Intervensi Pemulihan Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat di Tapal Batas Negeri
loading...
A
A
A
Dr. Nurdin
*Asisten Deputi Infrastruktur Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat Badan Nasional Pengelola Perbatasan
Munculnya wabah Covid-19 kian menambah persoalan baru bagi komunitas di tapal batas negara. Selain masalah sehari-hari seperti pelayanan sosial yang belum maksimal, infrastruktur yang perlu dibangun, pendidikan yang perlu diakselerasi, dan sebagainya, kini masyarakat di kawasan perbatasan harus berhadapan dengan masalah baru, yaitu melawan virus Covid-19. Kondisi tersebut kemudian juga kian diperparah dengan dampak yang ditimbulkan terhadap berbagai sektor, terutama kesehatan dan ekonomi. Seperti halnya yang terjadi pada salah satu wilayah perbatasan di timur Indonesia.
Berdasarkan data Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan per 24 Juli 2021 di Nusa Tenggara Timur (NTT) telah diketahui sebanyak 40 kasus mutasi varian Delta B161.2. Varian virus yang pertama kali muncul di Wuhan-China tersebut telah menyebabkan peningkatan kasus aktif sebanyak 2,5 kali lipat dalam waktu tiga hari saja di NTT. Kondisi tersebut kian diperparah dengan temuan Satgas Penanganan Covid-19 Nasional pada 26 Juli 2021 lalu yang menyebut penambahan kasus positif secara komulatif di NTT menembus angka 34.267 orang. Dengan jumlah tersebut, didapati 21.364 orang dinyatakan sembuh, 12.294 orang menjalani perawatan di rumah sakit dan isolasi mandiri, sementara 609 lainnya meninggal dunia.
Berbagai realitas itu menyiratkan penanganan terhadap Covid-19 kian membutuhkan penanganan serius. Diperlukan sejumlah cara dan upaya segenap pihak agar persoalan tersebut teratasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bulan Maret 2021, tingkat angka kemiskinan Indonesia sebesar 10,14% dengan jumlah penduduk miskin saat ini 27,54 juta orang. Dengan catatan itu, penulis mencoba memberikan perhatian khusus terhadap strategi penanggulangan wabah melalui sektor ekonomi. Lantaran, sektor tersebut saat ini mengalami kondisi yang mengkhawatirkan dan butuh penanggulangan ekstra. Pemerintah berharap melalui program intervensi dan perlindungan sosial yang digelontorkan, termasuk pada saat pandemi akan dapat berkontribusi menurunkan angka kemiskinan periode berikutnya.
Diketahui, dampak dari pandemi Covid-19 telah berimplikasi pada penurunan pendapatan perkapita. Tahun 2020, pendapatan perkapita Indonesia sebanyak US$ 3.870. Hal itu menurun dari angka US$ 4.050 di tahun 2019 yang berakibat pada merosotnya posisi Indonesia ke tingkatan Lower Middle-Income Country, setelah sebelumnya masuk pada kategori negara Upper Middle-Income.
Sejumlah peneliti telah mengkaji dampak pandemi Covid-19 terhadap ekonomi di Indonesia. Yamali & Putri (2020) mengatakan, krisis pagebluk telah mengakibatkan terjadinya PHK, PMI Manufacturing Indonesia, penurunan impor, inflasi, serta kerugian di bidang pariwisata yang mendorong turunnya okupansi. Hasil kajian tersebut meyiratkan pemangku kebijakan perlu lebih siap terhadap kondisi penurunan pertumbuhan ekonomi, serta lebih sigap dalam menyusun strategi pemulihan ekonomi.
Seperti diuraikan Sugiri (2020) dalam penelitiannya, sejatinya pemerintah telah melakukan sejumlah strategi agar ekonomi dapat ditingkatkan kembali. Strategi pemerintah tersebut dapat disimak pada kapasitasnya yang mendorong kebangkitan usaha mikro, kecil dan menengan (UMKM). Sugiri mencatat, kendati dorongan tersebut telah dilakukan, tetap dibutuhkan strategi jangka pendek dan jangka panjang agar kelangsungan perekonomian di sektor UMKM dapat berjalan berkesinambungan.
