Imperialisme Hoaks Masa Pandemi
loading...
A
A
A
Banyaknya temuan konten hoaks terkait Covid-19 agaknya berbanding lurus dengan masyarakat yang memercayainya. Saya menyaksikan sendiri bagaimana masyarakat pada lapisan bawah meyakini bahwa kematian yang terus-menerus meningkat bukan karena Covid-19, melainkan karena ada pengaruh dari interaksi obat terhadap pasien. Tampak sekali mereka tidak terlalu menghiraukan Covid-19 sebagai suatu realitas yang tengah dihadapi.
Selain itu, terdapat juga masyarakat yang percaya ada kandungan berbahaya di dalam vaksin Covid-19. Hal tersebut pada gilirannya membuat mereka enggan melakukan vaksinasi. Tidak sedikit dari mereka menularkan keyakinannya tersebut kepada anggota keluarga, dan masyarakat sekelilingnya. Padahal, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menerangkan bahwa 94% pasien yang meninggal karena belum divaksin. Ini mengindikasikan betapa lemahnya pencernaan masyarakat kita terhadap informasi yang diterima. Kita tentu tidak bisa membiarkan persoalan ini berlarut-larut.
Strategi Penanganan Hoaks
Pemerintah tengah gencar melakukan upaya edukasi melalui Program Nasional Literasi Digital yang menyasar di 514 kabupaten/kota. Kemkominfo menginisiasi program literasi digital dengan menggandeng pihak-pihak terkait. Program literasi digital memuat empat pilar pokok di antaranya budaya bermedia digital, (digital culture), aman bermedia (digital safety), etis bermedia (digital ethics), dan cakap bermedia (digital skills).
Program ini menyasar semua kalangan, utamanya kalangan pelajar, mahasiswa, guru, dosen, juga kalangan jurnalis. Kalangan terpelajar harus menjadi garda depan dalam menyampaikan edukasi terkait bahaya hoaks khususnya yang berkaitan dengan Covid-19. Sementara jurnalis memiliki peran yang tidak kalah krusial sebab bagaimanapun media memiliki pengaruh yang besar dalam membangun kesadaran dan persepsi publik.
Dengan digalakkannya program ini, diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat menjadi warga digital yang cakap dan bertanggung jawab. Akan tetapi, program literasi digital yang dilakukan saat ini harus dipandang sebagai salah satu ikhtiar. Sebab, masih terdapat upaya lain yang menuntut ada strategi komunikasi yang bersifat terpadu. Dalam hal ini kita memerlukan peran dari tokoh masyarakat, khususnya pemuka agama yang mampu berpikir jernih, dekat dengan masyarakatnya, serta bersikap arif dalam mencermati situasi.
Selain itu, peran dari kalangan aktivis, khususnya yang tergabung dalam sejumlah organisasi kepemudaan (OKP) dan mahasiswa juga sangat diharapkan kehadirannya. Aktivis mahasiswa tidak boleh kehilangan sikap kritisnya, tetapi juga tidak boleh menutup mata dan abai terhadap potensi ancaman hoaks yang saat ini terus menyebar karena dampak buruknya yang bisa mengancam persatuan.
Semua komponen yang tadi disebutkan harus ditugaskan mengisi ruang kosong yang menjadi pemisah antara pemerintah dengan masyarakat. Ruang yang selama ini telah sesak dijejali purbasangka, serta dimanfaatkan oleh tangan-tangan kotor yang dengan senang hati menyebarkan ilusi kepada masyarakat di tengah suasana pandemi. Karena tidak dapat disangkal bahwa terdapat konten politik dalam sejumlah platform media sosial yang berisi propaganda sebagaimana yang ditemukan oleh Kemkominfo.
Bagaimanapun, informasi hoaks terkait Covid-19 telah menjelma sebagai masalah besar yang membahayakan terhadap upaya penanganan yang kini tengah dilakukan pemerintah. Kita harus berani menegakkan kepala, dan tidak usah segan mengatakan bahwa para produsen hoaks adalah proyeksi dari watak kolonial yang gemar memecah-belah.
