Jaksa Agung Ajak Ubah Cara Pikir Berantas Korupsi pada Perbaikan Sistem
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jaksa Agung ST Burhanuddin menekankan, Kejaksaan sebagai aparat penegak hukum sangat berkepentingan terhadap tinggi-rendahnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Berdasarkan data Transparency International, IPK Indonesia tahun 2020 sebesar 37, dari sebelumnya IPK Tahun 2019 sebesar 40.
Baca Juga: Jaksa Agung
Baca juga: Kesungguhan Memberantas Korupsi
"Dengan turut berorientasi pada perbaikan sistem, yaitu dengan memperhatikan beberapa indikator dalam IPK," kata Burhanuddin dalam keterangan pers, Minggu (28/11/2021).
Menurutnya, jika hal ini dilakukan secara simultan dan penuh integritas, Jaksa Agung yakin akan mempersempit celah bagi para oknum untuk melakukan perilaku koruptif.
"Sehingga akan menciptakan iklim usaha yang sehat dan kompetitif. Di samping itu, Kejaksaan selaku instansi penegak hukum harus terus meningkatkan performa," ucap Burhanuddin.
Sementara Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, dalam penanganan perkara korupsi, Jaksa Agung selalu menekankan kepada setiap satuan kerja, agar menggunakan hati nurani dan mengedepankan kearifan.
"Serta memperhatikan kualitas perkara seperti status sosial pelaku di mata masyarakat, besaran nilai kerugian negara, besaran nilai pengembalian kerugian negara, kompleksitas perkara, dan jika memungkinkan sekaligus mengangkat kasus Tindak Pidana Pencucian Uang-nya (TPPU)," jelasnya.
"Perkara korupsi tidak hanya berasal dari pengadaan barang dan jasa, tetapi juga bisa dari sektor-sektor yang menjadi sumber pemasukan daerah. Lakukan penegakan hukum yang dapat mendukung investasi, Jaksa Agung menekankan pengarahannya," tambahnya.
Jaksa Agung selanjutnya menyampaikan, bahwa tolok ukurnya dalam menilai kinerja Kajati dan Kajari beserta jajarannya, tidak sebatas pada jumlah penyelidikan dan penyidikan yang dikerjakan, tetapi juga jumlah perkara yang ditingkatkan ke tahap penuntutan.
"Langkah ini saya ambil untuk menjaga kualitas penyelidikan dan penyidikan saudara, sehingga saudara tidak asal memiliki produk perkara. Buktikan kepada masyarakat bahwa Kejaksaan semakin mampu mengungkap perkara besar dan berkualitas," ujar Jaksa Agung.
Jaksa Agung mengungkapkan, memberantas tindak pidana korupsi harus dilakukan secara berimbang antara pendekatan pencegahan (preventif) dan penindakan (represif) yang saling sinergis, komplementer, terintegrasi dan proporsional.
Menurutnya, penanganan suatu perkara tidak hanya sekadar mempidanakan pelaku dan mengembalikan kerugian negara, namun juga harus dapat memberikan solusi perbaikan sistem agar tidak terulang di kemudian hari.
"Untuk itu, saya tegaskan pentingnya sinergitas bidang Pidana Khusus serta Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara sangat diperlukan untuk penegakan hukum yang konstruktif. Karena sebanyak apa pun penuntutan yang dilakukan, dan sebanyak apa pun pengembalian kerugian negara tanpa diikuti dengan perubahan konstruktif, maka kita belum sepenuhnya melakukan penegakan hukum," ujarnya.
Oleh karenanya Burhanuddin menegaskan, terhadap setiap instansi yang telah berhasil dibuktikan tindak pidana korupsinya oleh bidang Pidana Khusus, dia meminta Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri sedapat mungkin untuk mengerahkan jajaran perdata dan tata usaha negara guna melakukan audit terhadap tata kelola.