Perubahan situasi dan kondisi masyarakat di wilayah perbatasan memiliki konsekuensi dan risiko yang lebih luas. Selain ancaman bencana alam, penjualan manusia, pencucian uang, penyeledupan barang terlarang, jalur tetorisme, penduduk ilegal, masyarakat di wilayah perbatasan memiliki akses yang kurang dalam mengembangkan strategi pencegahananya. Wabah covid 19 memberikan tantangan sekaligus peluang, dimana wilayah perbatasan ‘dipaksa melihat di dalam, menginventarisir kembali potensi sumber daya dan sumber daya manusia, guna mengatasi kebutuhan masyarakat sekaligus mengembangkan potensi wilayah. Secara faktual, masyarakat di perbatasan sebenarnya telah bertransformasi menjadi warga ínternasional’. Pengalaman interaksi dan visual mengarahkan mereka pada pemahaman yang berbeda dengan masyarakat lain diluar wilayah perbatasan. Wold Bank (2011) mengidentifikasi pentingnya tata kelola perbatasan kolaboratif, antara kebijakan antar negara, kebijakan nasional, dan pemberdayaan serta pengembangan ketahanan masyarakat perbatasan. Pada aspek ketahanan masyarakat, Wold Bank (2011) menegaskan pentingnya tranformasi masyarakat melalui pengembangan kapasitas, pengembangan ekonomi, dan sistim administrasi yang selaras dengan karaktersitik kebutuhan wilayah perbatasan.
Intervensi melalui Ekokesra pada PKSN dan Lokasi Prioritas
Dalam Renduk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan 2020-2024 mengacu kepada dua prioritas nasional dalam RPJMN 2020-2024 yaitu “Pembangunan Kewilayahan” dan “Pembangunan Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan (Polhukhankam)”. Pembangunan Kewilayahan diarahkan untuk menyelesaikan isu strategis utama yaitu ketimpangan antar wilayah dengan sasaran antara lain: pertama, meningkatnya pemerataan antar wilayah (Kawasan Barat Indonesia/KBI Kawasan Timur Indonesia/KTI, Jawa dan luar Jawa); kedua, meningkatnya keunggulan kompetitif pusat-pusat pertumbuhan wilayah; ketiga meningkatnya kualitas dan akses pelayanan dasar, daya saing serta kemandirian daerah; dan keempat adalah meningkatkan sinergi pemanfaatan ruang wilayah.
*Asisten Deputi Infrastruktur Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat Badan Nasional Pengelola Perbatasan
Munculnya wabah Covid-19 kian menambah persoalan baru bagi komunitas di tapal batas negara. Selain masalah sehari-hari seperti pelayanan sosial yang belum maksimal, infrastruktur yang perlu dibangun, pendidikan yang perlu diakselerasi, dan sebagainya, kini masyarakat di kawasan perbatasan harus berhadapan dengan masalah baru, yaitu melawan virus Covid-19. Kondisi tersebut kemudian juga kian diperparah dengan dampak yang ditimbulkan terhadap berbagai sektor, terutama kesehatan dan ekonomi. Seperti halnya yang terjadi pada salah satu wilayah perbatasan di timur Indonesia.
Berdasarkan data Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan per 24 Juli 2021 di Nusa Tenggara Timur (NTT) telah diketahui sebanyak 40 kasus mutasi varian Delta B161.2. Varian virus yang pertama kali muncul di Wuhan-China tersebut telah menyebabkan peningkatan kasus aktif sebanyak 2,5 kali lipat dalam waktu tiga hari saja di NTT. Kondisi tersebut kian diperparah dengan temuan Satgas Penanganan Covid-19 Nasional pada 26 Juli 2021 lalu yang menyebut penambahan kasus positif secara komulatif di NTT menembus angka 34.267 orang. Dengan jumlah tersebut, didapati 21.364 orang dinyatakan sembuh, 12.294 orang menjalani perawatan di rumah sakit dan isolasi mandiri, sementara 609 lainnya meninggal dunia.
Berbagai realitas itu menyiratkan penanganan terhadap Covid-19 kian membutuhkan penanganan serius. Diperlukan sejumlah cara dan upaya segenap pihak agar persoalan tersebut teratasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bulan Maret 2021, tingkat angka kemiskinan Indonesia sebesar 10,14% dengan jumlah penduduk miskin saat ini 27,54 juta orang. Dengan catatan itu, penulis mencoba memberikan perhatian khusus terhadap strategi penanggulangan wabah melalui sektor ekonomi. Lantaran, sektor tersebut saat ini mengalami kondisi yang mengkhawatirkan dan butuh penanggulangan ekstra. Pemerintah berharap melalui program intervensi dan perlindungan sosial yang digelontorkan, termasuk pada saat pandemi akan dapat berkontribusi menurunkan angka kemiskinan periode berikutnya.
