Dinamika Profesi Guru, antara Honorer, PPPK, dan ASN

Selasa, 19 Oktober 2021 - 11:49 WIB
loading...
A A A
Guru di sekolah sekolah swasta yang kategori bukan sekolah bonafit pun punya cerita yang tidak terlalu jauh berbeda. Honor mereka dihitung per jam mengaja. Salah satu sekolah swasta di Kecamatan Solear, Kabupaten Tangerang misalnya, menetapkan honor gurunya sebesar Rp35.000 per jam pelajaran (JP) per minggu.

Hitungan tersebut tidak dikalikan banyaknya pertemuan dalam satu bulan. Melainkan nominal akhir yang akan diterima selama satu bulan. Misal, guru A mengajar di sekolah tersebut sebanyak 20 JP per minggu. Hitungannya adalah 10 JP x Rp35.000 = Rp350.000. Nah, nominal tersebutlah yang akan diterima oleh guru A tersebut tiap bulannya dari sekolah tersebut. Ilustrasi tersebut berdasarkan pengalaman pribadi yang dirasakan penulis saat ini.

Maka tak heran bila muncul istilah "guru terbang". Guru yang masih berstatus honor tersebut harus mengajar lebih dari satu sekolah. Ada bahkan yang harus mengajar di 3-4 sekolah agar mereka punya sesi atau jam mengajar yang banyak. Sehingga bila dikalkulasi akhir nominal akhirnya bisa lebih layak untuk hidup mereka.

Hingga detik ini, menjadi seorang ASN/PNS adalah harapan besar bagi sebagian teman-teman, termasuk juga profesi guru. Mereka siap melakukan "apa saja" agar cita-cita tersebut terwujud. Nah, model seperti inilah yang mewarnai pemberitaan di media dimana ada beberapa orang yang tertipu oleh oknum yang mengaku bisa menjadikannya sebagai seorang PNS.

Perlu diakui bahwa pemerintah memang mulai menata mekanisme rekruitmen penerimaan CPNS dengan menerapkan tes berbasis komputer. Sehingga proses seleksi CPNS beberapa tahun ini terbilang cukup obyektif. Namun sistem seleksi CPNS ini tentu tidak berpihak bagi guru honorer yang usianya sudah 35 plus meski mereka sudah cukup lama mengabdi di sekolah tersebut.

Pasalnya, berdasarkan peraturan yang ada sebagaimana tertuang pada laman resmi Badan Kepegawaian Negara (BKN), bahwa salah satu syarat mendaftar ASN/PNS yakni calon peserta harus berusia maksimal 35 tahun.

Diskriminasi Kebijakan?
Kebijakan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi ( Mendikbudristek ), Nadiem Anwar Makarim sedikit memberikan angin segar bagi guru honorer yang sudah berusia 35 tahun plus. Pasalnya, beliau melalui streaming Youtube channel Kemendikbudristek RI, edisi 22 November 2020, mengumumkan akan membuka seleksi ASN guru lebih dari 1 juta formasi. Tentu kebijakan tersebut dibarengi dengan "catatan-catatan khusus".

Meski berstatus ASN, namun kategori mereka nanti adalah sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (4) UU No 5/2014, menjelaskan bahwa PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan.

Serupa tapi tak sama. PNS maupun PPPK, keduanya adalah sama-sama sebagai ASN. Hak-hak yang akan diterima pun sama, dari gaji pokok hingga tunjangan-tunjangan yang akan diterima kedua status ASN tersebut tunjangan keluarga, tunjangan pangan, dan tunjangan jabatan. Sebagaimana hal tersebut telah diatur dalam penjelasan yang tertulis di dalam Perpres No 98/2020 tentang Gaji dan Tunjangan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.

Bedanya jelas bahwa PNS punya kedudukan dan posisi yang lebih "aman" dibanding PPPK. Ya namanya juga dikontrak, tinggal dilihat berapa lama dikontraknya serta mekanisme untuk kelanjutan kontrak nya seperti apa.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1976 seconds (0.1#10.140)