Selamat Gus Yahya
loading...
A
A
A
Prof Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
NAHDLATUL Ulama (Kebangkitan Para Ulama) atau yang sering disingkat NU merupakan salah satu organisasi masyarakat terbesar di Indonesia. Sebagai organsasi keagamaan, Nahdlatul Ulama merupakan bagian tak terpisahkan dari umat Islam Indonesia yang senantiasa berusaha memegang teguh prinsip persaudaraan (ukhuwah), toleransi (tasamuh), kebersamaan, dan hidup berdampingan antarsesama umat Islam maupun dengan sesama warga negara yang mempunyai keyakinan atau agama lain untuk bersama-sama mewujudkan cita-cita persatuan dan kesatuan bangsa yang kokoh dan dinamis.
Sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul ulama tentu memiliki urgensi yang sangat besar dalam membangun Indonesia. Tak sedikit peran dan jasa yang disumbangkan oleh Nahdlatul Ulama bagi Indonesia, baik dari sisi aspek sosial, politik, pendidikan maupun dari sisi ekonomi. Pada sisi sosial, peranan Nahdlatul Ulama terlihat upaya peneguhan kembali semua tradisi keagamaan dan sosial yang sebenarnya telah melembaga dalam jaringan struktur dan pola kepemimpinan yang mapan. Pada sisi politik, Nahdlatul Ulama menjadi tonggak garda terdepan menjaga keutuhan NKRI dari paham paham yang berbahaya.
Selanjutnya di dunia pendidikan, Nahdlatul Uluma ikut memberikan sumbangsih jasa yang sangat besar dalam mencerdaskan anak bangsa indonesia, antara lain dengan mendirikan lembaga pendidikan baik formal maupun informal. Pada aspek ekonomi kerakyatan pun Nahdlatul Ulama ikut andil dalam meningkatkan taraf perekonomian rakyat indonesia dengan didirikannya lembaga lembaga keuangan yang berbasis syari'ah.
Urgensi NU dalam Mendorong Ekonomi
Bagi setiap orang, berekonomi dalam pengertian berbuat untuk mendapat nafkah hidup adalah mutlak menjadi suatu kebutuhan. Di sisi lain dalam Islam, berekonomi adalah perintah Allah SWT dan pelaksanaannya harus disesuaikan dengan ajaran dan hukum agama. Sehingga, berekonomi dapat diartikan sebagai sarana mutlak untuk memelihara kelangsungan hidup yang di dalamnya juga terkandung ibadah serta memberikan manfaat untuk kepentingan agama, bangsa, dan negara.
Berekonomi dalam Islam bukan sekedar memenuhi kebutuhan pokok bagi diri sendiri dan keluarga. Islam mendorong secara tegas supaya pemeluknya memiliki harta benda yang berlebih dari kebutuhan pokoknya, sehingga mampu melaksanakan kewajiban berzakat. Mampu berzakat berarti memiliki harta benda sedikitnya satu nisab. Islam tidak menyenangi kemiskinan bahkan mengajarkan pemberantasan kemiskinan antara lain dengan kewajiban membayar zakat.
Perekonomian berbasis syariah dalam negeri, akhir-akhir ini telah menunjukan perkembangan yang sangat pesat karena sudah mendapatkan kepercayaan baik dari masyarakat. Hal ini terjadi tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia, terutama di negara-negara Islam. Perkembangan yang sangat pesat di Indonesia tidak terlepas dari peran para ulama dalam menyosialisasikan ekonomi berbasis syariah. Para ulama bukan semata sebagai sosok berilmu, melainkan juga sebagai penggerak dan motivator masyarakat. Kualitas keilmuan mereka telah mendorong mereka untuk aktif membimbing masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Selama perjalanannya, NU dalam kontribusinya membangun Indonesia tak pernah melupakan aspek ekonomi, karena seluruh warganya berekonomi dan dalam berekonomi tersebut harus menaati dan mengikuti berbagai ketentuan yang ditetapkan oleh agama. Nahdlatul Ulama (NU) terlahir tidak hanya dibangun dengan tradisi keagaman, nasionalisme dan pemikiran, namun ia juga dibangun oleh kekuatan ekonomi. Tiga fondasi itulah yang menjadi pilar berdirinya NU 1926, dan sering disebut sebagai tiga pilar penyokong berdirinya NU. Tiga pilar utama, yaitu: (1) Nahdlatul Waton, sebagai semangat nasionalisme dan politik, (1) Taswirul Afkar, sebagai semangat pemikiran keilmuan dan keagamaan, serta (3) Nahdlatut Tujjar sebagai semangat pemberdayaan ekonomi.
