Survei Kedai Kopi, 59,5% Responden Sebut Ada Ketimpangan Hukum di Indonesia

Kamis, 12 Agustus 2021 - 19:54 WIB
loading...
Survei Kedai Kopi, 59,5% Responden Sebut Ada Ketimpangan Hukum di Indonesia
Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo mengatakan 59,5% responden di seluruh Indonesia menganggap disparitas atau ketimpangan perlakuan yang cenderung tidak adil dalam penegakan hukum di kejaksaan sangat besar. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Disparitas atau ketimpangan perlakuan dalam penegakan hukum dinilai masih terjadi di Indonesia. Hal itu terungkap usai Lembaga Survei KedaiKOPI merilisnya, Kamis (12/8/2021) lalu.

Mereka merujuk dari berbagai kasus yang kini terjadi di Indonesia dalam beberapa waktu terakhir. Menurutnya dalam beberapa kasus terlihat adanya ketimpangan.

Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo mengatakan 59,5% dari responden di seluruh Indonesia menganggap disparitas atau ketimpangan perlakuan yang cenderung tidak adil dalam penegakan hukum di kejaksaan sangat besar. Responden menilai masih ada ketidakadilan hukum yang masih tajam ke bawah, tumpul ke atas. “Disparitas hukum dipersepsi terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia yang harus menjadi perhatian kejaksaan dan pemerintah,” imbuh Kunto.

Selain itu, sebanyak 71,7% responden di seluruh Indonesia menganggap telah terjadi disparitas perlakuan hukum terhadap kasus suap Pinangki. Ini terbukti dengan adanya tuntutan hukuman yang rendah serta tidak diajukannya kasasi atas putusan hakim oleh Jaksa Penuntut Umum adalah alasan utama persepsi warga tentang disparitas hukum tersebut.

Founder KedaiKOPI yang juga analis komunikasi politik, Hendri Satrio mengatakan bila 71,2% warga Indonesia menganggap tuntutan terhadap Pinangki terlalu ringan, 61,6% tidak setuju terhadap absennya proses kasasi dari JPU, dan 65,6% menganggap ada perlakuan tidak adil dari Kejaksaan dalam kasus Pinangki.

Hendri Satrio menambahkan di dalam survei ini mayoritas publik, atau 79,6%, memiliki persepsi bahwa telah ada ‘bantuan orang dalam’ sehingga Pinangki kemudian mendapatkan hukuman yang rendah. Berangkat dari persepsi kasus Pinangki tersebut, lanjut Hendri, masyarakat menilai bahwa disparitas hukum atau pidana yang terjadi di tubuh institusi Kejaksaan di seluruh Provinsi di seluruh pelosok negeri ini ternyata sangat tinggi. "Terdapat 59,5% responden yang menganggap disparitas hukum di Provinsi mereka (responden) sangat besar," tukas Hendri Satrio.

Karena itu banyak masyarakat yang ragu dengan komitmen dalam melakukan reformasi birokrasi di kejaksaan. Termasuk penangana kasus Jiwasraya dan Asabri. Banyak respons menilai tak perlu untuk melakukan penyitaan. Mereka memiliki alasan antara lain, merugikan pihak yang tidak bersalah seperti investor (49,9%) dan harus ada pemisahan aset nasabah dan aset perusahaan (12,5%).

Sedangkan dari 69,6% responden yang setuju, sebagian beralasan bahwa untuk mengembalikan kerugian negara (23,2%), menimbulkan efek jera (21,6%), dan dikembalikan kepada nasabah (20,3%). "Yang paling penting adalah bahwa 69,1% publik menganggap pengusutan kasus Jiwasraya dan Asabri ini telah mengganggu roda pasar saham dan investasi di Indonesia," kata Hendri Satrio.

Karena itu, lanjut Hendri, 64,5% responden menghendaki Kejaksaan untuk tidak tebang pilih dan lebih transparan dalam menangani kasus. Disusul dengan 8,3% responden menyarankan peningkatan kualitas SDM.

‘Survei Kata Publik Tentang Kinerja Kejaksaan’ ini dilakukan secara daring oleh Lembaga Survei KedaiKOPI pada 22-30 Juli 2021 di 34 Provinsi dengan menjaring 1047 responden. Jumlah responden proporsional berdasarkan besaran populasi di setiap provinsi dengan sampel yang cenderung lebih besar laki-laki (55,2%) dari pada perempuan (44,8%), sebagian besar adalah generasi milenial dengan usia 25-40 tahun (45,5%) disusul oleh generasi Z dengan usia 17-24 tahun (31,8%) sebagai pengguna internet terbesar di Indonesia.

Tingkat pendidikan sampel survei ini relatif lebih tinggi dari pada rata-rata tingkat pendidikan masyarakat Indonesia pada umumnya yaitu 40,8% lulusan S1 atau D4 dan 41,5% adalah lulusan SLTA atau sederajat. Survei ini didanai secara internal oleh Lembaga Survei KedaiKOPI.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1666 seconds (0.1#10.140)