Intervensi Pemulihan Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat di Tapal Batas Negeri
loading...
![Intervensi Pemulihan...](https://pict.sindonews.net/dyn/732/pena/news/2021/08/07/18/504124/intervensi-pemulihan-ekonomi-dan-kesejahteraan-masyarakat-di-tapal-batas-negeri-zqj.jpg)
Dr. Nurdin, Asisten Deputi Infrastruktur Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat Badan Nasional Pengelola Perbatasan. Foto/Istimewa
A
A
A
Dr. Nurdin
*Asisten Deputi Infrastruktur Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat Badan Nasional Pengelola Perbatasan
Munculnya wabah Covid-19 kian menambah persoalan baru bagi komunitas di tapal batas negara. Selain masalah sehari-hari seperti pelayanan sosial yang belum maksimal, infrastruktur yang perlu dibangun, pendidikan yang perlu diakselerasi, dan sebagainya, kini masyarakat di kawasan perbatasan harus berhadapan dengan masalah baru, yaitu melawan virus Covid-19. Kondisi tersebut kemudian juga kian diperparah dengan dampak yang ditimbulkan terhadap berbagai sektor, terutama kesehatan dan ekonomi. Seperti halnya yang terjadi pada salah satu wilayah perbatasan di timur Indonesia.
Berdasarkan data Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan per 24 Juli 2021 di Nusa Tenggara Timur (NTT) telah diketahui sebanyak 40 kasus mutasi varian Delta B161.2. Varian virus yang pertama kali muncul di Wuhan-China tersebut telah menyebabkan peningkatan kasus aktif sebanyak 2,5 kali lipat dalam waktu tiga hari saja di NTT. Kondisi tersebut kian diperparah dengan temuan Satgas Penanganan Covid-19 Nasional pada 26 Juli 2021 lalu yang menyebut penambahan kasus positif secara komulatif di NTT menembus angka 34.267 orang. Dengan jumlah tersebut, didapati 21.364 orang dinyatakan sembuh, 12.294 orang menjalani perawatan di rumah sakit dan isolasi mandiri, sementara 609 lainnya meninggal dunia.
Berbagai realitas itu menyiratkan penanganan terhadap Covid-19 kian membutuhkan penanganan serius. Diperlukan sejumlah cara dan upaya segenap pihak agar persoalan tersebut teratasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bulan Maret 2021, tingkat angka kemiskinan Indonesia sebesar 10,14% dengan jumlah penduduk miskin saat ini 27,54 juta orang. Dengan catatan itu, penulis mencoba memberikan perhatian khusus terhadap strategi penanggulangan wabah melalui sektor ekonomi. Lantaran, sektor tersebut saat ini mengalami kondisi yang mengkhawatirkan dan butuh penanggulangan ekstra. Pemerintah berharap melalui program intervensi dan perlindungan sosial yang digelontorkan, termasuk pada saat pandemi akan dapat berkontribusi menurunkan angka kemiskinan periode berikutnya.
Diketahui, dampak dari pandemi Covid-19 telah berimplikasi pada penurunan pendapatan perkapita. Tahun 2020, pendapatan perkapita Indonesia sebanyak US$ 3.870. Hal itu menurun dari angka US$ 4.050 di tahun 2019 yang berakibat pada merosotnya posisi Indonesia ke tingkatan Lower Middle-Income Country, setelah sebelumnya masuk pada kategori negara Upper Middle-Income.
Sejumlah peneliti telah mengkaji dampak pandemi Covid-19 terhadap ekonomi di Indonesia. Yamali & Putri (2020) mengatakan, krisis pagebluk telah mengakibatkan terjadinya PHK, PMI Manufacturing Indonesia, penurunan impor, inflasi, serta kerugian di bidang pariwisata yang mendorong turunnya okupansi. Hasil kajian tersebut meyiratkan pemangku kebijakan perlu lebih siap terhadap kondisi penurunan pertumbuhan ekonomi, serta lebih sigap dalam menyusun strategi pemulihan ekonomi.
Seperti diuraikan Sugiri (2020) dalam penelitiannya, sejatinya pemerintah telah melakukan sejumlah strategi agar ekonomi dapat ditingkatkan kembali. Strategi pemerintah tersebut dapat disimak pada kapasitasnya yang mendorong kebangkitan usaha mikro, kecil dan menengan (UMKM). Sugiri mencatat, kendati dorongan tersebut telah dilakukan, tetap dibutuhkan strategi jangka pendek dan jangka panjang agar kelangsungan perekonomian di sektor UMKM dapat berjalan berkesinambungan.