Diketahui, dampak dari pandemi Covid-19 telah berimplikasi pada penurunan pendapatan perkapita. Tahun 2020, pendapatan perkapita Indonesia sebanyak US$ 3.870. Hal itu menurun dari angka US$ 4.050 di tahun 2019 yang berakibat pada merosotnya posisi Indonesia ke tingkatan Lower Middle-Income Country, setelah sebelumnya masuk pada kategori negara Upper Middle-Income.
Sejumlah peneliti telah mengkaji dampak pandemi Covid-19 terhadap ekonomi di Indonesia. Yamali & Putri (2020) mengatakan, krisis pagebluk telah mengakibatkan terjadinya PHK, PMI Manufacturing Indonesia, penurunan impor, inflasi, serta kerugian di bidang pariwisata yang mendorong turunnya okupansi. Hasil kajian tersebut meyiratkan pemangku kebijakan perlu lebih siap terhadap kondisi penurunan pertumbuhan ekonomi, serta lebih sigap dalam menyusun strategi pemulihan ekonomi.
Seperti diuraikan Sugiri (2020) dalam penelitiannya, sejatinya pemerintah telah melakukan sejumlah strategi agar ekonomi dapat ditingkatkan kembali. Strategi pemerintah tersebut dapat disimak pada kapasitasnya yang mendorong kebangkitan usaha mikro, kecil dan menengan (UMKM). Sugiri mencatat, kendati dorongan tersebut telah dilakukan, tetap dibutuhkan strategi jangka pendek dan jangka panjang agar kelangsungan perekonomian di sektor UMKM dapat berjalan berkesinambungan.
Perubahan situasi dan kondisi masyarakat di wilayah perbatasan memiliki konsekuensi dan risiko yang lebih luas. Selain ancaman bencana alam, penjualan manusia, pencucian uang, penyeledupan barang terlarang, jalur tetorisme, penduduk ilegal, masyarakat di wilayah perbatasan memiliki akses yang kurang dalam mengembangkan strategi pencegahananya. Wabah covid 19 memberikan tantangan sekaligus peluang, dimana wilayah perbatasan ‘dipaksa melihat di dalam, menginventarisir kembali potensi sumber daya dan sumber daya manusia, guna mengatasi kebutuhan masyarakat sekaligus mengembangkan potensi wilayah. Secara faktual, masyarakat di perbatasan sebenarnya telah bertransformasi menjadi warga ínternasional’. Pengalaman interaksi dan visual mengarahkan mereka pada pemahaman yang berbeda dengan masyarakat lain diluar wilayah perbatasan. Wold Bank (2011) mengidentifikasi pentingnya tata kelola perbatasan kolaboratif, antara kebijakan antar negara, kebijakan nasional, dan pemberdayaan serta pengembangan ketahanan masyarakat perbatasan. Pada aspek ketahanan masyarakat, Wold Bank (2011) menegaskan pentingnya tranformasi masyarakat melalui pengembangan kapasitas, pengembangan ekonomi, dan sistim administrasi yang selaras dengan karaktersitik kebutuhan wilayah perbatasan.
Intervensi melalui Ekokesra pada PKSN dan Lokasi Prioritas
Dalam Renduk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan 2020-2024 mengacu kepada dua prioritas nasional dalam RPJMN 2020-2024 yaitu “Pembangunan Kewilayahan” dan “Pembangunan Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan (Polhukhankam)”. Pembangunan Kewilayahan diarahkan untuk menyelesaikan isu strategis utama yaitu ketimpangan antar wilayah dengan sasaran antara lain: pertama, meningkatnya pemerataan antar wilayah (Kawasan Barat Indonesia/KBI Kawasan Timur Indonesia/KTI, Jawa dan luar Jawa); kedua, meningkatnya keunggulan kompetitif pusat-pusat pertumbuhan wilayah; ketiga meningkatnya kualitas dan akses pelayanan dasar, daya saing serta kemandirian daerah; dan keempat adalah meningkatkan sinergi pemanfaatan ruang wilayah.