Charta Politika: Baliho Tak Mampu Angkat Elektabilitas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya menyebut maraknya pemasangan baliho sejumlah tokoh nasional ternyata tak mampu mengangkat tingkat elektabilitas mereka dalam bursa capres 2024.
Merujuk hasil survei pada Juli 2021, ada dua dari 10 tokoh dalam bursa Pilpres 2024 yang dikaitkan dengan isu baliho. Keduanya yakni Puan Maharani dan Airlangga Hartarto. Elektabilitas keduanya ternyata menduduki posisi buncit.
"Jadi bisa diasumsikan bahwa banyaknya jumlah atribut dalam bentuk baliho dan juga billboard seperti yang dibicarakan bahkan menjadi viral, ternyata tidak berkorelasi linier terhadap tingkat elektabilitas," kata Yunarto dalam paparannya secara daring, Kamis (12/8/2021).
Ia pun menjelaskan sejumlah faktor perolehan elektabilitas keduanya berada di bawah kendati balihonya marak dan menjadi buah bibir di tengah masyarakat. Pertama, tingkat pengenalannya tidak naik secara masif.
"Pertanyaannya, jangan-jangan ramai ini hanya di kota-kota besar, tapi tidak sampai masuk ke pelosok-pelosok sehingga kemudian biasanya akan mentok tingkat pengenalannya di 60 persenan. Karena Indonesia itu sangat besar, mau seberapa banyak memasang baliho tapi gak menjangkau daerah-daerah terpencil tingkat pengenalannya tidak akan lebih dari 60 persen," ujarnya.
Kemudian faktor yang kedua, kata dia, maraknya baliho belum tentu membuat tingkat kesukaan orang meningkat. Bahkan, Yunarto menyebut dengan adanya baliho itu justru berpotensi menjadi efek bumerang bagi tokoh tersebut karena masyarakat merasa jengkel atas kegiatan pemasangan tersebut.
"Jadi saya pribadi melihat ini sebagai kesalahan pendekatan konservatif yang bisa dilakukan dalam kondisi normal, bukan dalam situasi anomali seperti musibah saat ini yang malah membawa efek berat," pungkasnya.
Merujuk hasil survei pada Juli 2021, ada dua dari 10 tokoh dalam bursa Pilpres 2024 yang dikaitkan dengan isu baliho. Keduanya yakni Puan Maharani dan Airlangga Hartarto. Elektabilitas keduanya ternyata menduduki posisi buncit.
"Jadi bisa diasumsikan bahwa banyaknya jumlah atribut dalam bentuk baliho dan juga billboard seperti yang dibicarakan bahkan menjadi viral, ternyata tidak berkorelasi linier terhadap tingkat elektabilitas," kata Yunarto dalam paparannya secara daring, Kamis (12/8/2021).
Ia pun menjelaskan sejumlah faktor perolehan elektabilitas keduanya berada di bawah kendati balihonya marak dan menjadi buah bibir di tengah masyarakat. Pertama, tingkat pengenalannya tidak naik secara masif.
"Pertanyaannya, jangan-jangan ramai ini hanya di kota-kota besar, tapi tidak sampai masuk ke pelosok-pelosok sehingga kemudian biasanya akan mentok tingkat pengenalannya di 60 persenan. Karena Indonesia itu sangat besar, mau seberapa banyak memasang baliho tapi gak menjangkau daerah-daerah terpencil tingkat pengenalannya tidak akan lebih dari 60 persen," ujarnya.
Kemudian faktor yang kedua, kata dia, maraknya baliho belum tentu membuat tingkat kesukaan orang meningkat. Bahkan, Yunarto menyebut dengan adanya baliho itu justru berpotensi menjadi efek bumerang bagi tokoh tersebut karena masyarakat merasa jengkel atas kegiatan pemasangan tersebut.
"Jadi saya pribadi melihat ini sebagai kesalahan pendekatan konservatif yang bisa dilakukan dalam kondisi normal, bukan dalam situasi anomali seperti musibah saat ini yang malah membawa efek berat," pungkasnya.
(muh)