Perubahan situasi dan kondisi masyarakat di wilayah perbatasan memiliki konsekuensi dan risiko yang lebih luas. Selain ancaman bencana alam, penjualan manusia, pencucian uang, penyeledupan barang terlarang, jalur tetorisme, penduduk ilegal, masyarakat di wilayah perbatasan memiliki akses yang kurang dalam mengembangkan strategi pencegahananya. Wabah covid 19 memberikan tantangan sekaligus peluang, dimana wilayah perbatasan ‘dipaksa melihat di dalam, menginventarisir kembali potensi sumber daya dan sumber daya manusia, guna mengatasi kebutuhan masyarakat sekaligus mengembangkan potensi wilayah. Secara faktual, masyarakat di perbatasan sebenarnya telah bertransformasi menjadi warga ínternasional’. Pengalaman interaksi dan visual mengarahkan mereka pada pemahaman yang berbeda dengan masyarakat lain diluar wilayah perbatasan. Wold Bank (2011) mengidentifikasi pentingnya tata kelola perbatasan kolaboratif, antara kebijakan antar negara, kebijakan nasional, dan pemberdayaan serta pengembangan ketahanan masyarakat perbatasan. Pada aspek ketahanan masyarakat, Wold Bank (2011) menegaskan pentingnya tranformasi masyarakat melalui pengembangan kapasitas, pengembangan ekonomi, dan sistim administrasi yang selaras dengan karaktersitik kebutuhan wilayah perbatasan.
Intervensi melalui Ekokesra pada PKSN dan Lokasi Prioritas
Dalam Renduk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan 2020-2024 mengacu kepada dua prioritas nasional dalam RPJMN 2020-2024 yaitu “Pembangunan Kewilayahan” dan “Pembangunan Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan (Polhukhankam)”. Pembangunan Kewilayahan diarahkan untuk menyelesaikan isu strategis utama yaitu ketimpangan antar wilayah dengan sasaran antara lain: pertama, meningkatnya pemerataan antar wilayah (Kawasan Barat Indonesia/KBI Kawasan Timur Indonesia/KTI, Jawa dan luar Jawa); kedua, meningkatnya keunggulan kompetitif pusat-pusat pertumbuhan wilayah; ketiga meningkatnya kualitas dan akses pelayanan dasar, daya saing serta kemandirian daerah; dan keempat adalah meningkatkan sinergi pemanfaatan ruang wilayah.
Lokasi pengelolaan perbatasan diprioritaskan pada kecamatan-kecamatan terluar yang berbatasan langsung dengan negara lain serta pusat layanan utama Kawasan perbatasan sebagai Pusat Kegitan Strategis Nasional (PKSN). Lokasi pengelolaan yang dipilih dalam hal ini disebut dengan lokasi prioritas (Lokpri). Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) mencatat adanya tambahan sasaran lokasi prioritas (Lokpri) menjadi 222 kecamatan dalam pengelolaan kawasan perbatasan pada tahun 2020-2025. Peningkatan Lokpri tersebut tertuang dalam Peraturan Kepala BNPP Nomor 3 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis (renstra) Sekretariat Tetap BNPP Tahun 2020-2024. Baseline Lokpri pada 2015-2019 tercatat ada 187 Kecamatan. Sedangkan di Renstra BNPP 2020-2024 ditargetkan menjadi 222 Kecamatan. Sedangkan untuk PKSN telah ditetapkan sebanyak 18 (delapanbelas) PKSN sebagai prioritas nasional yang tersebar dari Sabang sampai Meurauke.
Pemilihan Lokpri pengelolaan perbatasan secara garis besar dipilih berdasarkan pendekatan pertahanan dan keamanan (Hankam) (security approach) dan pendekatan kesejahteraan masyarakat (prosperity approach). Pertama menjadi perhatian adalah aspek hankam, yang dijalankan secara sinergis dengan upaya peningkatan aspek kesejahteraan masyarakat, dan aspek kelestarian lingkungan (environmental approach) melengkapi kedua aspek awal, dalam perencanaan pembangunan di kawasan perbatasan. Pemilihan PKSN mempertimbangkan aspek keruangan dan regional kawasan-kawasan pusat kegiatan dan penyangga di sekitarnya, dengan target antara lain sebagai pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara tetangga, sebagai pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan dengan negara tetangga, sebagai pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya, serta sebagai pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya.
Pembangunan kewilayahan menekankan keterpaduan pembangunan dengan pendekatan spasial atas dasar data dan informasi yang akurat dan lengkap serta lokasi yang jelas sesuai dengan rencana tata ruang dan daya dukung lingkungan, yang dilaksanakan secara terintegrasi yang mengutamakan kerjasama dan keterpaduan program dan kegiatan antar Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Daerah, serta antar Pemerintah dan Badan Usaha dalam perencanaan, pendanaan dan pembiayaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi pembangunan. Pendekatan ini tidak hanya mengenai pertumbuhan ekonomi tetapi juga pemerataan pembangunan ke seluruh wilayah dan masyarakat, melalui pendekatan pertumbuhan dan pendekatan pemerataan, sebagaimana tercermin dari pendekatan koridor pertumbuhan dan koridor pemerataan, yang juga meliputi kawasan perbatasan.
