Politik PKB Memuliakan Perempuan

Sabtu, 24 Juli 2021 - 12:34 WIB
loading...
Politik PKB Memuliakan...
Wasekjen DPP PKB Anggia Erma Rini. Foto/Istimewa
A A A
Anggia Erma Rini, MKM
Wasekjen DPP PKB, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

"Kami warga Jam’iyah Nahdlatul Ulama dengan ini menyatakan berdirinya partai politik yang bersifat kejuangan, kebangsaan, terbuka dan demokratis yang diberi nama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)"

Kalimat di atas adalah kutipan pernyataan deklarasi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Kala itu di Jakarta PKB resmi dideklarasikan bertepatan pada 29 Rabiul Awal 1419 H atau 23 Juli 1998. Dua puluh tiga tahun sudah PKB telah memberikan warna politik moderat dan demokratis dalam aktivitas politik kenegaraan Indonesia. Sebagai wadah perjuangan para Nahdliyin, sejak lahir telah menunjukkan proses transformasi yang sangat baik. Prinsip kebangsaan, keterbukaan dan demokratis sudah sedemikian rupa berkembang sangat cepat.

Partai yang dideklarasikan oleh lima ulama khos ini perlahan tapi pasti menjadi partai yang modern dan memberi ruang bagi seluruh anak bangsa. Anak muda, juga seluruh kalangan tanpa melihat strata. Termasuk ruang seluas-luasnya bagi perempuan untuk mengaktualisasi misi perjuangan politiknya.

Corak partai ini pun konsisten menjadi partai yang terbuka. Sudah seperti menjadi kesepahaman umum, bukan hanya di internal partai, masyarakat luas sudah menyadari bahwa PKB adalah partai yang merakyat dan konsisten memperjuangkan rakyat secara total.

Tulisan ini saya buat untuk mengulas satu perspektif penting yang kemudian sampai saat ini menjadi concern para aktivis politik, khususnya politik perempuan. Sebagai perempuan politik yang saat ini khidmat di PKB, perlu kiranya substansi ini disyiarkan ke khalayak. Bagaimana partai ini benar-benar mensublimasi keluhuran cita-cita politiknya dalam bentuk memuliakan mereka para perempuan pejuang politik.

Memang begitulah seharusnya nilai ideologi partai. Tidak hanya berupa teks semata tetapi bagaimana ideologi partai dihidupkan menjadi laku politik kolektif. Salah satunya bagaimana ideologi PKB hidup memberikan pemuliaan bagi mereka perempuan.

Tantangan Politik Perempuan
Diskursus masalah dan tantangan perempuan dalam konteks sosial politik sepertinya menjadi perdebatan yang tidak pernah selesai. Anggapan perempuan tidak perlu beraktulisasi di ruang publik sampai hari ini masih sangat mengakar kuat di tengah-tengah masyarakat.

Kodrat perempuan menjadi pelayan keluarga sangat sering kita temui jadi alat pembenar untuk memarginalkan dan membatasi ruang bagi perempuan untuk menjadi pemimpin politik dan atau ruang sosial lainnya. Diksi perempuan “konco wingking” menjadi momok tersendiri bagi eksistensi para perempuan dalam mewarnai aktivitas politik. Lebih-lebih di era politik elektoral yang menjadikan rakyat langsung menentukan siapa wakil rakyat diberi mandat sebagai pemimpin politiknya.

Jika merujuk data misalnya, pada Pemilihan Legislatif 2019 di Senayan ada 118 orang dari 575 wakil rakyat yang berhasil menembus Senayan. Secara jumlah meningkat, pada tahun 2014 hanya ada 97 wakil rakyat. Itu pun secara presentase masih 20,5 persen. Padahal tantangan konkretnya, bagaimana agar berbagai produk legislasi itu sarat akan nilai gender. Tantangannya, kuota 30 persen parlemen jelas harus terus dikejar. Bahkan lebih dari kuota 30 persen harus terus diperjuangkan. Singkatnya, bagaimana kebijakan Negara perspektif gender bisa terpenuhi.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2067 seconds (0.1#10.140)