MIPI Bahas Konsep dan Strategi Membangun Perpustakaan Indonesia Berkelas Dunia

Sabtu, 17 Juli 2021 - 11:58 WIB
loading...
MIPI Bahas Konsep dan...
MIPI menggelar webinar dengan menghadirkan Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando secara daring (zoom meeting) dan disiarkan melalui channel Youtube MIPI, Sabtu (17/7/2021). FOTO/TANGAKAPAN LAYAR
A A A
JAKARTA - Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) kembali menggelar web seminar atau webinar dengan menghadirkan Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Muhammad Syarif Bando membahas "Konsep dan Strategi Membangun Perpustakaan Indonesia Berkelas Dunia". Acara yang dilaksanakan secara daring (zoom meeting) dan disiarkan melalui channel Youtube MIPI itu dilaksanakan pada Sabtu (17/7/2021).

Dalam kesempatan itu, Syarif Bando menjelaskan, sebagai negara terbesar keempat di dunia dari segi jumlah penduduk, dibutuhkan peran pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui peningkatan literasi. Komitmen pemerintah dalam mewujudkan SDM yang unggul juga kian memperkuat legitimasi pentingnya perpustakaan umum di tengah masyarakat.

Hal ini mengingatkan pada Manifesto Perpustakaan Umum UNESCO/IFLA (1994) tentang perpustakaan umum, bahwa "Bangku terakhir pendidikan bagi setiap orang adalah perpustakaan".

Baca juga: Perpustakaan Islam Digital, Buah Karya Fenomenal KH Lutfi Fathullah

Sejalan dengan itu, sesuai dengan mandat UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, perpustakaan merupakan urusan wajib nonpelayanan dasar yang harus dibentuk kelembagaannya sebagai organisasi perangkat daerah di provinsi dan kabupaten/kota.

"Data yang ada di Perpustakaan Nasional sampai dengan tahun 2021, seluruh provinsi dan kabupaten/kota telah membentuk kelembagaan berupa Dinas Perpustakaan, meskipun seluruhnya belum terakreditasi A sesuai dengan standar nasional Perpustakaan," kata Syarif.

Ia mengatakan, perpustakaan dan profesi pustakawan harus berkembang menyesuaikan kemajuan dan kebutuhan zaman. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perpustakaan dan profesi pustakawan juga harus menyesuaikan kebutuhan peradaban kekinian, agar eksistensinya tetap terjaga dan masih dapat memenuhi kebutuhan literasi masyarakat.

Baca juga: Kemendagri Minta Perpustakaan dan Pemda Bersinergi Bangun Literasi Masyarakat

"Kalau dulu perpustakaan sebagai simbol eksklusif, orang-orang yang berilmu, bangsawan, para raja, kalau paradigma itu masih dipakai, maka tidak laku itu perpustakaan," ujarnya.

Paradigma baru perpustakaan era kini menghendaki transfer of knowledge sebesar 70%. Dengan paradigma baru itu pula, maka definisi perpustakaan tidak hanya sebagai sebuah tempat untuk membaca buku, tapi memiliki definisi yang lebih luas.

Syarif membedah, dengan paradigma baru, setidaknya perpustakaan dapat didefinisikan sebagai berikut: Pertama, rumah mahasiswa, pelajar, dan masyarakat yang melakukan inovasi untuk berubah ke arah yang lebih baik; Kedua, tempat para penulis, peneliti, penerbit, ilmuwan, agamawan, wartawan, budayawan dan politikus membedah buku untuk membangun peradaban bangsa.

Ketiga, tempat mengumpulkan, mengolah, mendayagunakan dan menyimpan produk budaya seperti karya tulis, karya cetak, karya rekam, buku digital hasil karya putra/putri bangsa; Keempat, wadah untuk mengemban mandat UNESCO untuk mewujudkan fungsi yang berorientasi pada layanan nasional, warisan budaya, dan infrastruktur budaya; Kelima, Institusi terpenting untuk menemukan solusi menghapuskan belenggu kebodohan dan kemiskinan.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1797 seconds (0.1#10.140)