Menghadapi pandemi, Sektor kesehatan dan ekonomi nyatanya sukar untuk dipisahkan. ibarat bayi kembar siam, keduanya memang menjadi pertimbangan penting dalam menyelesaikan masalah pelik ini. namun demikian, ada beberapa pertimbangan cara yang tepat untuk digunakan untuk tetap menjaga stabilitas ekonomi pada daerah perbatasan.
Pertama, intervensi pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat (Ekokesra) dapat melalui sektor-sektor utama yaitu baik sektor penyediaan fasilitas permukiman penduduk, fasilitas kesehatan, pendidikan, sampai dengan perekonomian lokal masyarakat. Pemenuhan kebutuhan fasilitas permukiman masyarakat di kawasan perbatasan yaitu keberadaan rumah layak huni merupakan syarat dasar sebagai cara utama kita melawan pandemi. Selain itu dengan adanya sanitasi permukiman yang layak, seperti air bersih, drainase, persampahan, pengelolaan limbah rumah tangga (MCK), serta pola hidup bersih dapat memperkecil tertularnya virus Covid-19.
Kedua, pemenuhan kebutuhan standar fasilitas pendidikan masyarakat di kawasan perbatasan, diantaranya adalah kebutuhan akan gawai dan juga kuota internet. Penyediaan fasilitas Pendidikan dapat dilakukan dari mulai PAUD sampai jenjang SMA/SMK serta pendikan vokasi sesuai dengan kebutuhan dan karekteristik masing-masing. Sedangkan pada PKSN tertentu, dapat disediakan sampai ke perguruan tinggi sehingga menjadi pengungkit kemajuan daerah perbatasan.
Ketiga, Pemenuhan kebutuhan standar fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat. Penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan harus secara merata di seluruh penjuru perbatasan. Bukan hanya ketersediaannya saja, melainkan keberadaan akses seluruh masyarakat terhadap fasilitas tersebut. Di samping itu, terkait skala pengembangan dapat dibedakan untuk fasilitas pada skala rumah sakit hanya ditargetkan ada pada Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) saja, sedangkan pada skala di bawahnya yaitu Puskesmas sampai dengan PUSTU harus tersedia sampai skala Lokpri. Pada skala Lokpri, pembangunan fasilitas ditekankan pada tingkat Puskesmas dan Puskesmas Pembantu.
Di samping itu, keberadaan praktik dokter juga menjadi salah satu keberhasilan dari penyediaan fasilitas kesehatan. Oleh sebab itu, pengarahan izin praktik dokter menuju ke Lokpri pengelolaan perbatasan menjadi salah stau intervensi strategis. dan keempat, disamping pemenuhan Pendidikan dan kesehatan, perlu disediakan pula fasilitas pelayanan perekonomian masyarakat, agar dapat memfasilitasi aktivitas produksi secara massif dan pasca produksi oleh masyarakat. tentunya pasar masyarakat ini harus bergaya ala new normal, yaitu kebiasaan adaptasi baru dalam aktivitas perekonomian dengan menerapkan protokol kesehatan.
Membangun Inovasi dan Social Engagement
Masyarakat perbatasan memerlukan pendekatan social engagement agar interaksi yang ditimbulkan dalam rangka pemecahan masalah dapat tercapai. Pendekatan tersebut merupakan perwujudan interaksi sosial dan individual di dalam masyarakat perbatasan untuk mempengaruhi fungsi kognitif keluarga masyarakat perbatasan. Terutama, karena social engagement tersusun atas jaringan sosial, di mana hubungan sosial dan aktivitas sosial menduduki peranan itu di dalam masyarakat. Upaya ini, diharapkan mampu memaksimalkan kebijakan agar tercipta rasa saling memiliki dan ikhtiar untuk melanjutkan.
Selain itu, perhatian serius juga perlu dilakukan pemerintah, lantaran peranannya cukup signifikan dalam meningkatkan ekonomi masyarakat. Pemerintah menduduki posisi yang dapat memberikan aturan dan institusi untuk memfasilitasi pertukaran, menawarkan peluang peningkatan kegagalan pasar yang timbul dari informasi tidak sempurna. Meminjam gagasan dari Boon dan Geraldine (2007) tentang sebuah pemerintahan, konsepnya adalah pemerintah beradaptasi dengan perubahan dan lingkungan yang cepat di dalam lingkup masyarakat, sehingga institusi dan strukturnya tetap efektif untuk mewujudkan pencapaian jangka panjang masyarakat. Di samping itu, dibutuhkan pula tata kelola pemerintahan yang dinamis. Bentuk birokrasi tersebut akan memungkinkan relevansi kebijakan tetap sesuai dan efektif untuk mewujudkan tujuan masyarakat.
