Mayoritas Publik Ingin Investasi Asing di Sektor SDA Dibatasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Survei Indonesia (LSI) menemukan bahwa mayoritas publik ingin agar investasi asing dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) dibatasi. Hal ini ditemukan dalam survei nasional teranyar LSI yang bertajuk “Persepsi Publik tentang Pengelolaan dan Potensi Korupsi Sumber Daya Alam”.
“Mayoritas publik cenderung setuju pembatasan investasi asing di sektor SDA. Paling banyak yang sangat setuju pembatasan untuk pertambangan (79%), penangkapan ikan dan sumber daya laut (77%), kemudian perkebunan (75%), penangkapan dan ekspor margasatwa (75%), serta perdagangan dan impor sampah (68%),” kata Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan dalam rilis survei yang disiarkan daring, Minggu (8/8/2021).
Bagi yang setuju atau sangat setuju dengan pembatasan investasi asing, kata Djayadi, paling banyak beralasan bahwa perusahaan asing bekerja untuk kepentingan mereka sendiri, tidak bekerja untuk kebaikan rakyat Indonesia (30%). Selanjutnya karena Indonesia lebih mandiri jika mengelola sendiri (27%), serta pendapatan Indonesia akan lebih besar jika mengelola sendiri SDA-nya (26%).
“Sedangkan alasan bahwa perusahaan asing menimbulkan lebih banyak polusi dan korupsi lebih sedikit disebut masing-masing 9% dan 4%,” imbuhnya.
Keinginan pembatasan investasi asing juga nampak pada responden dari daerah yang banyak pertambangan, perkebunan, hasil laut dan ekspor margasatwa, Djayadi menguraikan, untuk sektor pertambangan (minyak, gas, emas, batubara, pasir, batu). Warga di Sumatera Selatan (Sumsel) dan Kalimantan Timur (Kaltim) paling banyak yang cenderung setuju (87%) dengan pembatasan investasi asing pertambangan. Lalu Jawa Tengah (Jateng) 80% dan Sulawesi Utara (Sulut) 76%.
Dalam sektor perkebunan (kelapa sawit, karet), dia melanjutkan, warga di SumSel dan Kaltim paling banyak yang cenderung setuju yakni 88% dan 86% dengan pembatasan investasi asing perkebunan. Sedangkan warga Sulut paling sedikit yang cenderung setuju yakni 67% dan Jateng 78%.
Untuk sektor penangkapan ikan dan sumber daya laut, kata dia, warga di Sumsel dan Kaltim paling banyak yang cenderung setuju yakni 86% dan 89% dengan pembatasan investasi asing dalam penangkapan ikan dan sumber daya laut, lalu Jateng 79% dan Sulut 73%. Sektor penangkapan dan ekspor margasatwa, warga di Sumsel dan Kaltim paling banyak yang cenderung setuju dengan pembatasan investasi asing yakni 86% dan 82%, Jateng 72% dan Sulut 69%.
Sementara sektor perdagangan dan impor sampah, Djayadi menambahkan, warga di Sumsel paling banyak yang cenderung setuju dengan pembatasan investasi asing dalam perdagangan dan impor sampah yakni 86%, Kaltim 75%, terendah Jateng 56% dan Sulut 66%.
“Bagi yang setuju/sangat setuju dengan pembatasan investasi asing, keempat wilayah paling banyak beralasan bahwa perusahaan asing bekerja untuk kepentingan mereka sendiri. Publik di Kaltim paling tinggi yang berpendapat demikian yakni 57%,” terangnya.
Diketahui, survei ini dilakukan melalui telepon pada 9-15 Juli 2021, dengan sampel basis nasional sebanyak 1.200 responden dan dilakukan tambahan sampel di empat provinsi yakni Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Utara masing-masing menjadi 400 responden. Responden dipilih secara acak dari kumpulan sampel acak survei tatap muka langsung yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia pada rentang Maret 2018 hingga Juni 2021.
Dengan asumsi metode simple random sampling, ukuran sampel basis sebanyak 1.200 responden memiliki toleransi kesalahan (margin of error atau MoE) ±2.88% pada tingkat kepercayaan 95%. Sampel berasal dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional. Tambahan sampel di empat provinsi dengan jumlah sampel masing-masing 400 responden memiliki toleransi kesalahan ±5% pada tingkat kepercayaan 95%.
