Ketua Panja DPR Jelaskan Hubungan RUU PKS dengan Legalitas LGBT
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual ( RUU PKS ) disebut-sebut sebagai pintu masuk untuk legaliatas Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) di Indonesia. Tetapi hal ini dibantah Ketua Panitia Kerja RUU PKS Willy Aditya.
"Kita tentu harus berlandaskan pada realitas sosiologis kita di mana mayoritas dari umat beragama kita. RUU PKS ini bukan mengundang pintu masuk LGBT, bukan,” kata Willy dalam keterangannya yang dikutip Senin (23/8/2021).
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI itu menambahkan, porsi terbesar pembahasan RUU ini terletak pada pemberian payung hukum bagi perlindungan perempuan. Sebab, dengan adanya legal standing tersebut, aparat penegak hukum dapat bertindak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Itu yang paling penting. Jadi di ruang (payung hukum) itu sebenarnya yang menjadi kekhasan dari keberadaan RUU ini,” ujarnya.
Oleh karena itu, dia menekankan adanya upaya dialog dalam setiap tahapan pembahasan RUU ini. Hal itu dalam rangka mengutamakan kesepakatan bersama yaitu mendorong adanya harkat, martabat, dan marwah perempuan itu dapat dilindungi.
“Saya selalu mengedepankan dialog, kita tidak bisa menang-menangan sendiri dalam hal ini. Yang selalu menjadi bridging utama dalam keputusan itu adalah dialog. Nah, bagaimana caranya kita berdialog bareng-bareng. Jadi, perbedaan pandangan itu tidak saling berkelahi, tapi saling meluruskan. Kan begitu,” pungkasnya.
"Kita tentu harus berlandaskan pada realitas sosiologis kita di mana mayoritas dari umat beragama kita. RUU PKS ini bukan mengundang pintu masuk LGBT, bukan,” kata Willy dalam keterangannya yang dikutip Senin (23/8/2021).
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI itu menambahkan, porsi terbesar pembahasan RUU ini terletak pada pemberian payung hukum bagi perlindungan perempuan. Sebab, dengan adanya legal standing tersebut, aparat penegak hukum dapat bertindak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Itu yang paling penting. Jadi di ruang (payung hukum) itu sebenarnya yang menjadi kekhasan dari keberadaan RUU ini,” ujarnya.
Oleh karena itu, dia menekankan adanya upaya dialog dalam setiap tahapan pembahasan RUU ini. Hal itu dalam rangka mengutamakan kesepakatan bersama yaitu mendorong adanya harkat, martabat, dan marwah perempuan itu dapat dilindungi.
“Saya selalu mengedepankan dialog, kita tidak bisa menang-menangan sendiri dalam hal ini. Yang selalu menjadi bridging utama dalam keputusan itu adalah dialog. Nah, bagaimana caranya kita berdialog bareng-bareng. Jadi, perbedaan pandangan itu tidak saling berkelahi, tapi saling meluruskan. Kan begitu,” pungkasnya.
(muh)