Langkah ini pun tidak bisa didorong untuk berjalan sendirian, dibutuhkan tata kelola yang baik, jujur, dan kompetensi agar kebijakan suatu negara diterima secara luas. Di samping berbagai ikhtiar itu, strategi yang optimal juga menjadi sebuah keharusan agar penanggulangan ekonomi di wilayah perbatasan dapat teratasi. Penulis menggarisbawahi, setidaknya ada tiga aspek yang dapat diurai guna memetakan persoalan. Antara lain, fokus pada peningkatan ekonomi, pengembangan skill vokasi, dan pemulihan program kesehatan.
Dalam mengurai tiga hal tersebut, mula-mula diperlukan analisa berdasarkan masalah yang ada. Pemetaan awal harus dilakukan dengan menyisir mana yang paling mendesak, sedang, dan tidak perlu penanganan. Dengan demikian, pemangku kebijakan dapat secara tepat memberikan intervensi terhadap problem yang dihadapi dalam suatu action yang bersifat kolaboratif. Selain itu, perlu juga mengembangkan potensi yang ada melalui inovasi. Langkah penerapan inovasi tersebut terbukti berhasil diterapkan. Setidaknya publik dapat melihat inovasi yang telah diterapkan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi terhadap warganya dengan menciptakan smart kampung. Dengan terobosan itu, masyarakat dan pemerintah dapat bersinergi sekaligus berkolaborasi dalam menjalankan pelayanan, serta mampu menyesuaikan bentuk model dan solusi yang sesuai dengan kondisi tersebut.
Daerah perbatasan perlu mengambil contoh itu. Pemerintah dapat mengambil best practice dari daerah yang sudah maju inovasinya. Proses ini dinamakan difusi inovasi, dimana inovasi-inovasi yang baik, dapat ditularkan ke daerah lainya. Difusi inovasi merupakan sebuah bagian dari inovasi kebijakan, difusi sendiri memiliki sebuah arti yakni, difusi adalah proses inovasi yang dikomunikasikan melalui saluran dari waktu ke waktu oleh anggota sistem sosial. Ini merupakan tipe khusus dalam komunikasi, dalam hal ini gagasan baru. Beberapa contoh dari Banyuwangi adalah membangun smart kampung yaitu melalui inovasi desa atau membangun semacam Banyuwangi mall daring atau yang disebut sebagai e-marketplace.
Langkah berikutnya yang tak kalah penting yaitu penyiapan instrumen dan ekosistem nasional perbatasan dengan menggunakan teknologi big data. Ekosistem ini melengkapi ikhtiar yang sudah dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang juga salah satu anggota BNPP dalam membuka keterisoliran wilayah perbatasan dari sisi komunikasi dan informasi. Ekosistem ini meliputi Ekosistem Bisnis, Ekosistem Daratan dan Laut, Ekosistem Pariwisata yang didukung oleh Ekosistem Pendidikan vokasi yang memungkinkan masyarakat perbatasan mengikuti virtual training dan sertifikasi secara massif berdasarkan potensi dan local genius yang ada.
Ekosistem dimaksud memberikan kapasitas pengembangan diri bagi masyarakat, aparat kecamatan, desa, dan kelurahan di perbatasan. Dengan demikian, sumber daya manusia di wilayah perbatasan diharapkan mampu menjawab permasalahan lebih taktis dan responsif. Dengan demikian action kolaboratif yang disusun pada tahap pertama mendapat dukungan ekosistem yang terintegrasi dalam mendukung pemulihan ekonomi berbasis pemberdayaan masyarakat sehingga dapat berproduksi secara massif dan dapat dipasarkan secara luas pada tingkat lokal, regional bahkan pasar eksport melalui dukungan para pihak yang saling menguntungkan.
Tidak hanya itu, strategi lainnya yang juga tak bisa dipandang sebelah mata yakni membentuk pilot project kawasan perbatasan yang dinilai berhasil. Ikhtiar tersebut dapat mendorong terciptanya inspirasi di tataran wilayah lainnya. Jika kesemua hal itu telah berjalan, maka upaya berikutnya perlu melakukan evaluasi dan penyempurnaan. Kedua hal itu penting diiniasi guna memastikan apa yang telah dikerjakan telah sesuai dengan yang direncanakan, sehingga cita-cita untuk bangkit dari pandemi Covid-19 dapat tercapai. Dengan demikian, masyarakat di wilayah perbatasan dapat merasakan kemudahan dan permasalahan lainnya dapat dihindarkan. Semoga.
