilaporkan ke kepolisian dan diberitakan di media massa.
Lokasi kejadian kekerasan seksual meliputi 17 kabupaten/kota pada 9 provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Papua.
Untuk wilayah kabupaten/kota meliputi Cianjur, Depok, Bandung, dan Tasikmalaya (Jawa Barat); Sidoarjo, Jombang, Trengalek, Mojokerto dan Malang (Jawa Timur); Cilacap dan Sragen (Jawa Tengah); Kulonprogo (D.I Yogyakarta); Solok (Sumatera Barat); Ogan Ilir (Sumatera Selatan); Timika (Papua); dan Pinrang (Sulawesi Selatan).
Sedangkan modus pelaku dikatakan Retno Listyarti sangat beragam. Namun mayoritas korban diiming-imingi sesuatu oleh pelaku predator seksual.
"Di antaranya adalah mengiming-imingi korban mendapat nilai tinggi, diiming-imingi jadi Polwan, diming-imingi bermain game online di tablet pelaku, pelaku minta dipijat korban lalu korban diraba-raba bagian intimnya saat memijat, pelaku meminta korban menyapu gudang namun kemudian dicabuli di dalam gudang, mengancam memukul korban jika menolak, mengeluarkan dalil-dalil harus nurut pada guru, dan dalih terapi alat vital yang bengkok," pungkas Retno.
Hal tersebut disampaikan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti dalam Catatan Akhir Tahun pada Selasa (28/12/2021).
KPAI menyebutkan dari 18 kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan, 4 atau 22,22% dari total kasus terjadi di sekolah di bawah kewenangan Kemendikbudristek, dan 14 atau 77,78% terjadi di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama.
Pengumpulan data dilakukan mulai 2 Januari-27 Desember 2021 melalui pemantauan kasus yang dilaporkan keluarga korban ke pihak kepolisan dan diberitakan oleh media massa.
"Total jumlah anak korban adalah 207 orang, dengan rincian 126 anak perempuan dan 71 anak laki-laki. Usia korban dari rentang 3-17 tahun, dengan rincian: usia PAUD/TK (4%), usia SD/MI (32%); usia SMP/MTs (36%), dan usia SMA/MA (28%)," ujar Retno.
Dia mengungkapkan selama 2021 ada 3 bulan tidak muncul kasus kekerasan seksual di media massa ataupun yang dilaporkan kepolisian, yaitu pada bulan Januari, Juli, dan Agustus, sedangkan 9 bulan lainnya muncul kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan yang dilaporkan ke kepolisian dan diberitakan di media massa.
Lokasi kejadian kekerasan seksual meliputi 17 kabupaten/kota pada 9 provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Papua.
Untuk wilayah kabupaten/kota meliputi Cianjur, Depok, Bandung, dan Tasikmalaya (Jawa Barat); Sidoarjo, Jombang, Trengalek, Mojokerto dan Malang (Jawa Timur); Cilacap dan Sragen (Jawa Tengah); Kulonprogo (D.I Yogyakarta); Solok (Sumatera Barat); Ogan Ilir (Sumatera Selatan); Timika (Papua); dan Pinrang (Sulawesi Selatan).
Sedangkan modus pelaku dikatakan Retno Listyarti sangat beragam. Namun mayoritas korban diiming-imingi sesuatu oleh pelaku predator seksual.
"Di antaranya adalah mengiming-imingi korban mendapat nilai tinggi, diiming-imingi jadi Polwan, diming-imingi bermain game online di tablet pelaku, pelaku minta dipijat korban lalu korban diraba-raba bagian intimnya saat memijat, pelaku meminta korban menyapu gudang namun kemudian dicabuli di dalam gudang, mengancam memukul korban jika menolak, mengeluarkan dalil-dalil harus nurut pada guru, dan dalih terapi alat vital yang bengkok," pungkas Retno.
(kri)