Tetapkan 3 Tersangka, Bareskrim Sita 140 Rumah terkait Korupsi KPR BPD Jateng
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bareskrim Polri menyita 140 rumah di wilayah Blora, Jawa Tengah. Penyitaan dilakukan terkait penyidikan dugaan korupsi penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Tengah (Jateng) cabang Blora.
"140 unit (rumah yang disita). Blora, KPR. Kepemilikan rumah," kata Wadir Tipidor Bareskrim Polri Kombes Cahyono Wibowo di kantornya, Jakarta Selatan, Senin (27/12/2021).
Dalam kasus ini, polisi menetapkan tiga tersangka. Mereka adalah mantan Kepala BPD Jateng cabang Blora Rudatin Pamungkas, Ubaydillah Rouf selaku ASN Pemkab Blora dan Direktur PT Gading Mas Properti Blora serta Teguh Kristiono selaku Direktur PT Lentera Emas Raya Blora.
Penyaluran kredit bermasalah tersebut berlangsung dalam periode Agustus 2018 hingga April 2019. Awalnya bank menyalurkan kredit kepada tersangka Ubaydillah sebesar Rp4 miliar.
Polisi menduga proses pengajuan tidak sesuai prosedur dan penggunaan kredit pun diduga tak sesuai peruntukan karena untuk membayar pinjaman pada bank lain. "Sampai saat ini, status Kredit Coll 5 (macet) debitur tidak dapat membayar popok dan bunga kredit," ujar Cahyono.
Dari hasil pendalaman penyidik, kreditur dan debitur saling mengenal sejak lama. Sehingga, penyidik menduga ada hubungan yang membuat proses penyaluran kredit tersebut dapat terlaksana.
Pada Januari 2019, BPD Jateng kembali menyalurkan kredit RC kepada tersangka Ubaydillah sebesar Rp13,2 miliar. Pengajuan itu sengaja dibuat dengan tersangka Rudatin Pamungkas untuk menutupi termin kredit sebelumnya yang tak dapat terbayarkan.
Selain itu, BPD Jateng juga menyalurkan kredit kepada tersangka Teguh Kristiono sebesar Rp17,5 miliar. Padahal, sejak waktu kejadian dugaan tindak pidana korupsi itu terjadi BPD Jateng telah menyalurkan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) kepada 140 nasabah.
"Dalam proses pengajuan terdapat PMH rekayasa dokumen nasabah oleh pengembang PT GMP. Sampai saat ini masih terdapat KPR yang belum 100 persen, status Kredit Coll 5 (Macet). Debitur tidak dapat membayar popok dan bunga kerdit," ucap Cahyono.
Dalam perkara ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menaksir kerugian keuangan negara mencapai Rp115,5 miliar. Adapun rincian kerugian itu tercatat pada penyaluran kredit revolving credit (R/C) sebesar Rp21,8 miliar. Lalu, penyaluran kredit proyek PT Lentera Emas Raya sebesar Rp18,8 miliar dan penyaluran KPR sebesar Rp74,9 miliar.
Jaksa, kata dia, telah menyatakan berkas perkara korupsi ini telah rampung alias P-21. Nantinya, akan dilakukan pelimpahan tersangka dan barang bukti untuk tahap II pada tahun depan.
Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
"140 unit (rumah yang disita). Blora, KPR. Kepemilikan rumah," kata Wadir Tipidor Bareskrim Polri Kombes Cahyono Wibowo di kantornya, Jakarta Selatan, Senin (27/12/2021).
Dalam kasus ini, polisi menetapkan tiga tersangka. Mereka adalah mantan Kepala BPD Jateng cabang Blora Rudatin Pamungkas, Ubaydillah Rouf selaku ASN Pemkab Blora dan Direktur PT Gading Mas Properti Blora serta Teguh Kristiono selaku Direktur PT Lentera Emas Raya Blora.
Penyaluran kredit bermasalah tersebut berlangsung dalam periode Agustus 2018 hingga April 2019. Awalnya bank menyalurkan kredit kepada tersangka Ubaydillah sebesar Rp4 miliar.
Polisi menduga proses pengajuan tidak sesuai prosedur dan penggunaan kredit pun diduga tak sesuai peruntukan karena untuk membayar pinjaman pada bank lain. "Sampai saat ini, status Kredit Coll 5 (macet) debitur tidak dapat membayar popok dan bunga kredit," ujar Cahyono.
Dari hasil pendalaman penyidik, kreditur dan debitur saling mengenal sejak lama. Sehingga, penyidik menduga ada hubungan yang membuat proses penyaluran kredit tersebut dapat terlaksana.
Pada Januari 2019, BPD Jateng kembali menyalurkan kredit RC kepada tersangka Ubaydillah sebesar Rp13,2 miliar. Pengajuan itu sengaja dibuat dengan tersangka Rudatin Pamungkas untuk menutupi termin kredit sebelumnya yang tak dapat terbayarkan.
Selain itu, BPD Jateng juga menyalurkan kredit kepada tersangka Teguh Kristiono sebesar Rp17,5 miliar. Padahal, sejak waktu kejadian dugaan tindak pidana korupsi itu terjadi BPD Jateng telah menyalurkan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) kepada 140 nasabah.
"Dalam proses pengajuan terdapat PMH rekayasa dokumen nasabah oleh pengembang PT GMP. Sampai saat ini masih terdapat KPR yang belum 100 persen, status Kredit Coll 5 (Macet). Debitur tidak dapat membayar popok dan bunga kerdit," ucap Cahyono.
Dalam perkara ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menaksir kerugian keuangan negara mencapai Rp115,5 miliar. Adapun rincian kerugian itu tercatat pada penyaluran kredit revolving credit (R/C) sebesar Rp21,8 miliar. Lalu, penyaluran kredit proyek PT Lentera Emas Raya sebesar Rp18,8 miliar dan penyaluran KPR sebesar Rp74,9 miliar.
Jaksa, kata dia, telah menyatakan berkas perkara korupsi ini telah rampung alias P-21. Nantinya, akan dilakukan pelimpahan tersangka dan barang bukti untuk tahap II pada tahun depan.
Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
(muh)