“Mayoritas publik cenderung setuju pembatasan investasi asing di sektor SDA. Paling banyak yang sangat setuju pembatasan untuk pertambangan (79%), penangkapan ikan dan sumber daya laut (77%), kemudian perkebunan (75%), penangkapan dan ekspor margasatwa (75%), serta perdagangan dan impor sampah (68%),” kata Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan dalam rilis survei yang disiarkan daring, Minggu (8/8/2021).
Bagi yang setuju atau sangat setuju dengan pembatasan investasi asing, kata Djayadi, paling banyak beralasan bahwa perusahaan asing bekerja untuk kepentingan mereka sendiri, tidak bekerja untuk kebaikan rakyat Indonesia (30%). Selanjutnya karena Indonesia lebih mandiri jika mengelola sendiri (27%), serta pendapatan Indonesia akan lebih besar jika mengelola sendiri SDA-nya (26%).
“Sedangkan alasan bahwa perusahaan asing menimbulkan lebih banyak polusi dan korupsi lebih sedikit disebut masing-masing 9% dan 4%,” imbuhnya.
Keinginan pembatasan investasi asing juga nampak pada responden dari daerah yang banyak pertambangan, perkebunan, hasil laut dan ekspor margasatwa, Djayadi menguraikan, untuk sektor pertambangan (minyak, gas, emas, batubara, pasir, batu). Warga di Sumatera Selatan (Sumsel) dan Kalimantan Timur (Kaltim) paling banyak yang cenderung setuju (87%) dengan pembatasan investasi asing pertambangan. Lalu Jawa Tengah (Jateng) 80% dan Sulawesi Utara (Sulut) 76%.
Dalam sektor perkebunan (kelapa sawit, karet), dia melanjutkan, warga di SumSel dan Kaltim paling banyak yang cenderung setuju yakni 88% dan 86% dengan pembatasan investasi asing perkebunan. Sedangkan warga Sulut paling sedikit yang cenderung setuju yakni 67% dan Jateng 78%.
Untuk sektor penangkapan ikan dan sumber daya laut, kata dia, warga di Sumsel dan Kaltim paling banyak yang cenderung setuju yakni 86% dan 89% dengan pembatasan investasi asing dalam penangkapan ikan dan sumber daya laut, lalu Jateng 79% dan Sulut 73%. Sektor penangkapan dan ekspor margasatwa, warga di Sumsel dan Kaltim paling banyak yang cenderung setuju dengan pembatasan investasi asing yakni 86% dan 82%, Jateng 72% dan Sulut 69%.
Sementara sektor perdagangan dan impor sampah, Djayadi menambahkan, warga di Sumsel paling banyak yang cenderung setuju dengan pembatasan investasi asing dalam perdagangan dan impor sampah yakni 86%, Kaltim 75%, terendah Jateng 56% dan Sulut 66%.
“Bagi yang setuju/sangat setuju dengan pembatasan investasi asing, keempat wilayah paling banyak beralasan bahwa perusahaan asing bekerja untuk kepentingan mereka sendiri. Publik di Kaltim paling tinggi yang berpendapat demikian yakni 57%,” terangnya.
Diketahui, survei ini dilakukan melalui telepon pada 9-15 Juli 2021, dengan sampel basis nasional sebanyak 1.200 responden dan dilakukan tambahan sampel di empat provinsi yakni Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Utara masing-masing menjadi 400 responden. Responden dipilih secara acak dari kumpulan sampel acak survei tatap muka langsung yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia pada rentang Maret 2018 hingga Juni 2021.
Dengan asumsi metode simple random sampling, ukuran sampel basis sebanyak 1.200 responden memiliki toleransi kesalahan (margin of error atau MoE) ±2.88% pada tingkat kepercayaan 95%. Sampel berasal dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional. Tambahan sampel di empat provinsi dengan jumlah sampel masing-masing 400 responden memiliki toleransi kesalahan ±5% pada tingkat kepercayaan 95%.
(muh)