Pemerintah Diminta Segera Ganti Biaya Pasien Covid-19 di Rumah Sakit
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah diminta segera memenuhi kewajiban untuk membayar uang pengganti pembiayaan pasien virus corona (Covid-19) yang dirawat di rumah sakit maupun di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP). Pasalnya, meskipun proses klaim saat ini terus berjalan, pembiayaan pasien Covid-19 belum mendapat penggantian.
Desakan ini disampaikan mengingat beratnya beban keuangan rumah sakit dan FKTP selama pandemi corona berlangsung. Keuangan rumah sakit makin terbebani karena adanya penurunan kunjungan jumlah pasien ke fasilitas kesehatan.
Kondisi itu diperparah lagi dengan terbitnya surat edaran dari Dirjen Pelayanan Kesehatan Nomor 1118 tertanggal 9 April 2020 yang berisi imbauan untuk tidak praktik rutin kecuali emergensi atau keadaan darurat. "Hingga hari ini pembiayaan pasien Covid-19 di rumah sakit maupun di FKTP belum mendapat penggantian (dari pemerintah)," ujar Ketua Umum DPP Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) dr Mahesa Paranadipa Maikel Mahesa di Jakarta kemarin.
Menurut Mahesa, penyakit yang telah ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) atau wabah sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Ketentuan itu tertuang di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU Nomor 36/2009 tentang Kesehatan, dan UU Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Ketentuan tersebut kembali ditegaskan melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 104/2020 yang ditetapkan pada 14 Februari 2020. Selain itu, Kementerian Kesehatan juga telah menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 238/2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim Pembiayaan yang ditandatangani pada 6 April 2020.
Setelah Kepmenkes terbit, kata dia, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 1116/2020 pada 9 April 2020 yang ditujukan kepada dinas kesehatan dan direktur rumah sakit seluruh Indonesia perihal wajib lapor kasus Covid-19.
Surat edaran dari Dirjen Pelayanan Kesehatan yang berisi imbauan untuk tidak praktik rutin, kecuali emergency semakin memberatkan kondisi rumah sakit. Akhirnya, pemasukan fasilitas kesehatan, khususnya rumah sakit dari klaim ke BPJS Kesehatan maupun dari pasien umum, menurun drastis. FKTP yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan tidak memiliki banyak pengaruh karena ditopang dengan dana kapitasi. “Namun, problem pada FKTP adalah belum jelasnya mekanisme klaim pelayanan pasien Covid-19," ucapnya.
Mahesa membeberkan, kondisi saat ini menyebabkan sejumlah rumah sakit terpaksa memungut biaya dari pasien, termasuk pasien tergolong tidak mampu. Bahkan, terdapat rumah sakit yang mewajibkan setiap pasien, tidak hanya pasien suspect, melakukan pemeriksaan rapid test maupun polymerase chain reaction (PCR). "Jika rumah sakit tidak lagi mampu membayar gaji dan jasa medik, dikhawatirkan pelayanan akan terhenti. Tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah harus benar-benar dijalankan," desaknya.
Kementerian Kesehatan telah menunjuk 132 rumah sakit sebagai rujukan perawatan Covid-19. Pemerintah daerah juga menambah rumah sakit yang dapat melayani Covid-19. Namun, berhubung semakin bertambahnya daerah dengan transmisi lokal, hampir seluruh fasilitas kesehatan baik FKTP maupun fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut telah menangani pasien-pasien yang masuk kriteria pasien dalam pengawasan (PDP) ataupun memeriksa orang dalam pemantauan (ODP).
Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy yang dikonfirmasi perihal keluhan rumah sakit dan FKTP mengatakan, jarak antara pembayaran dan pelayanan kesehatan yang diberikan itu sekitar dua pekan. Kementerian Kesehatan bisa menalangi dulu 50% dari total tagihan dari jumlah klaim yang diajukan. Sementara itu, BPJS Kesehatan diberikan tugas untuk memverifikasi klaim pelayanan kesehatan akibat Covid-19. “Semestinya sudah ada pembayaran,” kilahnya ketika dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Meningkatnya penyebaran kasus Covid-19 membuat pemerintah menetapkan bahwa seluruh rumah sakit dapat melakukan klaim biaya perawatan pasien, bukan hanya rumah sakit rujukan penyakit infeksi emerging (PIE). Hal ini kemudian diatur melalui Kepmenkes Nomor HK.01.07/MENKES/238/2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Perawatan Pasien Penyakit Infeksi Emerging (PIE) Tertentu bagi Rumah Sakit yang Menyelenggarakan Pelayanan Covid-19.
