Puteri Komarudin Minta Pemerintah Aktif Laporkan Dana Corona

Kamis, 04 Juni 2020 - 16:49 WIB
loading...
Puteri Komarudin Minta Pemerintah Aktif Laporkan Dana Corona
Anggota Komisi XI DPR Puteri Komarudin. Foto/dpr.go.id
A A A
JAKARTA - Pemerintah mengalokasikan anggaran sangat besar di berbagai bidang dalam APBN 2020 untuk menangani pandemi virus Corona atau Covid-19 , yakni mencapai Rp405,1 triliun.

Anggaran tersebut dialokasikan untuk sektor kesehatan Rp75 triliun, insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat Rp70,1 triliun, Rp110 triliun untuk perlindungan sosial, dan Rp150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.

Anggota Komisi XI DPR Puteri Komarudin mengatakan, untuk mengawasi penggunaan anggaran tersebut, Komisi XI aktif melakukan rapat kerja dengan sejumlah mitra kerja yang menjadi aktor-aktor kunci dalam hal pelaksanaan program anggaran antara lain Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, maupun Otoritas Jasa Keuangan.

"Kita terus lakukan lakukan rapat dengan mitra kerja kami. Bahkan saat masa reses ini atas seizin pimpinan DPR, evaluasi untuk penanganan Covid-19 tak akan berhenti," ujar Puteri dalam Live IG SINDOnews bertajuk Arah Ekonomi Pasca-19.

Puteri mengatakan, pihaknya mendorong pemerintah untuk menjaga efektivitas berbagai kegiatan penanganan Covid-19, termasuk dalam pengucuran dana likuiditas.

"Sebab ini bisa sangat berbahaya apabila digunakan untuk hal-hal yang terkait keuntungan pribadi. Tanggung jawab sebesar itu bisa menimbulkan moral hazard bagi aktor-aktor yang ada di sana makanya kita terus mengimbau pemerintah untuk melaporkan hasil-hasil dari seluruh program penanganan Covid-19 kepada Komisi XI," tuturnya.

Politikus muda Partai Golkar ini mengingatkan seluruh pemegang kebijakan dan pelaksana program untuk melakukan program ini secara selektif dan tepat sasaran karena ini menyangkut keuangan negara yang harus dipertanggungjawabkan.

"Ini jumlahnya sangat besar, Rp405,1 tiliun," katanya.

Puteri juga menyoroti distribusi bantuan sosial (bansos). Dirinya mengaku banyak menerima laporan di lapangan distribusi bantuan yang tidak tepat sasaran akibat pendataan yang tidak valid.

"Banyak laporan masyarakat, mereka yang mampu malah dapat bansos, dan yang tidak mampu malah tidak dapat. Ini reminder bagi kita ketika ada sensus penduduk, kita semua harus membantu pemerintah membenahi masalah data," katanya.

Menurut Puteri, penyaluran bansos ini rawan diselewengkan. Karena itu, pihaknya akan terus melakukan pengawasan.

"Kita juga minta masyarakat membantu mengawasi agar bansos-bansos yang ada memang difokuskan untuk masyarakat yang kurang mampu dan bisa sampai dengan baik, tepat sasaran," paparnya. ( )

Dalam hal pemulihan ekonomi akibat Covid-19, Puteri meminta pemerintah untuk memberikan perhatian di sektor UMKM.

"Kalau kita kaji dari langkah-langkah pemerintah, sudah ada program Pemulihan Ekonomi Nasional itu ada intensif langsung untuk UMKM dalam hal relaksasi kredit itu sangat baik, meski pelaksanaannya belum optimal dalam hal teknis, itu yang perlu dievaluasi," katanya.

Menurut Puteri, sektor UMKM menyerap 97-98% lapangan kerja dan industri di Indonesia sekitar 90%-an juga masih industri skala UMKM.

"Jadi ketika pada krisis 2008 UMKM kita mampu bertahan maka harus didorong untuk bisa bertahan di krisis tahun ini," urainya.

Disinggung mengenai kebijakan new normal atau pola hidup baru berdampingan dengan Covid-19, Puteri mengatakan pelaksanaan new normal harus disertai protokol kesehatan yang komprehensif.
"Ketentuan dalam protokol kesehatan ini harusnya dibahas bersama-bersama dan dibuat setransparan mungkin antar- stakeholder terkait sehingga tidak ada lagi kesalahpahaman atau berita yang yang berbeda dari masing-masing pelaksana kebijakan," katanya.

Pihaknya juga mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan juga pendapat dari kalangan masyarakat, akademisi dan dunia usaha yang sangat terdampak pandemi Covid-19.

"Kebijakan akan optimal dan efektif apabila ada kesepahaman antara semua pemangku kebijakan. Hal ini yang menurut saya pribadi membuat kebijakan kurang optimal karena banyaknya tafsiran yang berbeda-beda tersebut. Kita harus bisa belajar dari kesalahan yang lalu dalam pelaksanaan new normal ini," urainya.
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2541 seconds (0.1#10.140)