Gotong Royong Membangun Perspektif Petani Swadaya Menuju Keberlanjutan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Petani kecil atau swadaya merupakan aktor penting yang memiliki peran besar dalam rantai pasok komoditas pertanian. Salah satu contohnya, petani kakao diestimasikan mengelola lahan seluas 1.497.467 Ha.
Sebagai bagian dari rantai pasok, para petani kakao memiliki visi pragmatis dan inspiratif dalam meningkatkan produktivitas komoditasnya bersama seluruh aktor di rantai pasok lainnya untuk mengurangi tantangan terhadap perluasan lahan.
Dalam praktiknya, proses tersebut membutuhkan pendekatan terpadu di tingkat yurisdiksi dengan cara menyelaraskan tujuan keberlanjutan lingkungan serta pertumbuhan ekonomi pada sebuah wilayah administratif. Pendekatan itu dikenal dengan Pendekatan Yurisdiksi (Jurisdiction Approach/JA).
JA menjadi komponen strategis yang memotivasi partisipasi seluruh pemangku kepentingan untuk mendukung peningkatan sumber-sumber produksi, khususnya bagi petani kakao.
Dialog Jurisdiction Collective Action Forum (JCAF) ke-5 menjadi wadah dialog strategis para pemimpin bisnis untuk mengupayakan penerapan bisnis yang berkelanjutan, mendorong perlindungan keanekaragaman hayati dalam sebuah wilayah ekosistem, lanskap hingga yurisdiksi yang berkontribusi pada pencapaian global.
Serta, merancang Business case, Investment Case, dan Policy Brief untuk melihat tantangan dan peluang untuk bisa memobilisasi investasi hijau masuk di sebuah Yurisdiksi yang memiliki komitmen.
Diprakarsai oleh Cocoa Sustainability Partnership (CSP), Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), Inisiatif Dagang Hijau (IDH), IPMI Case Centre, Filantropi Indonesia, Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), Landscape Indonesia, Partnership for Indonesia’s Sustainable Agriculture (PISAgro) dan Tropical Forest Alliance (TFA) yang tergabung dalam kolaborasi mengarusutamakan pendekatan yurisdiksi melalui JCAF.
Sebagai salah satu inisiator JCAF, lead secretariat JCAF, Rizal Algamar melihat dialog yang sudah dilangsungkan selama lima kali melihat ini sebagai bentuk kolaborasi strategis untuk mendorong realisasi investasi masuk ke yurisdiksi yang didorong bersama-sama lintas sektoral oleh para pihak untuk mendukung capaian pemerintah. Baik di Indonesia, maupun di Malaysia.
"Sebuah apresiasi terhadap komitmen pemerintah dalam pembangunan rendah karbon dan sustainable forest management (SFM) yang tercermin dalam penurunan laju deforestasi yang signifikan. Capaian ini didukung juga oleh kontribusi berbagai pihak," ujarnya dalam siaran pers, Selasa (21/12/2021).
Berbagai pihak itu di antaranya, swasta, baik dari sektor kakao, kelapa sawit, dan forestry.Kemudian masyarakat sipil lewat upaya restorasi, inklusivitas petani swadaya dan praktik pertanian berkelanjutan, serta penghargaan hak masyarakat adat.
Dialog lintas pemerhati dan praktisi Jurisdiksi menjadi penting untuk mendorong akselerasi investasi hijau dan keterlibatan antar pihak untuk mendorong capaian pemerintah, sekaligus solusi konkret atas komitmen pemerintah dalam pencapaian NDC dan menjaga suhu bumi di bawah 1,5 derajat.
Sebagai bagian dari rantai pasok, para petani kakao memiliki visi pragmatis dan inspiratif dalam meningkatkan produktivitas komoditasnya bersama seluruh aktor di rantai pasok lainnya untuk mengurangi tantangan terhadap perluasan lahan.
Dalam praktiknya, proses tersebut membutuhkan pendekatan terpadu di tingkat yurisdiksi dengan cara menyelaraskan tujuan keberlanjutan lingkungan serta pertumbuhan ekonomi pada sebuah wilayah administratif. Pendekatan itu dikenal dengan Pendekatan Yurisdiksi (Jurisdiction Approach/JA).
JA menjadi komponen strategis yang memotivasi partisipasi seluruh pemangku kepentingan untuk mendukung peningkatan sumber-sumber produksi, khususnya bagi petani kakao.
Dialog Jurisdiction Collective Action Forum (JCAF) ke-5 menjadi wadah dialog strategis para pemimpin bisnis untuk mengupayakan penerapan bisnis yang berkelanjutan, mendorong perlindungan keanekaragaman hayati dalam sebuah wilayah ekosistem, lanskap hingga yurisdiksi yang berkontribusi pada pencapaian global.
Serta, merancang Business case, Investment Case, dan Policy Brief untuk melihat tantangan dan peluang untuk bisa memobilisasi investasi hijau masuk di sebuah Yurisdiksi yang memiliki komitmen.
Diprakarsai oleh Cocoa Sustainability Partnership (CSP), Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), Inisiatif Dagang Hijau (IDH), IPMI Case Centre, Filantropi Indonesia, Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), Landscape Indonesia, Partnership for Indonesia’s Sustainable Agriculture (PISAgro) dan Tropical Forest Alliance (TFA) yang tergabung dalam kolaborasi mengarusutamakan pendekatan yurisdiksi melalui JCAF.
Sebagai salah satu inisiator JCAF, lead secretariat JCAF, Rizal Algamar melihat dialog yang sudah dilangsungkan selama lima kali melihat ini sebagai bentuk kolaborasi strategis untuk mendorong realisasi investasi masuk ke yurisdiksi yang didorong bersama-sama lintas sektoral oleh para pihak untuk mendukung capaian pemerintah. Baik di Indonesia, maupun di Malaysia.
"Sebuah apresiasi terhadap komitmen pemerintah dalam pembangunan rendah karbon dan sustainable forest management (SFM) yang tercermin dalam penurunan laju deforestasi yang signifikan. Capaian ini didukung juga oleh kontribusi berbagai pihak," ujarnya dalam siaran pers, Selasa (21/12/2021).
Berbagai pihak itu di antaranya, swasta, baik dari sektor kakao, kelapa sawit, dan forestry.Kemudian masyarakat sipil lewat upaya restorasi, inklusivitas petani swadaya dan praktik pertanian berkelanjutan, serta penghargaan hak masyarakat adat.
Dialog lintas pemerhati dan praktisi Jurisdiksi menjadi penting untuk mendorong akselerasi investasi hijau dan keterlibatan antar pihak untuk mendorong capaian pemerintah, sekaligus solusi konkret atas komitmen pemerintah dalam pencapaian NDC dan menjaga suhu bumi di bawah 1,5 derajat.