Kriteria pasien yang dapat diklaim biaya perawatannya adalah ODP di atas 60 tahun dengan atau tanpa penyakit penyerta, ODP kurang dari 60 tahun dengan penyakit penyerta, PDP, dan pasien positif Covid-19. Untuk dapat mendapatkan penggantian pembayaran, rumah sakit mengajukan klaim secara kolektif kepada Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan cq Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan melalui surat elektronik.
Pengajuan tersebut ditembuskan ke BPJS Kesehatan untuk verifikasi dan dinas kesehatan kabupaten/kota. Pengajuan tersebut dapat dilakukan setiap 14 hari kerja oleh pihak rumah sakit. Setelah pengajuan, BPJS Kesehatan akan mengeluarkan berita acara verifikasi pembayaran klaim paling lambat tujuh hari kerja sejak pengajuan diterima. Kementerian Kesehatan akan membayar klaim setelah berita acara dari BPJS Kesehatan diterima.
Wakil Ketua Komisi IX DPR Melkiades Laka Lena menyebut bahwa dalam rapat terakhir dengan Kementerian Kesehatan dijelaskan bahwa biaya pengganti untuk rumah sakit dan FKTP akan segera turun dalam waktu dekat, bahkan pekan ini.
Menurut dia, permenkes soal pembiayaan pasien korona mengatur bahwa pembayaran dilakukan dua minggu setelah perawatan. Mekanismenya, dua minggu setelah perawatan rumah sakit dan FKTP mengajukan penggantian kepada pemerintah, lalu pemerintah membayar 50% dari total tagihan. Setelah itu BPJS Kesehatan bergerak guna memastikan benar bahwa yang diklaim itu betul-betul terkait pasien penanganan Covid-19 atau bukan. “Kalau sudah benar, kemudian dibayar lagi 50% sisanya,” kata Melki saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Melki menjelaskan, karena ini sedang berproses, Komisi IX DPR berharap pihak rumah sakit dengan benar menghitung pasien Covid-19 yang ditangani. Kemudian, pemerintah secara konsisten melaksanakan pembayaran dalam dua pekan itu, dan kalau sudah dicek semua oleh BPJS Kesehatan baru dilakukan pembayaran 100%.
Politikus Partai Golkar ini mengingatkan bahwa pihak rumah sakit dan FKTP tidak perlu khawatir soal pembayaran karena Komisi IX DPR ikut mengawasi penanganan pandemi ini, termasuk juga soal kebutuhan fasilitas kesehatan. “Sekjen Kemenkes (mengatakan) minggu ini, dalam waktu dekat, sudah bayar. Karena kita tahu cashflow dari masyarakat juga butuh untuk tangani pasien Covid-19, tangani pasien lain dan kebutuhan lain,” kata Melki. (Kiswondari/Neneng Zubaidah)
Desakan ini disampaikan mengingat beratnya beban keuangan rumah sakit dan FKTP selama pandemi corona berlangsung. Keuangan rumah sakit makin terbebani karena adanya penurunan kunjungan jumlah pasien ke fasilitas kesehatan.
Kondisi itu diperparah lagi dengan terbitnya surat edaran dari Dirjen Pelayanan Kesehatan Nomor 1118 tertanggal 9 April 2020 yang berisi imbauan untuk tidak praktik rutin kecuali emergensi atau keadaan darurat. "Hingga hari ini pembiayaan pasien Covid-19 di rumah sakit maupun di FKTP belum mendapat penggantian (dari pemerintah)," ujar Ketua Umum DPP Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) dr Mahesa Paranadipa Maikel Mahesa di Jakarta kemarin.
Menurut Mahesa, penyakit yang telah ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) atau wabah sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Ketentuan itu tertuang di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU Nomor 36/2009 tentang Kesehatan, dan UU Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Ketentuan tersebut kembali ditegaskan melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 104/2020 yang ditetapkan pada 14 Februari 2020. Selain itu, Kementerian Kesehatan juga telah menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 238/2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim Pembiayaan yang ditandatangani pada 6 April 2020.
Setelah Kepmenkes terbit, kata dia, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 1116/2020 pada 9 April 2020 yang ditujukan kepada dinas kesehatan dan direktur rumah sakit seluruh Indonesia perihal wajib lapor kasus Covid-19.
Surat edaran dari Dirjen Pelayanan Kesehatan yang berisi imbauan untuk tidak praktik rutin, kecuali emergency semakin memberatkan kondisi rumah sakit. Akhirnya, pemasukan fasilitas kesehatan, khususnya rumah sakit dari klaim ke BPJS Kesehatan maupun dari pasien umum, menurun drastis. FKTP yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan tidak memiliki banyak pengaruh karena ditopang dengan dana kapitasi. “Namun, problem pada FKTP adalah belum jelasnya mekanisme klaim pelayanan pasien Covid-19," ucapnya.