*Asisten Deputi Infrastruktur Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat Badan Nasional Pengelola Perbatasan
Munculnya wabah Covid-19 kian menambah persoalan baru bagi komunitas di tapal batas negara. Selain masalah sehari-hari seperti pelayanan sosial yang belum maksimal, infrastruktur yang perlu dibangun, pendidikan yang perlu diakselerasi, dan sebagainya, kini masyarakat di kawasan perbatasan harus berhadapan dengan masalah baru, yaitu melawan virus Covid-19. Kondisi tersebut kemudian juga kian diperparah dengan dampak yang ditimbulkan terhadap berbagai sektor, terutama kesehatan dan ekonomi. Seperti halnya yang terjadi pada salah satu wilayah perbatasan di timur Indonesia.
Berdasarkan data Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan per 24 Juli 2021 di Nusa Tenggara Timur (NTT) telah diketahui sebanyak 40 kasus mutasi varian Delta B161.2. Varian virus yang pertama kali muncul di Wuhan-China tersebut telah menyebabkan peningkatan kasus aktif sebanyak 2,5 kali lipat dalam waktu tiga hari saja di NTT. Kondisi tersebut kian diperparah dengan temuan Satgas Penanganan Covid-19 Nasional pada 26 Juli 2021 lalu yang menyebut penambahan kasus positif secara komulatif di NTT menembus angka 34.267 orang. Dengan jumlah tersebut, didapati 21.364 orang dinyatakan sembuh, 12.294 orang menjalani perawatan di rumah sakit dan isolasi mandiri, sementara 609 lainnya meninggal dunia.
Berbagai realitas itu menyiratkan penanganan terhadap Covid-19 kian membutuhkan penanganan serius. Diperlukan sejumlah cara dan upaya segenap pihak agar persoalan tersebut teratasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bulan Maret 2021, tingkat angka kemiskinan Indonesia sebesar 10,14% dengan jumlah penduduk miskin saat ini 27,54 juta orang. Dengan catatan itu, penulis mencoba memberikan perhatian khusus terhadap strategi penanggulangan wabah melalui sektor ekonomi. Lantaran, sektor tersebut saat ini mengalami kondisi yang mengkhawatirkan dan butuh penanggulangan ekstra. Pemerintah berharap melalui program intervensi dan perlindungan sosial yang digelontorkan, termasuk pada saat pandemi akan dapat berkontribusi menurunkan angka kemiskinan periode berikutnya.
Diketahui, dampak dari pandemi Covid-19 telah berimplikasi pada penurunan pendapatan perkapita. Tahun 2020, pendapatan perkapita Indonesia sebanyak US$ 3.870. Hal itu menurun dari angka US$ 4.050 di tahun 2019 yang berakibat pada merosotnya posisi Indonesia ke tingkatan Lower Middle-Income Country, setelah sebelumnya masuk pada kategori negara Upper Middle-Income.
Sejumlah peneliti telah mengkaji dampak pandemi Covid-19 terhadap ekonomi di Indonesia. Yamali & Putri (2020) mengatakan, krisis pagebluk telah mengakibatkan terjadinya PHK, PMI Manufacturing Indonesia, penurunan impor, inflasi, serta kerugian di bidang pariwisata yang mendorong turunnya okupansi. Hasil kajian tersebut meyiratkan pemangku kebijakan perlu lebih siap terhadap kondisi penurunan pertumbuhan ekonomi, serta lebih sigap dalam menyusun strategi pemulihan ekonomi.
Seperti diuraikan Sugiri (2020) dalam penelitiannya, sejatinya pemerintah telah melakukan sejumlah strategi agar ekonomi dapat ditingkatkan kembali. Strategi pemerintah tersebut dapat disimak pada kapasitasnya yang mendorong kebangkitan usaha mikro, kecil dan menengan (UMKM). Sugiri mencatat, kendati dorongan tersebut telah dilakukan, tetap dibutuhkan strategi jangka pendek dan jangka panjang agar kelangsungan perekonomian di sektor UMKM dapat berjalan berkesinambungan.