Pada bidang ekonomi, Nahdlatul Ulama mengembangkan ekonomi melalui peran serta pesantren, karena terbukti sangat efektif. Letak pesantren yang pada umumnya di pedesaan memungkinkan lembaga ini memahami persoalan-persoalan desa, sehingga gagasan-gagasan pengembangan kesejahteraan yang datang dari luar dapat diserap dengan baik oleh masyarakat setelah diolah dan disampaikan oleh pesantren. Di samping itu Nahdlatul Ulama juga memiliki perangkat organisasi yang mendukung program ekonominya, seperti lembaga perekonomian dan lembaga pengembangan pertanian.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur, di bawah kepemimpinan Gubernur Khofifah, memiliki program satu pesantren satu produk atau One Pesantren One Product (OPOP). Program tersebut dilaksanakan melalui kolaborasi antara Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan International Council for Small Business (ICSB). Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk pemberdayaan ekonomi kerakyatan melalui pesantren. Program OPOP di Jawa Timur adalah peluang besar mendorong ekosistem ekonomi syariah terus berkembang pesat, mengingat Jawa Timur memiliki 6.864 pondok pesantren atau setara 24,76 persen dari total pesantren secara nasional.
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
NAHDLATUL Ulama (Kebangkitan Para Ulama) atau yang sering disingkat NU merupakan salah satu organisasi masyarakat terbesar di Indonesia. Sebagai organsasi keagamaan, Nahdlatul Ulama merupakan bagian tak terpisahkan dari umat Islam Indonesia yang senantiasa berusaha memegang teguh prinsip persaudaraan (ukhuwah), toleransi (tasamuh), kebersamaan, dan hidup berdampingan antarsesama umat Islam maupun dengan sesama warga negara yang mempunyai keyakinan atau agama lain untuk bersama-sama mewujudkan cita-cita persatuan dan kesatuan bangsa yang kokoh dan dinamis.
Sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul ulama tentu memiliki urgensi yang sangat besar dalam membangun Indonesia. Tak sedikit peran dan jasa yang disumbangkan oleh Nahdlatul Ulama bagi Indonesia, baik dari sisi aspek sosial, politik, pendidikan maupun dari sisi ekonomi. Pada sisi sosial, peranan Nahdlatul Ulama terlihat upaya peneguhan kembali semua tradisi keagamaan dan sosial yang sebenarnya telah melembaga dalam jaringan struktur dan pola kepemimpinan yang mapan. Pada sisi politik, Nahdlatul Ulama menjadi tonggak garda terdepan menjaga keutuhan NKRI dari paham paham yang berbahaya.
Selanjutnya di dunia pendidikan, Nahdlatul Uluma ikut memberikan sumbangsih jasa yang sangat besar dalam mencerdaskan anak bangsa indonesia, antara lain dengan mendirikan lembaga pendidikan baik formal maupun informal. Pada aspek ekonomi kerakyatan pun Nahdlatul Ulama ikut andil dalam meningkatkan taraf perekonomian rakyat indonesia dengan didirikannya lembaga lembaga keuangan yang berbasis syari'ah.
