Muhaimin Ingatkan Masyarakat Bahaya Revolusi Teknologi 5.0
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar mengingatkan bahaya revolusi teknologi society 5.0 bagi masyarakat Indonesia. Jangan sampai hanya mengambil sampah teknologinya saja sedangkan kemajuan dan produktivitasnya tidak diambil.
“Contoh sederhana sampah teknologi, lebih banyak instragramnya berisi akting daripada subtansi. Lebih banyak foto-foto tidak produktif dari pada pendidikan. Termasuk instagram saya, masih menampilkan foto-foto tidak produktif,” katanya saat membuka Lokakarya Peran Pengasuh Pesantren Putri Dalam Implementasi SDG’s Berkelanjutan yang diadakan Forum Pengasuh Pesantren Putri (FASATRI) di Hotel AONE, Senin (20/12/2021).
Menurut Gus Muhaimin panggilan akrab Muhaimin Iskandar, society 5.0 muncul sebagai antisipasi atas isu disrupsi akibat revolusi 4.0 yang melahirkan ketidakpastian, kompleksitas dan ambiguitas. “Sekarang memang semua serba internet, serba teknologi. Satu handphone dapat menyelesaikan banyak persoalan dalam 24 jam. Wajar kalau kita tidak bisa lepas dari handphone,” ujarnya.
Dengan kemajuan teknologi, kata Gus Muhaimin, semua menjadi lebih murah. Tidak perlu lagi kertas, tidak perlu lagi printer. Pabrik kertas tidak laku lagi. “Itu bagus, satu lembar kertas bisa menggunakan sekian pohon. Sebentar lagi pun rapot-rapot siswa tidak perlu dicetak, cukup lewat handphone. Di Yogya sudah berlaku, rapor siswa tidak lagi di cetak semua sudah lewat handpohne. Orang tua dapat langsung mengontrol anaknya lewat handphone,” tutur dia.
Gus Muhaimin menambahkan, tidak ada satu pun masyarakat Indonesia yang tidak menyesuaikan diri dengan revolusi society 5.0. Sebab, jika tidak dapat menyesuaikan diri akan tertinggal. “Peneliti asal Jepang menyimpulkan bahwa revolusi society 5.0 akan menimbulkan ketidakpastian kompleks dan ambigu. Ketidaktidakpastian dalam arti ketidaksiapan nasyarakat dalam menghadapai tradisi. Ambigu sendiri berarti terjadi dua dunia, dunia lama dan baru dalam satu titik yang semakin tidak jelas,” katanya.
Gus Muhaimin yang juga Ketua Umum DPP PKB, di Jakarta dampak revolusi society 5.0 sudah sangat terlihat. Anak-anak muda tidak lagi bertetangga, berkomunikasi, bahkan tidak bertemu melalui fisik tapi lebih bertangga melalui handphone.
”Menghubungi anak-anak sudah susah melalui telepon ataupun WA. Lebih cepat melalui DM Instagram, karana di WA belum tentu satu jam di balas, tapi kalau lewat DM instagram, mereka bertetangga. Sosial media bukan menjadi nilai tambah malah menjadi nilai tak berarti. Semua harus lebih efisien, cepat, murah,” katanya.
Di tempat sama, Ketua FASATRI, Hindun Anisah, menyoroti kehadiran pesantren putri yang lebih digdaya dengan melek akan teknologi. Dengan memahami teknologi, ruang perjuangan santri semakin baik, terutama santri perempuan. “Digitalisasi sejalan dengan pesantren,” tutur Pimpinan Pondek Pesantren Hasyim Asy’ari, Bangsari, Jepara.
“Contoh sederhana sampah teknologi, lebih banyak instragramnya berisi akting daripada subtansi. Lebih banyak foto-foto tidak produktif dari pada pendidikan. Termasuk instagram saya, masih menampilkan foto-foto tidak produktif,” katanya saat membuka Lokakarya Peran Pengasuh Pesantren Putri Dalam Implementasi SDG’s Berkelanjutan yang diadakan Forum Pengasuh Pesantren Putri (FASATRI) di Hotel AONE, Senin (20/12/2021).
Menurut Gus Muhaimin panggilan akrab Muhaimin Iskandar, society 5.0 muncul sebagai antisipasi atas isu disrupsi akibat revolusi 4.0 yang melahirkan ketidakpastian, kompleksitas dan ambiguitas. “Sekarang memang semua serba internet, serba teknologi. Satu handphone dapat menyelesaikan banyak persoalan dalam 24 jam. Wajar kalau kita tidak bisa lepas dari handphone,” ujarnya.
Dengan kemajuan teknologi, kata Gus Muhaimin, semua menjadi lebih murah. Tidak perlu lagi kertas, tidak perlu lagi printer. Pabrik kertas tidak laku lagi. “Itu bagus, satu lembar kertas bisa menggunakan sekian pohon. Sebentar lagi pun rapot-rapot siswa tidak perlu dicetak, cukup lewat handphone. Di Yogya sudah berlaku, rapor siswa tidak lagi di cetak semua sudah lewat handpohne. Orang tua dapat langsung mengontrol anaknya lewat handphone,” tutur dia.
Gus Muhaimin menambahkan, tidak ada satu pun masyarakat Indonesia yang tidak menyesuaikan diri dengan revolusi society 5.0. Sebab, jika tidak dapat menyesuaikan diri akan tertinggal. “Peneliti asal Jepang menyimpulkan bahwa revolusi society 5.0 akan menimbulkan ketidakpastian kompleks dan ambigu. Ketidaktidakpastian dalam arti ketidaksiapan nasyarakat dalam menghadapai tradisi. Ambigu sendiri berarti terjadi dua dunia, dunia lama dan baru dalam satu titik yang semakin tidak jelas,” katanya.
Gus Muhaimin yang juga Ketua Umum DPP PKB, di Jakarta dampak revolusi society 5.0 sudah sangat terlihat. Anak-anak muda tidak lagi bertetangga, berkomunikasi, bahkan tidak bertemu melalui fisik tapi lebih bertangga melalui handphone.
”Menghubungi anak-anak sudah susah melalui telepon ataupun WA. Lebih cepat melalui DM Instagram, karana di WA belum tentu satu jam di balas, tapi kalau lewat DM instagram, mereka bertetangga. Sosial media bukan menjadi nilai tambah malah menjadi nilai tak berarti. Semua harus lebih efisien, cepat, murah,” katanya.
Di tempat sama, Ketua FASATRI, Hindun Anisah, menyoroti kehadiran pesantren putri yang lebih digdaya dengan melek akan teknologi. Dengan memahami teknologi, ruang perjuangan santri semakin baik, terutama santri perempuan. “Digitalisasi sejalan dengan pesantren,” tutur Pimpinan Pondek Pesantren Hasyim Asy’ari, Bangsari, Jepara.
(cip)