Wawancara Khusus Kepala BRIN Laksana Tri Handoko: Swasta Harus Terlibat dalam Penelitian
loading...
A
A
A
baca juga: Mengenal Tugas dan Fungsi BRIN
Riset itu biasanya 80% gagal. Tidak mungkin swasta kita yang skala ekonominya banyak yang masih kecil itu langsung melakukanproductdevelopmentberbasis riset.Jadi, itulah yang akan kami lakukan. Pemerintah harus hadir. Kita akan membuka semua SDM dan infrastruktur yang sudah kita konsolidasi, untuk dipakai ramai-ramai oleh swasta. Jadi minimal dianggakperluinvestsehingga bisa sesegera mungkin bisa masuk ke aktivitasproductdevelopmentberbasis riset. Itu adalah kunci untuk meningkatkan nilai tambah, biarnggakcuma jualan mentah.
Karena risetnya mahal dan risiko tinggi, silakan pakai infrastruktur, periset kita untuk mengembangkan bersama-sama. Kita juga sudah siapkan model bisnisnya. Jadi kalau gagal,yanggakapa-apa. Tapi kalau berhasil, kita akan minta lisensi. Jadi negara juganggak terus rugi. Kita akan minta lisensi minimal 60%, royaltinya dikembalikan ke negara.
Apakah swasta ini sudah ada yang berminat?
Sudah mulai ya, tapi kurang banyak. Kita sudah mengonsolidasi semua sumber daya. Insya Allah, kami besok akan melansir semua skema pendanaan dan fasilitas yang terkait dengan riset. BRIN itu ada untuk memfasilitasi semua pihak di Indonesia supaya bisa masuk ke ranah riset dengan mudah. Semua skema fasilitasi dan pendanaan yang akan kita lansir, segera bisa dimanfaatkan. Itu terbuka untuk periset BRIN, akademisi di kampus, pelaku UMKM, usaha besar, dan lain-lainnya.
baca juga: Di Dubai, BRIN Pamerkan Satelit hingga Pesawat Tanpa Awak
Menurut pandangan Bapak, model pengembangan penelitian di Indonesia meniru seperti negara mana?
Kita tidak meniru negara lain. Karena problem kita itu spesifik. Makanya kita siapkan semuanya, nanti silakan pakai. Asalkan kalau berhasil, kita lisensi. Itu saja syaratnya,simpledan tidak ribet. Secara BtoB itu lebihclear. Sebaliknya, kita juga tidakngasihduit ke swasta sama sekali. Uang mengalir ke swasta tidak boleh. Yang kami berikan itu berupa infrastruktur dan perisetnya. Karena yang mahal ya dua itu. Kalau riset sih sebenarnya murah ya.
Adanya integrasi lembaga riset ini, apakah semua pegawainya pindah ke kantor BRIN?
Secara fisik, mereka menjadi ASN BRIN. Kalau kantornya, sebagian besar tetap. Asetnya pindah ke BRIN, cuma ganti instansi. Kalau pengelolaan manajemen, langsung jadi ‘satu komando’.
Seperti apa nantinya perubahan sebelum dan setelah adanya BRIN ini?
Kalau sebelumnya, swasta mau masuk ke riset kan harus berjuang sendiri. Kalau sebelumnyananyake LIPI ya bisa saja, tapi kemampuan LIPI untuk memfasilitasi kan rendah. Sebagai contoh, tidak banyak obat yang berasal dari bahan alam di Indonesia. Padahal banyak yang melakukan riset itu banyak, dunia kampus dan lainnya. Kandidatnya mungkin bisa ratusan, tetapi tidak pernah sampai jadi obat. Untuk jadi obat itu perlu proses pengujian, tidak cukup hanya di lab. Proses pengujian itu sangat berisiko karena umumnya kurang dari 10% yang berhasil bahwa obat itu punya khasiat.
baca juga: Catat! BRIN Gelar Pameran Kendaraan Listrik 24 November Mendatang
Riset itu biasanya 80% gagal. Tidak mungkin swasta kita yang skala ekonominya banyak yang masih kecil itu langsung melakukanproductdevelopmentberbasis riset.Jadi, itulah yang akan kami lakukan. Pemerintah harus hadir. Kita akan membuka semua SDM dan infrastruktur yang sudah kita konsolidasi, untuk dipakai ramai-ramai oleh swasta. Jadi minimal dianggakperluinvestsehingga bisa sesegera mungkin bisa masuk ke aktivitasproductdevelopmentberbasis riset. Itu adalah kunci untuk meningkatkan nilai tambah, biarnggakcuma jualan mentah.
Karena risetnya mahal dan risiko tinggi, silakan pakai infrastruktur, periset kita untuk mengembangkan bersama-sama. Kita juga sudah siapkan model bisnisnya. Jadi kalau gagal,yanggakapa-apa. Tapi kalau berhasil, kita akan minta lisensi. Jadi negara juganggak terus rugi. Kita akan minta lisensi minimal 60%, royaltinya dikembalikan ke negara.
Apakah swasta ini sudah ada yang berminat?
Sudah mulai ya, tapi kurang banyak. Kita sudah mengonsolidasi semua sumber daya. Insya Allah, kami besok akan melansir semua skema pendanaan dan fasilitas yang terkait dengan riset. BRIN itu ada untuk memfasilitasi semua pihak di Indonesia supaya bisa masuk ke ranah riset dengan mudah. Semua skema fasilitasi dan pendanaan yang akan kita lansir, segera bisa dimanfaatkan. Itu terbuka untuk periset BRIN, akademisi di kampus, pelaku UMKM, usaha besar, dan lain-lainnya.
baca juga: Di Dubai, BRIN Pamerkan Satelit hingga Pesawat Tanpa Awak
Menurut pandangan Bapak, model pengembangan penelitian di Indonesia meniru seperti negara mana?
Kita tidak meniru negara lain. Karena problem kita itu spesifik. Makanya kita siapkan semuanya, nanti silakan pakai. Asalkan kalau berhasil, kita lisensi. Itu saja syaratnya,simpledan tidak ribet. Secara BtoB itu lebihclear. Sebaliknya, kita juga tidakngasihduit ke swasta sama sekali. Uang mengalir ke swasta tidak boleh. Yang kami berikan itu berupa infrastruktur dan perisetnya. Karena yang mahal ya dua itu. Kalau riset sih sebenarnya murah ya.
Adanya integrasi lembaga riset ini, apakah semua pegawainya pindah ke kantor BRIN?
Secara fisik, mereka menjadi ASN BRIN. Kalau kantornya, sebagian besar tetap. Asetnya pindah ke BRIN, cuma ganti instansi. Kalau pengelolaan manajemen, langsung jadi ‘satu komando’.
Seperti apa nantinya perubahan sebelum dan setelah adanya BRIN ini?
Kalau sebelumnya, swasta mau masuk ke riset kan harus berjuang sendiri. Kalau sebelumnyananyake LIPI ya bisa saja, tapi kemampuan LIPI untuk memfasilitasi kan rendah. Sebagai contoh, tidak banyak obat yang berasal dari bahan alam di Indonesia. Padahal banyak yang melakukan riset itu banyak, dunia kampus dan lainnya. Kandidatnya mungkin bisa ratusan, tetapi tidak pernah sampai jadi obat. Untuk jadi obat itu perlu proses pengujian, tidak cukup hanya di lab. Proses pengujian itu sangat berisiko karena umumnya kurang dari 10% yang berhasil bahwa obat itu punya khasiat.
baca juga: Catat! BRIN Gelar Pameran Kendaraan Listrik 24 November Mendatang