Perubahan situasi dan kondisi masyarakat di wilayah perbatasan memiliki konsekuensi dan risiko yang lebih luas. Selain ancaman bencana alam, penjualan manusia, pencucian uang, penyeledupan barang terlarang, jalur tetorisme, penduduk ilegal, masyarakat di wilayah perbatasan memiliki akses yang kurang dalam mengembangkan strategi pencegahananya. Wabah covid 19 memberikan tantangan sekaligus peluang, dimana wilayah perbatasan ‘dipaksa melihat di dalam, menginventarisir kembali potensi sumber daya dan sumber daya manusia, guna mengatasi kebutuhan masyarakat sekaligus mengembangkan potensi wilayah. Secara faktual, masyarakat di perbatasan sebenarnya telah bertransformasi menjadi warga ínternasional’. Pengalaman interaksi dan visual mengarahkan mereka pada pemahaman yang berbeda dengan masyarakat lain diluar wilayah perbatasan. Wold Bank (2011) mengidentifikasi pentingnya tata kelola perbatasan kolaboratif, antara kebijakan antar negara, kebijakan nasional, dan pemberdayaan serta pengembangan ketahanan masyarakat perbatasan. Pada aspek ketahanan masyarakat, Wold Bank (2011) menegaskan pentingnya tranformasi masyarakat melalui pengembangan kapasitas, pengembangan ekonomi, dan sistim administrasi yang selaras dengan karaktersitik kebutuhan wilayah perbatasan.
Intervensi melalui Ekokesra pada PKSN dan Lokasi Prioritas
Dalam Renduk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan 2020-2024 mengacu kepada dua prioritas nasional dalam RPJMN 2020-2024 yaitu “Pembangunan Kewilayahan” dan “Pembangunan Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan (Polhukhankam)”. Pembangunan Kewilayahan diarahkan untuk menyelesaikan isu strategis utama yaitu ketimpangan antar wilayah dengan sasaran antara lain: pertama, meningkatnya pemerataan antar wilayah (Kawasan Barat Indonesia/KBI Kawasan Timur Indonesia/KTI, Jawa dan luar Jawa); kedua, meningkatnya keunggulan kompetitif pusat-pusat pertumbuhan wilayah; ketiga meningkatnya kualitas dan akses pelayanan dasar, daya saing serta kemandirian daerah; dan keempat adalah meningkatkan sinergi pemanfaatan ruang wilayah.
Lokasi pengelolaan perbatasan diprioritaskan pada kecamatan-kecamatan terluar yang berbatasan langsung dengan negara lain serta pusat layanan utama Kawasan perbatasan sebagai Pusat Kegitan Strategis Nasional (PKSN). Lokasi pengelolaan yang dipilih dalam hal ini disebut dengan lokasi prioritas (Lokpri). Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) mencatat adanya tambahan sasaran lokasi prioritas (Lokpri) menjadi 222 kecamatan dalam pengelolaan kawasan perbatasan pada tahun 2020-2025. Peningkatan Lokpri tersebut tertuang dalam Peraturan Kepala BNPP Nomor 3 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis (renstra) Sekretariat Tetap BNPP Tahun 2020-2024. Baseline Lokpri pada 2015-2019 tercatat ada 187 Kecamatan. Sedangkan di Renstra BNPP 2020-2024 ditargetkan menjadi 222 Kecamatan. Sedangkan untuk PKSN telah ditetapkan sebanyak 18 (delapanbelas) PKSN sebagai prioritas nasional yang tersebar dari Sabang sampai Meurauke.
Pemilihan Lokpri pengelolaan perbatasan secara garis besar dipilih berdasarkan pendekatan pertahanan dan keamanan (Hankam) (security approach) dan pendekatan kesejahteraan masyarakat (prosperity approach). Pertama menjadi perhatian adalah aspek hankam, yang dijalankan secara sinergis dengan upaya peningkatan aspek kesejahteraan masyarakat, dan aspek kelestarian lingkungan (environmental approach) melengkapi kedua aspek awal, dalam perencanaan pembangunan di kawasan perbatasan. Pemilihan PKSN mempertimbangkan aspek keruangan dan regional kawasan-kawasan pusat kegiatan dan penyangga di sekitarnya, dengan target antara lain sebagai pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara tetangga, sebagai pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan dengan negara tetangga, sebagai pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya, serta sebagai pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya.
Pembangunan kewilayahan menekankan keterpaduan pembangunan dengan pendekatan spasial atas dasar data dan informasi yang akurat dan lengkap serta lokasi yang jelas sesuai dengan rencana tata ruang dan daya dukung lingkungan, yang dilaksanakan secara terintegrasi yang mengutamakan kerjasama dan keterpaduan program dan kegiatan antar Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Daerah, serta antar Pemerintah dan Badan Usaha dalam perencanaan, pendanaan dan pembiayaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi pembangunan. Pendekatan ini tidak hanya mengenai pertumbuhan ekonomi tetapi juga pemerataan pembangunan ke seluruh wilayah dan masyarakat, melalui pendekatan pertumbuhan dan pendekatan pemerataan, sebagaimana tercermin dari pendekatan koridor pertumbuhan dan koridor pemerataan, yang juga meliputi kawasan perbatasan.
