BKKBN Paparkan Pentingnya Merawat Lansia di Tengah Bonus Demografi

Sabtu, 28 Agustus 2021 - 20:42 WIB
loading...
BKKBN Paparkan Pentingnya Merawat Lansia di Tengah Bonus Demografi
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo memaparkan pentingnya merawat lansia di tengah bonus demografi. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Selama kurun waktu hampir lima dekade 1971-2019, persentase penduduk lanjut usia (Lansia) Indonesia meningkat sekitar dua kali lipat. Jumlah lansia pada 2019 telah mencapai 25,64 juta orang atau 9,60% dari total populasi di Indonesia. Angka ini menunjukkan Indonesia tengah bertransisi menuju ke arah penuaan penduduk.

Piramida penduduk menunjukkan perempuan lansia kelompok usia 70-74 dan 75 tahun ke atas berjumlah lebih banyak dari laki-laki. Dimungkinkan ada dari mereka yang menjadi kepala rumah tangga menggantikan suaminya. Hal ini disampaikan Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, pada Webinar lansia Sehat Lansia Tangguh: Mencegah dan Menangani Demensia yang digelar oleh Antara Jateng, Sabtu (28/8/2021).

Saat ini, masih banyak Lansia yang menjadi 'beban' dalam keluarganya karena kondisi kesehatan dan ekonomi yang dialaminya. BKKBN memiliki program menjadikan lansia yang sehat dan punya modal sehingga bisa menginvestasikan kemampuan dan uangnya untuk kepentingan ekonomi produktif.

“Meski demikian ada kondisi-kondisi lain seperti lansia yang sehat namun tidak kuat secara ekonomi, sehingga diharapkan masih bisa dibina untuk mendapatkan pekerjaan yang ringan yang dapat menopang ekonominya. Ada pula lansia yang tidak sehat namun ekonominya mampu, yang mana dapat mendorong anak cucunya untuk melakukan usaha produktif selain juga beramal jariyah. Sedangkan untuk yang tidak sehat dan tidak mampu ekonominya maka problemnya adalah charity,” tegas Hasto.

Menurut Dokter Hasto, delapan fungsi keluarga masih menjadi hal yang relevan dalam merawat orang tua kita dengan baik. "Saya berharap perhatian kepada para lansia ini karena ada tadi yang ekonominya lemah kalau kondisi sosial tidak bagus maka mudah untuk mendapatkan gangguan psikologi", kata Dokter Hasto lagi.

Jepang, menurut Dokter Hasto tengah gelisah karena untuk membangun era industrialisasi 5. 0 nantinya kembali mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan termasuk para sesepuh yang bisa ditransformasikan. "Siapa yang akan membuat anak kita itu jadi tahu bahwa filosofi orang tua kita ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa dan tut wuri handayani misalnya, siapa yang akan mempertahankan itu akan bertransformasi dengan baik. Bangsa yang baik merupakan bangsa yang mempertahankan nilai-nilai luhurnya," lanjut mantan Bupati Kulonprogo ini dengan menyampaikan berbagai filosofi kehidupan Jawa.

Sensus Penduduk Jawa Tengah pada 2020 menunjukkan jumlah lansia ada 4.436.698 jiwa atau sekitar 12,15% dari total penduduk. Angka ini meningkat dari 2010 yaitu 10,34%. Usia harapan hidup di Jateng adalah 72,51 untuk laki-laki dan 76,30 tahun bagi wanita. Para lansia pada saat pandemi biasanya mengalami gangguan kesehatan terutama kesehatan mental karena takut terhadap informasi mengenai Covid. Lansia patut khawatir karena lebih rentan terkena Covid 19. Untuk para lansia membutuhkan perhatian dan perawatan khusus dari keluarga.

Secara emosional, kondisi pandemi tidak memungkinkan untuk mengunjungi orang tua, apalagi adanya varian delta yang sangat cepat penularannya. Untuk itu menurutnya penting untuk menjaga lansia untuk terhindar dari stress.

Ketua Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI) Sudibyo Alimoeso, menyatakan Second Phase of Demographic Divident yang dikatakan Kepala BKKBN diharapkan terwujud jika lansia cenderung menyumbang (berdonor) bukan lansia yang memiliki ketergantungan. “Karena dengan begitu lansia bisa terus berkarya. Pemerintah bisa berinvestasi di sektor lain jika lansianya sehat. Jumlah lansia semakin meningkat,” ujarnya.

Saat ini tercatat 26 juta lansia. Jumlah yang lebih besar dari jumlah balita yang berhasil ditahan dengan program KB sedangkan jumlah lansia tidak bisa ditekan jumlahnya. Hasil survey menyatakan bahwa pengetahuan tentang dimensia masih rendah. Dimensia seharusnya dianggap sebagai penyakit dan nyatanya bisa diperlambat. Sebanyak 91.5% responden menyatakan bahwa dimensia tinggi tidak bisa merespons yang ada di lingkungannya. "Intinya demensia ini dianggap hal yang biasa. Penggiat Alzheimer Indonesia selalu kampanye dengan tagline Jangan Maklum dengan Pikun,” ungkap Sudibyo Alimoeso.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1270 seconds (0.1#10.140)