"Sehingga terjadi perbaikan sistem pada instansi tersebut, dan diharapkan pada instansi tersebut tidak terulang tindak pidana korupsi yang lebih disebabkan karena rendahnya sistem dan tata kelola," tutupnya.
Baca Juga: Jaksa Agung
Baca juga: Kesungguhan Memberantas Korupsi
"Dengan turut berorientasi pada perbaikan sistem, yaitu dengan memperhatikan beberapa indikator dalam IPK," kata Burhanuddin dalam keterangan pers, Minggu (28/11/2021).
Menurutnya, jika hal ini dilakukan secara simultan dan penuh integritas, Jaksa Agung yakin akan mempersempit celah bagi para oknum untuk melakukan perilaku koruptif.
"Sehingga akan menciptakan iklim usaha yang sehat dan kompetitif. Di samping itu, Kejaksaan selaku instansi penegak hukum harus terus meningkatkan performa," ucap Burhanuddin.
Sementara Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, dalam penanganan perkara korupsi, Jaksa Agung selalu menekankan kepada setiap satuan kerja, agar menggunakan hati nurani dan mengedepankan kearifan.
"Serta memperhatikan kualitas perkara seperti status sosial pelaku di mata masyarakat, besaran nilai kerugian negara, besaran nilai pengembalian kerugian negara, kompleksitas perkara, dan jika memungkinkan sekaligus mengangkat kasus Tindak Pidana Pencucian Uang-nya (TPPU)," jelasnya.
"Perkara korupsi tidak hanya berasal dari pengadaan barang dan jasa, tetapi juga bisa dari sektor-sektor yang menjadi sumber pemasukan daerah. Lakukan penegakan hukum yang dapat mendukung investasi, Jaksa Agung menekankan pengarahannya," tambahnya.
Jaksa Agung selanjutnya menyampaikan, bahwa tolok ukurnya dalam menilai kinerja Kajati dan Kajari beserta jajarannya, tidak sebatas pada jumlah penyelidikan dan penyidikan yang dikerjakan, tetapi juga jumlah perkara yang ditingkatkan ke tahap penuntutan.
"Langkah ini saya ambil untuk menjaga kualitas penyelidikan dan penyidikan saudara, sehingga saudara tidak asal memiliki produk perkara. Buktikan kepada masyarakat bahwa Kejaksaan semakin mampu mengungkap perkara besar dan berkualitas," ujar Jaksa Agung.
Jaksa Agung mengungkapkan, memberantas tindak pidana korupsi harus dilakukan secara berimbang antara pendekatan pencegahan (preventif) dan penindakan (represif) yang saling sinergis, komplementer, terintegrasi dan proporsional.
Menurutnya, penanganan suatu perkara tidak hanya sekadar mempidanakan pelaku dan mengembalikan kerugian negara, namun juga harus dapat memberikan solusi perbaikan sistem agar tidak terulang di kemudian hari.
"Untuk itu, saya tegaskan pentingnya sinergitas bidang Pidana Khusus serta Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara sangat diperlukan untuk penegakan hukum yang konstruktif. Karena sebanyak apa pun penuntutan yang dilakukan, dan sebanyak apa pun pengembalian kerugian negara tanpa diikuti dengan perubahan konstruktif, maka kita belum sepenuhnya melakukan penegakan hukum," ujarnya.
Oleh karenanya Burhanuddin menegaskan, terhadap setiap instansi yang telah berhasil dibuktikan tindak pidana korupsinya oleh bidang Pidana Khusus, dia meminta Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri sedapat mungkin untuk mengerahkan jajaran perdata dan tata usaha negara guna melakukan audit terhadap tata kelola.
"Sehingga terjadi perbaikan sistem pada instansi tersebut, dan diharapkan pada instansi tersebut tidak terulang tindak pidana korupsi yang lebih disebabkan karena rendahnya sistem dan tata kelola," tutupnya.
(maf)