Prabowo Kena Tegur Gara-gara Tunjuk Menantu Musuh Soeharto Garap Proyek Den 81 Kopassus
loading...
A
A
A
JAKARTA - Banyak kisah pahit dan manis dalam perjalanan hidup Menteri Pertahanan Prabowo Subianto . Desingan peluru dan ledakan granat di medan tempur juga bukan hal aneh mengingat sebagian besar kariernya sebagai prajurit TNI.
Di antara banyak cerita itu, terdapat pula masa-masa dirinya mendapat teguran dari atasan. Salah satunya ketika menangani proyek pembangunan pangkalan Detasemen 81 Penanggulangan Teror Kopassus (kini lazim disebut Satgultor).
"Saya sudah kapten, menjadi Wakil Komandan Detasemen 81. Waktu itu saya bertanggung jawab dalam pembangunan pangkalan Den 81 dan ikut menentukan siapa yang menjadi kontraktor dan subkontraktor," kata Prabowo dalam buku biografinya 'Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto', dikutip, Senin (27/12/2021).
Baca juga: Bercelana Pendek dan Kaos Oblong, Jenderal Pemberani Ini Lerai Bentrok Kopassus vs Marinir
Lulusan Akademi Militer 1974 ini mengisahkan, ketika itu ada anak-anak Bandung membuat perusahaan furniture dan mendaftar sebagai subkontraktor interior. Prabowo tak ragu-ragu menunjuk perusahaan tersebut. Belakangan, dia mendapat teguran dari atasannya. Kenapa?
"(Atasan mengatakan), bahwa di antara anak-anak dari ITB yang membuat perusahaan tersebut ada mantunya Pak HR Dharsono," tutur mantan Danjen Kopassus ini.
Prabowo bersikukuh dengan keputusannya. Putra begawan ekonomi Soemitro Djojohadikusumo ini berprinsip, jika orang tua dianggap bersalah, belum tentu anak atau lainnya juga demikian. Kesalahan umum selama ini, kesalahan seseorang ditimpakan pula kepada keturunannya.
Sering, kata dia, permusuhan politik diturunkan generasi demi generasi, sehingga dendam politik bisa turun puluhan tahun, bahkan mungkin ratusan tahun. Prabowo mengikuti falsafah Jawa 'mikul duwur mendem jero'. Artinya, kesalahan orang tua dipendam dalam-dalam, adapun kebaikan harus dijunjung tinggi.
Baca juga: Keajaiban Doa Ibu! Prajurit dari Keluarga Sederhana Ini Sukses Jadi Jenderal Kopassus
"Saya bersikukuh kalau yang salah orang tua, tidak berarti anaknya juga harus ikut dipersalahkan," ucap mantan Pangkostrad ini.
HR Dharsono Melawan Soeharto
Jalan hidup Jenderal Hartono Rekso Dharsono ibarat 'habis terang terbitlah gelap'. Pangdam Siliwangi periode 1966-1969 ini pada mulanya sosok yang berperan besar mendukung Soeharto. Bersama Kemal Idris dan Sarwo Edhie Wibowo, mereka berada di barisan depan mengikis Soekarno yang dianggap 'melenceng' dan memuluskan karier Soeharto untuk meraih kekuasaan.
Namun itu hanya di masa-masa awal Orde Baru. Ketika rezim mulai mapan, HR Dharsono melihat Soeharto justru melenceng. Tentara yang sangat populer di mata rakyat, prajurit, dan mahasiswa itu pun terang-terangan mengoreksi Soeharto.
Di antara banyak cerita itu, terdapat pula masa-masa dirinya mendapat teguran dari atasan. Salah satunya ketika menangani proyek pembangunan pangkalan Detasemen 81 Penanggulangan Teror Kopassus (kini lazim disebut Satgultor).
"Saya sudah kapten, menjadi Wakil Komandan Detasemen 81. Waktu itu saya bertanggung jawab dalam pembangunan pangkalan Den 81 dan ikut menentukan siapa yang menjadi kontraktor dan subkontraktor," kata Prabowo dalam buku biografinya 'Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto', dikutip, Senin (27/12/2021).
Baca juga: Bercelana Pendek dan Kaos Oblong, Jenderal Pemberani Ini Lerai Bentrok Kopassus vs Marinir
Lulusan Akademi Militer 1974 ini mengisahkan, ketika itu ada anak-anak Bandung membuat perusahaan furniture dan mendaftar sebagai subkontraktor interior. Prabowo tak ragu-ragu menunjuk perusahaan tersebut. Belakangan, dia mendapat teguran dari atasannya. Kenapa?
"(Atasan mengatakan), bahwa di antara anak-anak dari ITB yang membuat perusahaan tersebut ada mantunya Pak HR Dharsono," tutur mantan Danjen Kopassus ini.
Prabowo bersikukuh dengan keputusannya. Putra begawan ekonomi Soemitro Djojohadikusumo ini berprinsip, jika orang tua dianggap bersalah, belum tentu anak atau lainnya juga demikian. Kesalahan umum selama ini, kesalahan seseorang ditimpakan pula kepada keturunannya.
Sering, kata dia, permusuhan politik diturunkan generasi demi generasi, sehingga dendam politik bisa turun puluhan tahun, bahkan mungkin ratusan tahun. Prabowo mengikuti falsafah Jawa 'mikul duwur mendem jero'. Artinya, kesalahan orang tua dipendam dalam-dalam, adapun kebaikan harus dijunjung tinggi.
Baca juga: Keajaiban Doa Ibu! Prajurit dari Keluarga Sederhana Ini Sukses Jadi Jenderal Kopassus
"Saya bersikukuh kalau yang salah orang tua, tidak berarti anaknya juga harus ikut dipersalahkan," ucap mantan Pangkostrad ini.
HR Dharsono Melawan Soeharto
Jalan hidup Jenderal Hartono Rekso Dharsono ibarat 'habis terang terbitlah gelap'. Pangdam Siliwangi periode 1966-1969 ini pada mulanya sosok yang berperan besar mendukung Soeharto. Bersama Kemal Idris dan Sarwo Edhie Wibowo, mereka berada di barisan depan mengikis Soekarno yang dianggap 'melenceng' dan memuluskan karier Soeharto untuk meraih kekuasaan.
Namun itu hanya di masa-masa awal Orde Baru. Ketika rezim mulai mapan, HR Dharsono melihat Soeharto justru melenceng. Tentara yang sangat populer di mata rakyat, prajurit, dan mahasiswa itu pun terang-terangan mengoreksi Soeharto.