Mahesa membeberkan, kondisi saat ini menyebabkan sejumlah rumah sakit terpaksa memungut biaya dari pasien, termasuk pasien tergolong tidak mampu. Bahkan, terdapat rumah sakit yang mewajibkan setiap pasien, tidak hanya pasien suspect, melakukan pemeriksaan rapid test maupun polymerase chain reaction (PCR). "Jika rumah sakit tidak lagi mampu membayar gaji dan jasa medik, dikhawatirkan pelayanan akan terhenti. Tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah harus benar-benar dijalankan," desaknya.
Kementerian Kesehatan telah menunjuk 132 rumah sakit sebagai rujukan perawatan Covid-19. Pemerintah daerah juga menambah rumah sakit yang dapat melayani Covid-19. Namun, berhubung semakin bertambahnya daerah dengan transmisi lokal, hampir seluruh fasilitas kesehatan baik FKTP maupun fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut telah menangani pasien-pasien yang masuk kriteria pasien dalam pengawasan (PDP) ataupun memeriksa orang dalam pemantauan (ODP).
Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy yang dikonfirmasi perihal keluhan rumah sakit dan FKTP mengatakan, jarak antara pembayaran dan pelayanan kesehatan yang diberikan itu sekitar dua pekan. Kementerian Kesehatan bisa menalangi dulu 50% dari total tagihan dari jumlah klaim yang diajukan. Sementara itu, BPJS Kesehatan diberikan tugas untuk memverifikasi klaim pelayanan kesehatan akibat Covid-19. “Semestinya sudah ada pembayaran,” kilahnya ketika dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Meningkatnya penyebaran kasus Covid-19 membuat pemerintah menetapkan bahwa seluruh rumah sakit dapat melakukan klaim biaya perawatan pasien, bukan hanya rumah sakit rujukan penyakit infeksi emerging (PIE). Hal ini kemudian diatur melalui Kepmenkes Nomor HK.01.07/MENKES/238/2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Perawatan Pasien Penyakit Infeksi Emerging (PIE) Tertentu bagi Rumah Sakit yang Menyelenggarakan Pelayanan Covid-19.
Kriteria pasien yang dapat diklaim biaya perawatannya adalah ODP di atas 60 tahun dengan atau tanpa penyakit penyerta, ODP kurang dari 60 tahun dengan penyakit penyerta, PDP, dan pasien positif Covid-19. Untuk dapat mendapatkan penggantian pembayaran, rumah sakit mengajukan klaim secara kolektif kepada Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan cq Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan melalui surat elektronik.
Pengajuan tersebut ditembuskan ke BPJS Kesehatan untuk verifikasi dan dinas kesehatan kabupaten/kota. Pengajuan tersebut dapat dilakukan setiap 14 hari kerja oleh pihak rumah sakit. Setelah pengajuan, BPJS Kesehatan akan mengeluarkan berita acara verifikasi pembayaran klaim paling lambat tujuh hari kerja sejak pengajuan diterima. Kementerian Kesehatan akan membayar klaim setelah berita acara dari BPJS Kesehatan diterima.
Wakil Ketua Komisi IX DPR Melkiades Laka Lena menyebut bahwa dalam rapat terakhir dengan Kementerian Kesehatan dijelaskan bahwa biaya pengganti untuk rumah sakit dan FKTP akan segera turun dalam waktu dekat, bahkan pekan ini.
Menurut dia, permenkes soal pembiayaan pasien korona mengatur bahwa pembayaran dilakukan dua minggu setelah perawatan. Mekanismenya, dua minggu setelah perawatan rumah sakit dan FKTP mengajukan penggantian kepada pemerintah, lalu pemerintah membayar 50% dari total tagihan. Setelah itu BPJS Kesehatan bergerak guna memastikan benar bahwa yang diklaim itu betul-betul terkait pasien penanganan Covid-19 atau bukan. “Kalau sudah benar, kemudian dibayar lagi 50% sisanya,” kata Melki saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Melki menjelaskan, karena ini sedang berproses, Komisi IX DPR berharap pihak rumah sakit dengan benar menghitung pasien Covid-19 yang ditangani. Kemudian, pemerintah secara konsisten melaksanakan pembayaran dalam dua pekan itu, dan kalau sudah dicek semua oleh BPJS Kesehatan baru dilakukan pembayaran 100%.
Politikus Partai Golkar ini mengingatkan bahwa pihak rumah sakit dan FKTP tidak perlu khawatir soal pembayaran karena Komisi IX DPR ikut mengawasi penanganan pandemi ini, termasuk juga soal kebutuhan fasilitas kesehatan. “Sekjen Kemenkes (mengatakan) minggu ini, dalam waktu dekat, sudah bayar. Karena kita tahu cashflow dari masyarakat juga butuh untuk tangani pasien Covid-19, tangani pasien lain dan kebutuhan lain,” kata Melki. (Kiswondari/Neneng Zubaidah)
(ysw)