Menghadapi pandemi, Sektor kesehatan dan ekonomi nyatanya sukar untuk dipisahkan. ibarat bayi kembar siam, keduanya memang menjadi pertimbangan penting dalam menyelesaikan masalah pelik ini. namun demikian, ada beberapa pertimbangan cara yang tepat untuk digunakan untuk tetap menjaga stabilitas ekonomi pada daerah perbatasan.
Pertama, intervensi pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat (Ekokesra) dapat melalui sektor-sektor utama yaitu baik sektor penyediaan fasilitas permukiman penduduk, fasilitas kesehatan, pendidikan, sampai dengan perekonomian lokal masyarakat. Pemenuhan kebutuhan fasilitas permukiman masyarakat di kawasan perbatasan yaitu keberadaan rumah layak huni merupakan syarat dasar sebagai cara utama kita melawan pandemi. Selain itu dengan adanya sanitasi permukiman yang layak, seperti air bersih, drainase, persampahan, pengelolaan limbah rumah tangga (MCK), serta pola hidup bersih dapat memperkecil tertularnya virus Covid-19.
Kedua, pemenuhan kebutuhan standar fasilitas pendidikan masyarakat di kawasan perbatasan, diantaranya adalah kebutuhan akan gawai dan juga kuota internet. Penyediaan fasilitas Pendidikan dapat dilakukan dari mulai PAUD sampai jenjang SMA/SMK serta pendikan vokasi sesuai dengan kebutuhan dan karekteristik masing-masing. Sedangkan pada PKSN tertentu, dapat disediakan sampai ke perguruan tinggi sehingga menjadi pengungkit kemajuan daerah perbatasan.
Ketiga, Pemenuhan kebutuhan standar fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat. Penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan harus secara merata di seluruh penjuru perbatasan. Bukan hanya ketersediaannya saja, melainkan keberadaan akses seluruh masyarakat terhadap fasilitas tersebut. Di samping itu, terkait skala pengembangan dapat dibedakan untuk fasilitas pada skala rumah sakit hanya ditargetkan ada pada Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) saja, sedangkan pada skala di bawahnya yaitu Puskesmas sampai dengan PUSTU harus tersedia sampai skala Lokpri. Pada skala Lokpri, pembangunan fasilitas ditekankan pada tingkat Puskesmas dan Puskesmas Pembantu.
Di samping itu, keberadaan praktik dokter juga menjadi salah satu keberhasilan dari penyediaan fasilitas kesehatan. Oleh sebab itu, pengarahan izin praktik dokter menuju ke Lokpri pengelolaan perbatasan menjadi salah stau intervensi strategis. dan keempat, disamping pemenuhan Pendidikan dan kesehatan, perlu disediakan pula fasilitas pelayanan perekonomian masyarakat, agar dapat memfasilitasi aktivitas produksi secara massif dan pasca produksi oleh masyarakat. tentunya pasar masyarakat ini harus bergaya ala new normal, yaitu kebiasaan adaptasi baru dalam aktivitas perekonomian dengan menerapkan protokol kesehatan.
Membangun Inovasi dan Social Engagement
Masyarakat perbatasan memerlukan pendekatan social engagement agar interaksi yang ditimbulkan dalam rangka pemecahan masalah dapat tercapai. Pendekatan tersebut merupakan perwujudan interaksi sosial dan individual di dalam masyarakat perbatasan untuk mempengaruhi fungsi kognitif keluarga masyarakat perbatasan. Terutama, karena social engagement tersusun atas jaringan sosial, di mana hubungan sosial dan aktivitas sosial menduduki peranan itu di dalam masyarakat. Upaya ini, diharapkan mampu memaksimalkan kebijakan agar tercipta rasa saling memiliki dan ikhtiar untuk melanjutkan.
Selain itu, perhatian serius juga perlu dilakukan pemerintah, lantaran peranannya cukup signifikan dalam meningkatkan ekonomi masyarakat. Pemerintah menduduki posisi yang dapat memberikan aturan dan institusi untuk memfasilitasi pertukaran, menawarkan peluang peningkatan kegagalan pasar yang timbul dari informasi tidak sempurna. Meminjam gagasan dari Boon dan Geraldine (2007) tentang sebuah pemerintahan, konsepnya adalah pemerintah beradaptasi dengan perubahan dan lingkungan yang cepat di dalam lingkup masyarakat, sehingga institusi dan strukturnya tetap efektif untuk mewujudkan pencapaian jangka panjang masyarakat. Di samping itu, dibutuhkan pula tata kelola pemerintahan yang dinamis. Bentuk birokrasi tersebut akan memungkinkan relevansi kebijakan tetap sesuai dan efektif untuk mewujudkan tujuan masyarakat.
