Peleburan Litbangjirap ke BRIN, Akademisi Anggap Kemunduran Iptek
loading...
A
A
A
Menurutnya, BRIN bertugas menyusun program dan anggaran yang menjadi amanat UU 11/2019. Kemudian yang melaksakan invensi dan inovasi adalah lembaga/organisasi riset (OR) litbang, OR jirap, OR nuklir, OR antariksa, perguruan tinggi, badan usaha, dan lembaga penunjang.
Sedangkan Ketua Asosiasi Peneliti Kesehatan Indonesia (Apkesi) Agus Purwadianto mengatakan, perlu ada proses transisi kelembagaan litbangjirap sebelum dilebur ke BRIN. "Langkah ini memerlukan antisipasi kelembagaan maupun perorangan/kelompok peneliti secara dialogis dan win-win dalam bingkai kenegarawanan profesi," kata dia.
Menurut Ketua Dewan Riset Nasional (DRN) 2015-2018 dan 2019-2020 Bambang Setiadi, dalam pembangunan berbasis pengetahuan, inovasi berperan amat penting. Makanya, Indonesia harus fokus kepada iptek. Di antaranya dengan cara menyusun undang-undang yang mendukung serta memperkuat lembaga-lembaga pelaksana kegiatan riset.
Dia berharap ada revisi UU 11/2019. Sebab, di undang-undang ini tidak ada Dewan Riset Nasional (DRN). Juga terjadi kekaburan norma terkait kata ‘integrasi’ dalam peran BRIN. Imbasnya, kata dia, tidak ada forum untuk mengawal riset dan inovasi di Indonesia.
Di sisi lain, hampir semua negara di dunia memiliki DRN. Bahkan, DRN Amerika Serikat sudah berdiri sejak 1916. "Kami minta UU 11/2019 menjadi UU Sisnas Iptekin (Iptek dan Inovasi). Jadi, ada unsur inovasi. Kemudian, inovasi bukan diatur di banyak pasal, tapi jadi satu bab dan di bab itu dibahas pembentukan BRIN," ucap dia.
Dalam usulan revisi UU 11/2019, Bambang mengingatkan pentingnya memberikan pemahaman kata ‘integrasi’ secara logis dan terstruktur dalam hubungannya dengan BRIN. Di sisi lain, kata dia, perlu mencantumkan strategi dan peta jalan (roadmap) inovasi.
Wasis Susetio berharap, uji materi terhadap UU Sisnas Iptek bisa berdampak pada pembatalan Pasal 48 (Ayat 1) yang memuat kekaburan norma 'integrasi'.
Ia meminta majelis hakim menetapkan frasa 'teringrasi' di Pasal 48 (Ayat 1) dan frasa 'antara lain' di penjelasan tidak bertentangan dengan Pasal 28D (Ayat 1) UUD 1945 dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai BRIN adalah badan yang hanya melakukan koordinasi menyusun, merencanakan, membuat program dan anggaran, Sumber Daya Iptek bidang Penelitian, Pengembangan, Pengkajian dan Penerapan.
Atau frasa 'antara lain' dalam penjelasan Pasal 48 (Ayat 1) UU Sisnas Iptek bertentangan dengan Pasal 28D (Ayat 1) UUD 1945 dan tidak memunyai kekuatan hukum mengikat. "Konstruksi yang kita bangun hanya meluruskan, membangun koridor untuk menghindari penyimpangan tafsir karena ada frasa multitafsir," kata Wasis.
Terkait bukti pendukung, pihaknya telah membongkar berbagai dokumen, risalah rapat, juga naskah akademik RUU Sisnas Iptek.
Sedangkan Ketua Asosiasi Peneliti Kesehatan Indonesia (Apkesi) Agus Purwadianto mengatakan, perlu ada proses transisi kelembagaan litbangjirap sebelum dilebur ke BRIN. "Langkah ini memerlukan antisipasi kelembagaan maupun perorangan/kelompok peneliti secara dialogis dan win-win dalam bingkai kenegarawanan profesi," kata dia.
Menurut Ketua Dewan Riset Nasional (DRN) 2015-2018 dan 2019-2020 Bambang Setiadi, dalam pembangunan berbasis pengetahuan, inovasi berperan amat penting. Makanya, Indonesia harus fokus kepada iptek. Di antaranya dengan cara menyusun undang-undang yang mendukung serta memperkuat lembaga-lembaga pelaksana kegiatan riset.
Dia berharap ada revisi UU 11/2019. Sebab, di undang-undang ini tidak ada Dewan Riset Nasional (DRN). Juga terjadi kekaburan norma terkait kata ‘integrasi’ dalam peran BRIN. Imbasnya, kata dia, tidak ada forum untuk mengawal riset dan inovasi di Indonesia.
Di sisi lain, hampir semua negara di dunia memiliki DRN. Bahkan, DRN Amerika Serikat sudah berdiri sejak 1916. "Kami minta UU 11/2019 menjadi UU Sisnas Iptekin (Iptek dan Inovasi). Jadi, ada unsur inovasi. Kemudian, inovasi bukan diatur di banyak pasal, tapi jadi satu bab dan di bab itu dibahas pembentukan BRIN," ucap dia.
Dalam usulan revisi UU 11/2019, Bambang mengingatkan pentingnya memberikan pemahaman kata ‘integrasi’ secara logis dan terstruktur dalam hubungannya dengan BRIN. Di sisi lain, kata dia, perlu mencantumkan strategi dan peta jalan (roadmap) inovasi.
Wasis Susetio berharap, uji materi terhadap UU Sisnas Iptek bisa berdampak pada pembatalan Pasal 48 (Ayat 1) yang memuat kekaburan norma 'integrasi'.
Ia meminta majelis hakim menetapkan frasa 'teringrasi' di Pasal 48 (Ayat 1) dan frasa 'antara lain' di penjelasan tidak bertentangan dengan Pasal 28D (Ayat 1) UUD 1945 dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai BRIN adalah badan yang hanya melakukan koordinasi menyusun, merencanakan, membuat program dan anggaran, Sumber Daya Iptek bidang Penelitian, Pengembangan, Pengkajian dan Penerapan.
Atau frasa 'antara lain' dalam penjelasan Pasal 48 (Ayat 1) UU Sisnas Iptek bertentangan dengan Pasal 28D (Ayat 1) UUD 1945 dan tidak memunyai kekuatan hukum mengikat. "Konstruksi yang kita bangun hanya meluruskan, membangun koridor untuk menghindari penyimpangan tafsir karena ada frasa multitafsir," kata Wasis.
Terkait bukti pendukung, pihaknya telah membongkar berbagai dokumen, risalah rapat, juga naskah akademik RUU Sisnas Iptek.