Ke(tidak)teraturan Bangsa

Kamis, 04 Juni 2020 - 04:23 WIB
loading...
A A A
Perubahan sikap Indonesia ke arah yang lebih serius mulai terjadi setelah ada warga Indonesia yang dinyatakan terkena
virus ini (awal Maret). Sejak saat itu sikap Indonesia lebih serius dalam menghadapi problem Covid-19, khususnya setelah jumlah korban yang dinyatakan positif terkena virus ini (atau bahkan sampai pada tahap meninggal) semakin bertambah banyak.

Semoga perubahan sikap pemerintah ini tidak terlambat. Adalah sangat penting bagi masyarakat untuk mendukung langkah-langkah pemerintah saat ini.

Hingga virus ini tidak terus memakan korban. Kedua, problem sinergi antarelemen kepemimpinan, mulai dari kepemimpinan di level nasional, provinsi, hingga kabupaten.

Sejatinya, elemen kepemimpinan yang ada telah memiliki batas wilayah dan otoritas yang jelas, sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun, batas-batas yang ada acap menjadi kabur ketika menghadapi masalah besar seperti Covid-19.

Alih-alih saling bekerjasama untuk mengedepankan kepentingan masyarakat luas, antarelemen kepemimpinan yang ada terkesan saling bersaing, berebut panggung, bahkan berebut otoritas (minimal pada masa-masa awal terjadinya masalah ini).

Ironisnya adalah ketika segenap elemen kepemimpinan sibuk memperebutkan hal-hal yang seakan tak jelas (padahal sebenarnya jelas), masyarakat justru semakin banyak yang terkena virus ini.

Ketiga, problem keteraturan sebagai satu bangsa. Istilah keteraturan minimal mengharuskan adanya tiga hal, yaitu adanya mereka yang mengatur, aturan yang diberlakukan, dan adanya mereka yang diatur. Dalam menghadapi Covid-19, tiga
prasyarat keteraturan di atas terlihat menjadi masalah yang sangat serius.

Di level mereka yang mengatur, contohnya, ada sejumlah persoalan serius yang berdampak pada wibawa dan karisma
mereka di hadapan masyarakat, di antaranya, penguasaan dan keseriusan pihak terkait dalam menghadapi masalah ini (setidaknya pada masa-masa awal munculnya pandemi ini).

Begitu juga dengan masalah tidak kompaknya satu elemen pemimpin dengan elemen yang lain, khususnya antara pusat
dan daerah. Semua ini telah membuat berkurangnya wibawa kepemimpinan di hadapan masyarakat.

Sementara di level peraturan yang diberlakukan, contohnya, tidak ada kesamaan aturan maupun hukuman bagi yang melanggar peraturan yang ada. Hal ini terjadi karena peraturan yang ada hanya bersifat imbauan, bukan sebuah keharusan. Akibatnya adalah ada sebagian pihak yang mungkin sudah sejak awal melakukan segala aktivitasnya di dalam rumah (sesuai dengan arahan pemerintah).
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1851 seconds (0.1#10.140)