Tampil di Unnes, Ketua DPD RI: Jangan Lahirkan Nilai Kebangsaan Semu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah persoalan diangkat Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti saat tampil di hadapan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Semarang (Unnes) , Sabtu (9/10/2021). Senator asal Jawa Timur ini membahas masalah kebangsaan hingga pentingnya melakukan amendemen Konstitusi.
"Saya senang dan bangga, kampus dan para mahasiswa masih mau membicarakan salah satu persoalan fundamental bangsa ini, yaitu nilai kebangsaan dan kebhinekaan," tuturnya dalam kegiatan yang mengangkat tema 'Aktualisasi Nilai Kebangsaan dalam Merajut Kebhinekaan' tersebut.
LaNyalla menjelaskan, nilai kebangsaan dan kebinekaan mulai luntur belakangan ini. "Bahkan, berubah makna dan fungsi. Dan hanya menjadi jargon politik semata. Padahal nilai-nilai kebangsaan penting untuk dibumikan. Karena, nilai-nilai kebangsaan adalah jati diri bangsa, sekaligus benang merah untuk melihat sejarah lahirnya bangsa dan negara ini," katanya.
Dia menegaskan, jika nilai-nilai dari Pancasila telah berubah makna atau sudah tidak sejalan dengan bunyi Pasal-Pasal dalam Undang-Undang Dasar yang telah mengalami empat kali perubahan di tahun 1999 hingga 2002, yang terjadi hanyalah nilai kebangsaan semu.
"Kebangsaan semu akan terjadi bila kebinekaan hanya diwujudkan dengan keberagaman yang semu melalui acara-acara seremonial. Dan ini adalah nilai kebangsaan yang palsu. Yang hanya sebatas etalase dan jargon," katanya.
LaNyalla menjelaskan, Pancasila memang karya luhur para pendiri bangsa yang luar biasa. "Saya akui itu. Oleh karena itu, kita bersyukur bahwa bangsa ini telah bersepakat untuk tidak mengubah isi Pembukaan Undang-Undang Dasar, yang di dalamnya terkandung Pancasila. Saya sering katakan di beberapa kesempatan, bahwa bila Pancasila kita terapkan dengan benar dan konsekuen, maka negara ini akan menjadi negara yang besar. Karena memang Pancasila adalah way of life yang paling tepat dan sesuai dengan DNA bangsa Indonesia," urainya.
Tetapi sebaliknya, sambung LaNyalla, bila Pancasila hanya dibacakan saja di upacara dan peringatan hari kelahiran Pancasila, tanpa dibumikan, maka ibarat raga tanpa jiwa, Pancasila akan menjadi zombie alias walking dead.
"Apalagi jika kita lihat dan cermati isi amandemen Konstitusi yang terjadi di tahun 1999 hingga 2002 silam, dimana kita telah mengubah banyak pasal, yang nyaris tidak nyambung lagi dengan nilai-nilai dan butir-butir Pancasila sebagai ideologi bangsa," katanya.
Mantan Ketua Umum PSSI ini menjelaskan, sejak Amandemen tersebut, Indonesia seolah melepaskan diri dari DNA Asli Bangsa ini. Karena suara atau pendapat hanya dihitung sebagai angka melalui voting di Parlemen dan Pemilu. Bukan lagi ditimbang pikirannya.
"Masalahnya, kita seolah tidak punya lagi ruang untuk musyawarah. Karena hanya akan berakhir dengan perdebatan dandeadlock. Bahkan bisa berujung ke pengadilan," jelasnya.
Alumni Universitas Brawijaya itu mengatakan, DPD RI akan mendapatkan dorongan energi, bila mahasiswa Indonesia, menjadikan agenda amendemen Konstitusi sebagai momentum yang sama. Yaitu, momentum untuk melakukan koreksi atas arah perjalanan bangsa. Menurutnya, di sinilah gerakan strategis dan taktis dari mahasiswa dibutuhkan oleh bangsa.
"Karena itulah, saya sering datang ke kampus-kampus untuk menggugah kesadaran publik. Untuk memantik pemikiran kaum terdidik dan para cendekiawan agar terbangun dalam suasana kebatinan yang sama, yaitu untuk memikirkan bagaimana Indonesia ke depan lebih baik. Agar Indonesia bisa menjadi negara seperti yang dicita-citakan para pendiri bangsa ini. Bukan negara dengan mazhab kapitalisme liberal," katanya.
