Kompleksitas Harmonisasi dan Sinkronisasi Regulasi di Daerah
loading...
A
A
A
Penguatan Kapasitas
Pemda memiliki peran yang sangat besar bagi kesuksesan implementasi UU Cipta Kerja. Hal ini mengingat penyelenggaraan investasi berada di daerah. Merujuk pada persoalan dalam harmonisasi regulasi di daerah, langkah perbaikan perlu dilakukan oleh pemerintah dengan menitikberatkan pada penguatan kapasitas serta proses kelembagaan untuk memperkuat implementasi UU Cipta Kerja.
Pertama, pemerintah perlu memperkuat kapasitas SDM di unit penyelenggara hukum di daerah. Caranya dapat melalui rekrutmen, rotasi, hingga pengembangan kompetensi SDM. Jika pemerintah peduli dengan perbaikan regulasi, maka menempatkan SDM yang berkualitas menjadi kunci utamanya. Selama ini, menurut Pemda, rekrutmen CPNS untuk formasi di unit hukum jumlahnya sangat sedikit. Begitu pula dengan sedikitnya minat PNS untuk ditempatkan di unit hukum dikarenakan beban kerjanya (workload) yang terbilang besar.
Kedua, perbaikan proses regulasi di tingkat pusat. Sumber overregulated selama ini tidak berasal dari PP atau perpres sebagai peraturan pelaksana UU. Justru di level peraturan menteri (permen). Membludaknya permen ini bukan hanya disebabkan karena pembentukan peraturannya yang diperintahkan oleh peraturan lebih tinggi, tetapi juga karena kewenangan yang dimiliki oleh Menteri dan/atau kementerian tersebut. Dengan kuasa pembentukan yang sangat terbuka, materi muatan permen sangat mungkin begitu tak terkendali karena mengabaikan asas pembentukan peraturan perundang-undangan, salah satunya proses harmonisasi. Hal ini yang kerap menyebabkan ketidakharmonisan dan ketidaksinkronan regulasi yang berdampak bagi daerah. Maka, dalam mengeluarkan peraturan teknis pelaksana, kementerian juga perlu memperhatikan kesesuaian peraturan yang dikeluarkan dengan ketentuan pengaturan dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, sehingga tidak menimbulkan ketidakpastian di tingkat bawah.
Ketiga, pemda perlu didorong untuk melakukan proses secara mandiri melalui executive review terhadap regulasi yang terdampak. Pemerintah perlunya menerbitkan sebuah pedoman yang mempermudah pemda untuk melakukan review dengan pengaturan yang begitu banyak dalam UU Cipta Kerja. PK2AN (2021) menyampaikan gagasan dalam penyusunan pedoman harmonisasi dan sinkronisasi peraturan daerah dengan metode MAVA (Mapping-Analysis-Validation-Agenda).
Dari penjelasan di atas, harmonisasi regulasi daerah dengan UU Cipta Kerja bukanlah hal yang mudah dilakukan daerah. Namun, dengan melakukan pembenahan terhadap persoalan-persoalan kultural dalam proses regulasi serta penguatan kapasitas pemda bisa menjadi awal bagi perbaikan kualitas regulasi di Indonesia.
Pemda memiliki peran yang sangat besar bagi kesuksesan implementasi UU Cipta Kerja. Hal ini mengingat penyelenggaraan investasi berada di daerah. Merujuk pada persoalan dalam harmonisasi regulasi di daerah, langkah perbaikan perlu dilakukan oleh pemerintah dengan menitikberatkan pada penguatan kapasitas serta proses kelembagaan untuk memperkuat implementasi UU Cipta Kerja.
Pertama, pemerintah perlu memperkuat kapasitas SDM di unit penyelenggara hukum di daerah. Caranya dapat melalui rekrutmen, rotasi, hingga pengembangan kompetensi SDM. Jika pemerintah peduli dengan perbaikan regulasi, maka menempatkan SDM yang berkualitas menjadi kunci utamanya. Selama ini, menurut Pemda, rekrutmen CPNS untuk formasi di unit hukum jumlahnya sangat sedikit. Begitu pula dengan sedikitnya minat PNS untuk ditempatkan di unit hukum dikarenakan beban kerjanya (workload) yang terbilang besar.
Kedua, perbaikan proses regulasi di tingkat pusat. Sumber overregulated selama ini tidak berasal dari PP atau perpres sebagai peraturan pelaksana UU. Justru di level peraturan menteri (permen). Membludaknya permen ini bukan hanya disebabkan karena pembentukan peraturannya yang diperintahkan oleh peraturan lebih tinggi, tetapi juga karena kewenangan yang dimiliki oleh Menteri dan/atau kementerian tersebut. Dengan kuasa pembentukan yang sangat terbuka, materi muatan permen sangat mungkin begitu tak terkendali karena mengabaikan asas pembentukan peraturan perundang-undangan, salah satunya proses harmonisasi. Hal ini yang kerap menyebabkan ketidakharmonisan dan ketidaksinkronan regulasi yang berdampak bagi daerah. Maka, dalam mengeluarkan peraturan teknis pelaksana, kementerian juga perlu memperhatikan kesesuaian peraturan yang dikeluarkan dengan ketentuan pengaturan dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, sehingga tidak menimbulkan ketidakpastian di tingkat bawah.
Ketiga, pemda perlu didorong untuk melakukan proses secara mandiri melalui executive review terhadap regulasi yang terdampak. Pemerintah perlunya menerbitkan sebuah pedoman yang mempermudah pemda untuk melakukan review dengan pengaturan yang begitu banyak dalam UU Cipta Kerja. PK2AN (2021) menyampaikan gagasan dalam penyusunan pedoman harmonisasi dan sinkronisasi peraturan daerah dengan metode MAVA (Mapping-Analysis-Validation-Agenda).
Dari penjelasan di atas, harmonisasi regulasi daerah dengan UU Cipta Kerja bukanlah hal yang mudah dilakukan daerah. Namun, dengan melakukan pembenahan terhadap persoalan-persoalan kultural dalam proses regulasi serta penguatan kapasitas pemda bisa menjadi awal bagi perbaikan kualitas regulasi di Indonesia.
(bmm)