Tepatkah Vaksin Individu Berbayar?
loading...
A
A
A
Keputusan pemerintah memberikan akses vaksin berbayar untuk masyarakat menjadi kabar baik bagi mereka yang mampu menyediakan anggaran kesehatan memadai. Di sisi lain, vaksinasi berbayar untuk individu ini semakin menyulitkan bagi kalangan yang pendapatannya pas-pasan di masa pandemi Covid-19 .
Keputusan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 19/2021 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10/2021 tentang pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanggulangan pandemi Covid-19 itu membuka peluang semakin cepatnya program vaksinasi nasional. Akan tetapi, bagi masyarakat golongan bawah, tentu saja vaksin hanya akan menjadi angan-angan karena harga yang ditetapkan relatif mahal.
Bayangkan, harga pembelian vaksin ditetapkan pemerintah adalah Rp321.660 per dosis dengan tarif maksimal pelayanan vaksinasi sebesar Rp117.910 per dosis. Artinya, apabila ditotal untuk dua kali vaksin, harganya mencapai Rp879.140 per orang. Uang sejumlah itu tentu sangat berarti bagi masyarakat menengah dan golongan kecil yang setiap bulannya harus menyisihkan anggaran esktra untuk membeli vitamin dan suplemen makanan untuk menjaga kesehatan keluarga.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan, vaksin berbayar yang pelaksanannya di jaringan Kimia Farma itu adalah untuk vaksinasi suntikan pertama dan kedua. Bukan untuk booster, yang diberlakukan untuk petugas tenaga kesehatan. Adapun masyarakat yang ingin melakukan vaksinasi berbayar ini dapat membelinya mulai besok di delapan klinik jaringan Kimia Farma di beberapa kota di Pulau Jawa.
Perihal vaksinasi di Kimia Farma itu juga disampaikan oleh Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pahala N Mansury. Menurut dia, pelaksanaan vaksinasi individu oleh Kimia Farma Group merupakan upaya untuk mengakselerasi penerapan vaksinasi dalam membantu program vaksinasi nasional dalam upaya mempercepat herd immunity atau kekebalan kelompok.
Kimia Farma sebagai bagian dari holding BUMN farmasi berkomitmen untuk berkolaborasi dan bersinergi dengan dengan seluruh pihak untuk mempercepat vaksinasi nasional baik melalui vaksinasi gotong-royong perusahaan maupun individu. Untuk pelaksanannya, vaksinasi bebayar ini dilakukan melalui PT Kimia Farma Diagnostika yang sebelumnya juga telah mendistribusi vaksin gotong royong ke sejumlah perusahaan pada berbagai kluster industri di Jawa, Kalimantan, dan Sumatera.
Kendati program vaksinasi gotong-royong berbayar ini sangat baik untuk mendukung percepatan program vaksinasi nasional, keputusan tersebut tak ayal menyisakan pertanyaan dari sejumlah kalangan, termasuk DPR. Sejumlah wakil rakyat mempertanyakan program vaksin berbayar tersebut karena dianggap tidak sesuai dengan rencana awal di mana vaksinasi untuk masyarakat diberikan secara gratis untuk semua lapisan masyarakat.
Hal ini setidaknya disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh melalui cuitan di media sosial Twitter kemarin. Dia mempertanyakan jual beli atau komersialisasi vaksin Covid-19 Gotong-Royong oleh salah satu anak usaha BUMN, yakni Kimia Farma.
Anggota Fraksi PKB itu mengakui, Komisi IX belum pernah mendengar ataupun mendapat laporan adanya istilah vaksin gotong-royong individual, apalagi dengan cara membelinya. Dia menyebutkan, dalam pengetahuannya jenis vaksin hanya dua, yakni vaksin untuk masyarakat dan vaksin yang disediakan perusahaan untuk karyawan beserta keluarga.
Adanya pro-kontra ini tentu saja harus segera diluruskan agar masyarakat tidak bingung. Pasalnya, sepengetahun publik, sejak awal dengan terang sudah dijelaskan bahwa vaksinasi untuk menangkal virus korona itu adalah gratis disediakan oleh pemerintah. Jangan sampai juga muncul anggapan rakyat sedang sulit, tetapi dibebani pengeluaran lain untuk menikmati kesehatan.