Lihat Juga: Salah Satu PTN Favorit di Jateng, Ini 22 Jurusan Terbaik di Unnes Paling Direkomendasikan
"Saya senang dan bangga, kampus dan para mahasiswa masih mau membicarakan salah satu persoalan fundamental bangsa ini, yaitu nilai kebangsaan dan kebhinekaan," tuturnya dalam kegiatan yang mengangkat tema 'Aktualisasi Nilai Kebangsaan dalam Merajut Kebhinekaan' tersebut.
LaNyalla menjelaskan, nilai kebangsaan dan kebinekaan mulai luntur belakangan ini. "Bahkan, berubah makna dan fungsi. Dan hanya menjadi jargon politik semata. Padahal nilai-nilai kebangsaan penting untuk dibumikan. Karena, nilai-nilai kebangsaan adalah jati diri bangsa, sekaligus benang merah untuk melihat sejarah lahirnya bangsa dan negara ini," katanya.
Dia menegaskan, jika nilai-nilai dari Pancasila telah berubah makna atau sudah tidak sejalan dengan bunyi Pasal-Pasal dalam Undang-Undang Dasar yang telah mengalami empat kali perubahan di tahun 1999 hingga 2002, yang terjadi hanyalah nilai kebangsaan semu.
"Kebangsaan semu akan terjadi bila kebinekaan hanya diwujudkan dengan keberagaman yang semu melalui acara-acara seremonial. Dan ini adalah nilai kebangsaan yang palsu. Yang hanya sebatas etalase dan jargon," katanya.
LaNyalla menjelaskan, Pancasila memang karya luhur para pendiri bangsa yang luar biasa. "Saya akui itu. Oleh karena itu, kita bersyukur bahwa bangsa ini telah bersepakat untuk tidak mengubah isi Pembukaan Undang-Undang Dasar, yang di dalamnya terkandung Pancasila. Saya sering katakan di beberapa kesempatan, bahwa bila Pancasila kita terapkan dengan benar dan konsekuen, maka negara ini akan menjadi negara yang besar. Karena memang Pancasila adalah way of life yang paling tepat dan sesuai dengan DNA bangsa Indonesia," urainya.
Tetapi sebaliknya, sambung LaNyalla, bila Pancasila hanya dibacakan saja di upacara dan peringatan hari kelahiran Pancasila, tanpa dibumikan, maka ibarat raga tanpa jiwa, Pancasila akan menjadi zombie alias walking dead.
"Apalagi jika kita lihat dan cermati isi amandemen Konstitusi yang terjadi di tahun 1999 hingga 2002 silam, dimana kita telah mengubah banyak pasal, yang nyaris tidak nyambung lagi dengan nilai-nilai dan butir-butir Pancasila sebagai ideologi bangsa," katanya.
Mantan Ketua Umum PSSI ini menjelaskan, sejak Amandemen tersebut, Indonesia seolah melepaskan diri dari DNA Asli Bangsa ini. Karena suara atau pendapat hanya dihitung sebagai angka melalui voting di Parlemen dan Pemilu. Bukan lagi ditimbang pikirannya.
"Masalahnya, kita seolah tidak punya lagi ruang untuk musyawarah. Karena hanya akan berakhir dengan perdebatan dandeadlock. Bahkan bisa berujung ke pengadilan," jelasnya.
Alumni Universitas Brawijaya itu mengatakan, DPD RI akan mendapatkan dorongan energi, bila mahasiswa Indonesia, menjadikan agenda amendemen Konstitusi sebagai momentum yang sama. Yaitu, momentum untuk melakukan koreksi atas arah perjalanan bangsa. Menurutnya, di sinilah gerakan strategis dan taktis dari mahasiswa dibutuhkan oleh bangsa.
"Karena itulah, saya sering datang ke kampus-kampus untuk menggugah kesadaran publik. Untuk memantik pemikiran kaum terdidik dan para cendekiawan agar terbangun dalam suasana kebatinan yang sama, yaitu untuk memikirkan bagaimana Indonesia ke depan lebih baik. Agar Indonesia bisa menjadi negara seperti yang dicita-citakan para pendiri bangsa ini. Bukan negara dengan mazhab kapitalisme liberal," katanya.
Lihat Juga: Salah Satu PTN Favorit di Jateng, Ini 22 Jurusan Terbaik di Unnes Paling Direkomendasikan
(zik)