TWK KPK Konstitusional, DPP LPPI Apresiasi Putusan MK
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Pemuda Pemerhati Indonesia (DPP LPPI) menyambut baik hasil Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan Nomor 34/PUU-XIX/2021 yang menyatakan, Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) peralihan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) sah dan konstitusional.
Bahkan, MK menegaskan di dalam pelaksanaan TWK tidak ada pelanggaran hukum seperti apa yang di sebut-sebut oleh pegawai yang tidak lolos TWK. ”Kami menilai putusan Mahkama Konsitusi (MK ) sudah tepat dan akan menjadi acuan publik bahwa KPK telah melaksanakan proses alih status pegawai KPK menjadi ASN sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) oleh dari itu setop dan hentikan opini miring kepada KPK, hasil putusan MK sudah sangat jelas tidak ada pelanggaran hukum di dalamnya untuk itu sebagai warga negara yang baik agar menghormati dan patuh pada hasil keputusan hukum yang berlaku,” katanya.
DPP LPPI juga mendukung dan menyampaikan pada KPK jika ada kelompok - kelompok yang menolak pada hasil MK untuk tidak gentar dengan intervensi manapun karena pada hasil keputusan MK persoalan TWK bagi pegawai KPK di nyatakan sah dan konstitusional.
Seperti diketahui, MK memutuskan TWK pegawai KPK sah dan konstitusional. Putusan ini diketok setelah KPK Watch Indonesia mengajukan judicial review UU KPK dan meminta MK menyatakan TWK inkonstitusional. Permohonan tersebut dinilai tidak beralasan menurut hukum. Konklusi. Pokok permohonan tidak berdasar menurut hukum. Amar putusan, mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan di channel YouTube MK, Selasa 31 Agustus 2021.
MK menegaskan, Pasal 69B ayat 1 dan Pasal 69C UU KPK tidak bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional). "Menurut MK, Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 tidak dimaksudkan untuk menjamin seseorang yang telah menduduki jabatan apa pun tidak dapat diberhentikan dengan alasan untuk menjamin dan melindungi kepastian hukum.
”Kepastian hukum yang dimaksud adalah kepastian hukum yang adil serta adanya perlakukan yang sama dalam arti setiap pegawai yang mengalami alih status mempunyai kesempatan yang sama menjadi ASN dengan persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan," ujar hakim konstitusi Deniel Foekh membacakan putusan.
"Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 69B ayat 1 dan Pasal 69C UU KPK bukan hanya berlaku bagi pemohon, in casu pegawai KPK yang tidak lolos TWK, melainkan juga untuk seluruh pegawai KPK," ucap Daniel.
Dalam putusan itu, empat hakim konstitusi sepakat dengan amar putusan tetapi mengajukan alasan yang berbeda (concuring opinion). Mereka adalah Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih.
Bahkan, MK menegaskan di dalam pelaksanaan TWK tidak ada pelanggaran hukum seperti apa yang di sebut-sebut oleh pegawai yang tidak lolos TWK. ”Kami menilai putusan Mahkama Konsitusi (MK ) sudah tepat dan akan menjadi acuan publik bahwa KPK telah melaksanakan proses alih status pegawai KPK menjadi ASN sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) oleh dari itu setop dan hentikan opini miring kepada KPK, hasil putusan MK sudah sangat jelas tidak ada pelanggaran hukum di dalamnya untuk itu sebagai warga negara yang baik agar menghormati dan patuh pada hasil keputusan hukum yang berlaku,” katanya.
DPP LPPI juga mendukung dan menyampaikan pada KPK jika ada kelompok - kelompok yang menolak pada hasil MK untuk tidak gentar dengan intervensi manapun karena pada hasil keputusan MK persoalan TWK bagi pegawai KPK di nyatakan sah dan konstitusional.
Seperti diketahui, MK memutuskan TWK pegawai KPK sah dan konstitusional. Putusan ini diketok setelah KPK Watch Indonesia mengajukan judicial review UU KPK dan meminta MK menyatakan TWK inkonstitusional. Permohonan tersebut dinilai tidak beralasan menurut hukum. Konklusi. Pokok permohonan tidak berdasar menurut hukum. Amar putusan, mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan di channel YouTube MK, Selasa 31 Agustus 2021.
MK menegaskan, Pasal 69B ayat 1 dan Pasal 69C UU KPK tidak bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional). "Menurut MK, Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 tidak dimaksudkan untuk menjamin seseorang yang telah menduduki jabatan apa pun tidak dapat diberhentikan dengan alasan untuk menjamin dan melindungi kepastian hukum.
”Kepastian hukum yang dimaksud adalah kepastian hukum yang adil serta adanya perlakukan yang sama dalam arti setiap pegawai yang mengalami alih status mempunyai kesempatan yang sama menjadi ASN dengan persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan," ujar hakim konstitusi Deniel Foekh membacakan putusan.
"Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 69B ayat 1 dan Pasal 69C UU KPK bukan hanya berlaku bagi pemohon, in casu pegawai KPK yang tidak lolos TWK, melainkan juga untuk seluruh pegawai KPK," ucap Daniel.
Dalam putusan itu, empat hakim konstitusi sepakat dengan amar putusan tetapi mengajukan alasan yang berbeda (concuring opinion). Mereka adalah Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih.
(cip)