Atas Nama Jenama dan Jemawa Proyek
loading...
A
A
A
Titik. Selesaikah? Tidak! Di balik perhelatan proyek besar itu tumbuhlah simalakama untuk para dwija, guru spesialis mapel Bahasa Jawa. Ini biangnya.
Bak sisiphus, muncullah suluk basa-basi: apa kabar guru mapel Bahasa Daerah (Bahasa Jawa) di penjuru Provinsi Jawa Tengah? Buku ajar seperti apa yang Anda gunakan untuk mengajar anak didik? Sudahkah Anda studi banding dengan buku ajar yang dirilis Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur, tetangga sebelah?
baca juga: Ternyata Ini Alasan Pemerintah Tunda Pengumuman Seleksi Guru PPPK 2021
Telah lama diidam-idamkan bahwa Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur bersikukuh berselingkung dengan dosen FBS Unesa-Surabaya menggalakkan pasar demi Tantri Basa (SD), Kirtya Basa (SMP), dan Sastri Basa (SMA). Tiga jenis buku teks siswa berbahasa Jawa ini dipasarkan manakala terjadi krisis buku ajar muatan lokal. Prinsipnya proyek pengadaan buku teks menjadi nomor satu. Mutu menjadi nomor dua. Justru yang ditonjolkan senyampang sinergi buku dengan niatan Kurikulum 2013. Ini jua ambang senjakala di jagad pustaka siswa. Tegakah diklaim punya prospek cerah?
Tantri, Kirtya, dan Sastri Basa ini menjawab grand design bahasa dan sastra Jawa yang wajib diajarkan di semua jenjang pendidikan. Terlebih lagi sinergi tiga gubernur (Jatim, Jateng, dan DIY) telah merancang pergub atau perda tentang peruntukan bahasa daerah. Raperda tentang pendidikan lingkup DPRD pernah merembug status wajib ajar (muatan lokal) Bahasa Jawa.
baca juga: Akomodir Guru K-II, Kepala BKN Akui Turunkan Passing Grade PPPK Guru
Di balik 3 jenis buku dan rintisan 3 gubernur itu, sesungguhnya perlu kajian intensif terhadap uji kecakapan guru mapel Bahasa Jawa. Sangatlah utopis jika buru-buru memaksakan guru mapel Bahasa Jawa zaman ini dengan tuntutan mutu pendidikan pada umumnya dan penguatan pendidikan karakter pada khususnya. Alasan utama bahwa praksis guru sudah terdegradasi dan model penguatan pendidikan karakter sekadar kerangka pikir yang emosionalitas temporer.
Alasan merenik jika dibenturkan pada insan guru mapel Bahasa Jawa, khususnya ”angkatan atau generasi muda”. Kategori angkatan-muda ini menjadi dominan jika dibatasi alumni PGSD. Apalagi format PGSD yang difokuskan untuk kiprah para guru sekolah dasar semata. Jelas, lahannya tidak lagi bisa dijarah alumni FKIP atau ilmu murni plus akta mengajar.
Untuk itu, melempemnya pembelajaran bahasa Jawa dalam ranah pendidikan dasar dan menengah tidak semata-mata krisis buku ajar ataupun kesalahan para siswa yang tidak kompeten berbahasa Jawa. Justru ada mata rantai sistem yang memerlukan pendobrakan. Ada dua trianggolo yang semestinya didobrak: 1) buku, guru, siswa; dan 2) pemerintah, penulis buku, penerbit. Akan tetapi, hingga adab ini tidak ada nyali si pendobrak untuk berani berbuat. Coba kita becermin bersama dengan delapan curaian berikut ini.
baca juga: Pengumuman Hasil Seleksi Guru PPPK: BKN Sarankan Tetap Pantau Laman Resmi
Bak sisiphus, muncullah suluk basa-basi: apa kabar guru mapel Bahasa Daerah (Bahasa Jawa) di penjuru Provinsi Jawa Tengah? Buku ajar seperti apa yang Anda gunakan untuk mengajar anak didik? Sudahkah Anda studi banding dengan buku ajar yang dirilis Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur, tetangga sebelah?
baca juga: Ternyata Ini Alasan Pemerintah Tunda Pengumuman Seleksi Guru PPPK 2021
Telah lama diidam-idamkan bahwa Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur bersikukuh berselingkung dengan dosen FBS Unesa-Surabaya menggalakkan pasar demi Tantri Basa (SD), Kirtya Basa (SMP), dan Sastri Basa (SMA). Tiga jenis buku teks siswa berbahasa Jawa ini dipasarkan manakala terjadi krisis buku ajar muatan lokal. Prinsipnya proyek pengadaan buku teks menjadi nomor satu. Mutu menjadi nomor dua. Justru yang ditonjolkan senyampang sinergi buku dengan niatan Kurikulum 2013. Ini jua ambang senjakala di jagad pustaka siswa. Tegakah diklaim punya prospek cerah?
Tantri, Kirtya, dan Sastri Basa ini menjawab grand design bahasa dan sastra Jawa yang wajib diajarkan di semua jenjang pendidikan. Terlebih lagi sinergi tiga gubernur (Jatim, Jateng, dan DIY) telah merancang pergub atau perda tentang peruntukan bahasa daerah. Raperda tentang pendidikan lingkup DPRD pernah merembug status wajib ajar (muatan lokal) Bahasa Jawa.
baca juga: Akomodir Guru K-II, Kepala BKN Akui Turunkan Passing Grade PPPK Guru
Di balik 3 jenis buku dan rintisan 3 gubernur itu, sesungguhnya perlu kajian intensif terhadap uji kecakapan guru mapel Bahasa Jawa. Sangatlah utopis jika buru-buru memaksakan guru mapel Bahasa Jawa zaman ini dengan tuntutan mutu pendidikan pada umumnya dan penguatan pendidikan karakter pada khususnya. Alasan utama bahwa praksis guru sudah terdegradasi dan model penguatan pendidikan karakter sekadar kerangka pikir yang emosionalitas temporer.
Alasan merenik jika dibenturkan pada insan guru mapel Bahasa Jawa, khususnya ”angkatan atau generasi muda”. Kategori angkatan-muda ini menjadi dominan jika dibatasi alumni PGSD. Apalagi format PGSD yang difokuskan untuk kiprah para guru sekolah dasar semata. Jelas, lahannya tidak lagi bisa dijarah alumni FKIP atau ilmu murni plus akta mengajar.
Untuk itu, melempemnya pembelajaran bahasa Jawa dalam ranah pendidikan dasar dan menengah tidak semata-mata krisis buku ajar ataupun kesalahan para siswa yang tidak kompeten berbahasa Jawa. Justru ada mata rantai sistem yang memerlukan pendobrakan. Ada dua trianggolo yang semestinya didobrak: 1) buku, guru, siswa; dan 2) pemerintah, penulis buku, penerbit. Akan tetapi, hingga adab ini tidak ada nyali si pendobrak untuk berani berbuat. Coba kita becermin bersama dengan delapan curaian berikut ini.
baca juga: Pengumuman Hasil Seleksi Guru PPPK: BKN Sarankan Tetap Pantau Laman Resmi