Langkah ini pun tidak bisa didorong untuk berjalan sendirian, dibutuhkan tata kelola yang baik, jujur, dan kompetensi agar kebijakan suatu negara diterima secara luas. Di samping berbagai ikhtiar itu, strategi yang optimal juga menjadi sebuah keharusan agar penanggulangan ekonomi di wilayah perbatasan dapat teratasi. Penulis menggarisbawahi, setidaknya ada tiga aspek yang dapat diurai guna memetakan persoalan. Antara lain, fokus pada peningkatan ekonomi, pengembangan skill vokasi, dan pemulihan program kesehatan.
Dalam mengurai tiga hal tersebut, mula-mula diperlukan analisa berdasarkan masalah yang ada. Pemetaan awal harus dilakukan dengan menyisir mana yang paling mendesak, sedang, dan tidak perlu penanganan. Dengan demikian, pemangku kebijakan dapat secara tepat memberikan intervensi terhadap problem yang dihadapi dalam suatu action yang bersifat kolaboratif. Selain itu, perlu juga mengembangkan potensi yang ada melalui inovasi. Langkah penerapan inovasi tersebut terbukti berhasil diterapkan. Setidaknya publik dapat melihat inovasi yang telah diterapkan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi terhadap warganya dengan menciptakan smart kampung. Dengan terobosan itu, masyarakat dan pemerintah dapat bersinergi sekaligus berkolaborasi dalam menjalankan pelayanan, serta mampu menyesuaikan bentuk model dan solusi yang sesuai dengan kondisi tersebut.
Daerah perbatasan perlu mengambil contoh itu. Pemerintah dapat mengambil best practice dari daerah yang sudah maju inovasinya. Proses ini dinamakan difusi inovasi, dimana inovasi-inovasi yang baik, dapat ditularkan ke daerah lainya. Difusi inovasi merupakan sebuah bagian dari inovasi kebijakan, difusi sendiri memiliki sebuah arti yakni, difusi adalah proses inovasi yang dikomunikasikan melalui saluran dari waktu ke waktu oleh anggota sistem sosial. Ini merupakan tipe khusus dalam komunikasi, dalam hal ini gagasan baru. Beberapa contoh dari Banyuwangi adalah membangun smart kampung yaitu melalui inovasi desa atau membangun semacam Banyuwangi mall daring atau yang disebut sebagai e-marketplace.
Langkah berikutnya yang tak kalah penting yaitu penyiapan instrumen dan ekosistem nasional perbatasan dengan menggunakan teknologi big data. Ekosistem ini melengkapi ikhtiar yang sudah dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang juga salah satu anggota BNPP dalam membuka keterisoliran wilayah perbatasan dari sisi komunikasi dan informasi. Ekosistem ini meliputi Ekosistem Bisnis, Ekosistem Daratan dan Laut, Ekosistem Pariwisata yang didukung oleh Ekosistem Pendidikan vokasi yang memungkinkan masyarakat perbatasan mengikuti virtual training dan sertifikasi secara massif berdasarkan potensi dan local genius yang ada.
Ekosistem dimaksud memberikan kapasitas pengembangan diri bagi masyarakat, aparat kecamatan, desa, dan kelurahan di perbatasan. Dengan demikian, sumber daya manusia di wilayah perbatasan diharapkan mampu menjawab permasalahan lebih taktis dan responsif. Dengan demikian action kolaboratif yang disusun pada tahap pertama mendapat dukungan ekosistem yang terintegrasi dalam mendukung pemulihan ekonomi berbasis pemberdayaan masyarakat sehingga dapat berproduksi secara massif dan dapat dipasarkan secara luas pada tingkat lokal, regional bahkan pasar eksport melalui dukungan para pihak yang saling menguntungkan.
Tidak hanya itu, strategi lainnya yang juga tak bisa dipandang sebelah mata yakni membentuk pilot project kawasan perbatasan yang dinilai berhasil. Ikhtiar tersebut dapat mendorong terciptanya inspirasi di tataran wilayah lainnya. Jika kesemua hal itu telah berjalan, maka upaya berikutnya perlu melakukan evaluasi dan penyempurnaan. Kedua hal itu penting diiniasi guna memastikan apa yang telah dikerjakan telah sesuai dengan yang direncanakan, sehingga cita-cita untuk bangkit dari pandemi Covid-19 dapat tercapai. Dengan demikian, masyarakat di wilayah perbatasan dapat merasakan kemudahan dan permasalahan lainnya dapat dihindarkan. Semoga.
(zik)