Lihat Juga: Kental dengan Logat Medan, Mila Agustina dan Suami Hadirkan Konten Komedi yang Relate Banget!
Selain itu, terdapat juga masyarakat yang percaya ada kandungan berbahaya di dalam vaksin Covid-19. Hal tersebut pada gilirannya membuat mereka enggan melakukan vaksinasi. Tidak sedikit dari mereka menularkan keyakinannya tersebut kepada anggota keluarga, dan masyarakat sekelilingnya. Padahal, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menerangkan bahwa 94% pasien yang meninggal karena belum divaksin. Ini mengindikasikan betapa lemahnya pencernaan masyarakat kita terhadap informasi yang diterima. Kita tentu tidak bisa membiarkan persoalan ini berlarut-larut.
Strategi Penanganan Hoaks
Pemerintah tengah gencar melakukan upaya edukasi melalui Program Nasional Literasi Digital yang menyasar di 514 kabupaten/kota. Kemkominfo menginisiasi program literasi digital dengan menggandeng pihak-pihak terkait. Program literasi digital memuat empat pilar pokok di antaranya budaya bermedia digital, (digital culture), aman bermedia (digital safety), etis bermedia (digital ethics), dan cakap bermedia (digital skills).
Program ini menyasar semua kalangan, utamanya kalangan pelajar, mahasiswa, guru, dosen, juga kalangan jurnalis. Kalangan terpelajar harus menjadi garda depan dalam menyampaikan edukasi terkait bahaya hoaks khususnya yang berkaitan dengan Covid-19. Sementara jurnalis memiliki peran yang tidak kalah krusial sebab bagaimanapun media memiliki pengaruh yang besar dalam membangun kesadaran dan persepsi publik.
Dengan digalakkannya program ini, diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat menjadi warga digital yang cakap dan bertanggung jawab. Akan tetapi, program literasi digital yang dilakukan saat ini harus dipandang sebagai salah satu ikhtiar. Sebab, masih terdapat upaya lain yang menuntut ada strategi komunikasi yang bersifat terpadu. Dalam hal ini kita memerlukan peran dari tokoh masyarakat, khususnya pemuka agama yang mampu berpikir jernih, dekat dengan masyarakatnya, serta bersikap arif dalam mencermati situasi.
Selain itu, peran dari kalangan aktivis, khususnya yang tergabung dalam sejumlah organisasi kepemudaan (OKP) dan mahasiswa juga sangat diharapkan kehadirannya. Aktivis mahasiswa tidak boleh kehilangan sikap kritisnya, tetapi juga tidak boleh menutup mata dan abai terhadap potensi ancaman hoaks yang saat ini terus menyebar karena dampak buruknya yang bisa mengancam persatuan.
Semua komponen yang tadi disebutkan harus ditugaskan mengisi ruang kosong yang menjadi pemisah antara pemerintah dengan masyarakat. Ruang yang selama ini telah sesak dijejali purbasangka, serta dimanfaatkan oleh tangan-tangan kotor yang dengan senang hati menyebarkan ilusi kepada masyarakat di tengah suasana pandemi. Karena tidak dapat disangkal bahwa terdapat konten politik dalam sejumlah platform media sosial yang berisi propaganda sebagaimana yang ditemukan oleh Kemkominfo.
Bagaimanapun, informasi hoaks terkait Covid-19 telah menjelma sebagai masalah besar yang membahayakan terhadap upaya penanganan yang kini tengah dilakukan pemerintah. Kita harus berani menegakkan kepala, dan tidak usah segan mengatakan bahwa para produsen hoaks adalah proyeksi dari watak kolonial yang gemar memecah-belah.
Lihat Juga: Kental dengan Logat Medan, Mila Agustina dan Suami Hadirkan Konten Komedi yang Relate Banget!
(bmm)