Urgensi NU dalam Mendorong Ekonomi
Bagi setiap orang, berekonomi dalam pengertian berbuat untuk mendapat nafkah hidup adalah mutlak menjadi suatu kebutuhan. Di sisi lain dalam Islam, berekonomi adalah perintah Allah SWT dan pelaksanaannya harus disesuaikan dengan ajaran dan hukum agama. Sehingga, berekonomi dapat diartikan sebagai sarana mutlak untuk memelihara kelangsungan hidup yang di dalamnya juga terkandung ibadah serta memberikan manfaat untuk kepentingan agama, bangsa, dan negara.
Berekonomi dalam Islam bukan sekedar memenuhi kebutuhan pokok bagi diri sendiri dan keluarga. Islam mendorong secara tegas supaya pemeluknya memiliki harta benda yang berlebih dari kebutuhan pokoknya, sehingga mampu melaksanakan kewajiban berzakat. Mampu berzakat berarti memiliki harta benda sedikitnya satu nisab. Islam tidak menyenangi kemiskinan bahkan mengajarkan pemberantasan kemiskinan antara lain dengan kewajiban membayar zakat.
Perekonomian berbasis syariah dalam negeri, akhir-akhir ini telah menunjukan perkembangan yang sangat pesat karena sudah mendapatkan kepercayaan baik dari masyarakat. Hal ini terjadi tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia, terutama di negara-negara Islam. Perkembangan yang sangat pesat di Indonesia tidak terlepas dari peran para ulama dalam menyosialisasikan ekonomi berbasis syariah. Para ulama bukan semata sebagai sosok berilmu, melainkan juga sebagai penggerak dan motivator masyarakat. Kualitas keilmuan mereka telah mendorong mereka untuk aktif membimbing masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Selama perjalanannya, NU dalam kontribusinya membangun Indonesia tak pernah melupakan aspek ekonomi, karena seluruh warganya berekonomi dan dalam berekonomi tersebut harus menaati dan mengikuti berbagai ketentuan yang ditetapkan oleh agama. Nahdlatul Ulama (NU) terlahir tidak hanya dibangun dengan tradisi keagaman, nasionalisme dan pemikiran, namun ia juga dibangun oleh kekuatan ekonomi. Tiga fondasi itulah yang menjadi pilar berdirinya NU 1926, dan sering disebut sebagai tiga pilar penyokong berdirinya NU. Tiga pilar utama, yaitu: (1) Nahdlatul Waton, sebagai semangat nasionalisme dan politik, (1) Taswirul Afkar, sebagai semangat pemikiran keilmuan dan keagamaan, serta (3) Nahdlatut Tujjar sebagai semangat pemberdayaan ekonomi.
Pada bidang ekonomi, Nahdlatul Ulama mengembangkan ekonomi melalui peran serta pesantren, karena terbukti sangat efektif. Letak pesantren yang pada umumnya di pedesaan memungkinkan lembaga ini memahami persoalan-persoalan desa, sehingga gagasan-gagasan pengembangan kesejahteraan yang datang dari luar dapat diserap dengan baik oleh masyarakat setelah diolah dan disampaikan oleh pesantren. Di samping itu Nahdlatul Ulama juga memiliki perangkat organisasi yang mendukung program ekonominya, seperti lembaga perekonomian dan lembaga pengembangan pertanian.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur, di bawah kepemimpinan Gubernur Khofifah, memiliki program satu pesantren satu produk atau One Pesantren One Product (OPOP). Program tersebut dilaksanakan melalui kolaborasi antara Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan International Council for Small Business (ICSB). Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk pemberdayaan ekonomi kerakyatan melalui pesantren. Program OPOP di Jawa Timur adalah peluang besar mendorong ekosistem ekonomi syariah terus berkembang pesat, mengingat Jawa Timur memiliki 6.864 pondok pesantren atau setara 24,76 persen dari total pesantren secara nasional.