Menjaga Keseimbangan di Antara Hegemoni AS-China

Rabu, 04 Agustus 2021 - 05:55 WIB
loading...
Menjaga Keseimbangan di Antara Hegemoni AS-China
Mohammad Anthoni (Fot: Dok. Pribadi)
A A A
Mohammad Anthoni
Pengamat Hubungan Internasional

PERSAINGAN perebutan pengaruh atau hegemoni antara Amerika Serikat (AS) dan Republik Rakyat China (RRC) di kawasan Asia Pasifik semakin tampak jelas dan menarik serta menjadi topik pembahasan dalam seminar oleh berbagai pusat kajian dan tulisan telaah.Misalnya, Pusat Studi Asia Tenggara (Center for Southeast Asian Studies/CSEAS) Indonesia, baru-baru ini menggelar webinar terkait potensi ancaman politik, ekonomi, dan keamanan terhadap negara-negara Asia seiring dengan meningkatnya hegemoni China. Webinar internasional itu bertema,”China’s Hegemony: Potential Political, Economic and Security Threats to Asian Countries”.

Para pakar dan pengamat mengemukakan pendapatnya bahwa AS yang selama in mengalami surplus power secara perlahan menurun sementara China naik secara sistematis. Proses pergeseran kekuasaan antara kedua negara itu seperti ayunan yang bergerak.

Dalam rentang tiga dekade belakangan, China telah berkembang dari negara terbelakang menuju posisi terdepan dalam urusan-urusan dunia. Tampak jelas negara ini berada di lintasan untuk meraih posisinya yang bersejarah sebagai ekonomi terbesar, menyingkirkan AS. China terus mengancam hegemoni AS di dunia secara umum dan di kawasan Asia Timur atau Asia Pasifik khususnya.

Senior Research Fellow dari CSEAS Veeramalla Anjaiah memaparkan sejarah pembentukan Partai Komunis China (CCP) 100 tahun lalu (23 Juli 1921) dan para tokohnya termasuk Mao Zedong. Tetapi CCP di bawah Presiden Xi Jinping merayakan ulang tahun ke-100 pada 1 Juli 2021.

Selama 72 tahun terakhir CCP telah mentransformasi China dari salah satu negara termiskin menjadi ekonomi terbesar kedua terbesar di dunia, kekuatan militer terbesar ketiga dan hegemoni global. Sebagai satu adidaya global yang sedang muncul, China, yang berpenduduk terbesar di dunia dengan 1,44 miliar jiwa, menjadi penantang dominasi AS sebagai adidaya saat ini.

Selama kurun waktu dari 1927 hingga 1979 China terlibat dalam berbagai konflik dan perang.

Menurut Anjaiah, kekayaan dalam bidang ekonomi tidak mengubah perilaku CCP. Aksi protes mahasiswa di Lapangan Tiananmen tahun 1989 ditumpas secara brutal. Jutaan Muslim Uighur dijebloskan ke dalam kamp-kamp konsentrasi dan gerakan demokratik juga dilibas di Hongkong.

“Dengan kekayaan dan kekuatan militer, China ingin mendominasi dunia dengan memperluas kekuatan dan pengaruhnya,” katanya. Dia merujuk kepada Belt and Road Initiative (BRI) yang mencakup 68 negara di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Selatan dengan rencana investasi ditaksir sebesar 1 juta triliun. Berdasarkan program BRI China dengan agresif menyediakan pinjaman dan menanam modal dalam berbagai proyek infrastruktur di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya di bawah program BRI. Dikatakannya, Indonesia harus hati-hati untuk menghindari pengalaman-pengalaman Sri Lanka, Pakistan dan Kamboja.

Kini China mulai secara terbuka menyatakan bahwa dengan kekuatan ekonominya, ia akan berupaya mendapatkan status sebagai great power. China berhasil membuktikan bahwa pemerintahannya sangat stabil dengan jaringan diplomatik dan ekonomi globalnya yang menjelajah dunia.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1602 seconds (0.1#10.140)