Di bagian lain, upaya mempercepat program vaksinasi Covid-19 terus dilakukan. Menurut laporan Kemenkes, hingga kemarin vaksinasi sudah menembus angka 50 juta suntikan. Dari jumlah tersebut, 10 juta di antaranya tercapai dalam kurun waktu delapan minggu, 10 juta dalam waktu empat minggu, dan terakhir 10 juta suntikan dalam waktu 12 hari.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, pihaknya berharap vaksinasi Covid-19 di Indonesia terus bertambah di kemudian hari. Menurut Budi, hingga kemarin sudah 38 juta rakyat Indonesia mendapatkan vaksinasi yang pertama atau 20% dari total target populasi suntik yaitu sebesar 181,5 juta rakyat Indonesia. Bahkan, kata Budi, beberapa provinsi seperti Bali sudah lebih dari 70% warganya menerima suntikan yang pertama. Demikian juga untuk DKI Jakarta sudah lebih dari 50% mendapatkan suntikan pertama.
Keputusan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 19/2021 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10/2021 tentang pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanggulangan pandemi Covid-19 itu membuka peluang semakin cepatnya program vaksinasi nasional. Akan tetapi, bagi masyarakat golongan bawah, tentu saja vaksin hanya akan menjadi angan-angan karena harga yang ditetapkan relatif mahal.
Bayangkan, harga pembelian vaksin ditetapkan pemerintah adalah Rp321.660 per dosis dengan tarif maksimal pelayanan vaksinasi sebesar Rp117.910 per dosis. Artinya, apabila ditotal untuk dua kali vaksin, harganya mencapai Rp879.140 per orang. Uang sejumlah itu tentu sangat berarti bagi masyarakat menengah dan golongan kecil yang setiap bulannya harus menyisihkan anggaran esktra untuk membeli vitamin dan suplemen makanan untuk menjaga kesehatan keluarga.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan, vaksin berbayar yang pelaksanannya di jaringan Kimia Farma itu adalah untuk vaksinasi suntikan pertama dan kedua. Bukan untuk booster, yang diberlakukan untuk petugas tenaga kesehatan. Adapun masyarakat yang ingin melakukan vaksinasi berbayar ini dapat membelinya mulai besok di delapan klinik jaringan Kimia Farma di beberapa kota di Pulau Jawa.
Perihal vaksinasi di Kimia Farma itu juga disampaikan oleh Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pahala N Mansury. Menurut dia, pelaksanaan vaksinasi individu oleh Kimia Farma Group merupakan upaya untuk mengakselerasi penerapan vaksinasi dalam membantu program vaksinasi nasional dalam upaya mempercepat herd immunity atau kekebalan kelompok.
Kimia Farma sebagai bagian dari holding BUMN farmasi berkomitmen untuk berkolaborasi dan bersinergi dengan dengan seluruh pihak untuk mempercepat vaksinasi nasional baik melalui vaksinasi gotong-royong perusahaan maupun individu. Untuk pelaksanannya, vaksinasi bebayar ini dilakukan melalui PT Kimia Farma Diagnostika yang sebelumnya juga telah mendistribusi vaksin gotong royong ke sejumlah perusahaan pada berbagai kluster industri di Jawa, Kalimantan, dan Sumatera.
Kendati program vaksinasi gotong-royong berbayar ini sangat baik untuk mendukung percepatan program vaksinasi nasional, keputusan tersebut tak ayal menyisakan pertanyaan dari sejumlah kalangan, termasuk DPR. Sejumlah wakil rakyat mempertanyakan program vaksin berbayar tersebut karena dianggap tidak sesuai dengan rencana awal di mana vaksinasi untuk masyarakat diberikan secara gratis untuk semua lapisan masyarakat.
Hal ini setidaknya disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh melalui cuitan di media sosial Twitter kemarin. Dia mempertanyakan jual beli atau komersialisasi vaksin Covid-19 Gotong-Royong oleh salah satu anak usaha BUMN, yakni Kimia Farma.
Anggota Fraksi PKB itu mengakui, Komisi IX belum pernah mendengar ataupun mendapat laporan adanya istilah vaksin gotong-royong individual, apalagi dengan cara membelinya. Dia menyebutkan, dalam pengetahuannya jenis vaksin hanya dua, yakni vaksin untuk masyarakat dan vaksin yang disediakan perusahaan untuk karyawan beserta keluarga.
Adanya pro-kontra ini tentu saja harus segera diluruskan agar masyarakat tidak bingung. Pasalnya, sepengetahun publik, sejak awal dengan terang sudah dijelaskan bahwa vaksinasi untuk menangkal virus korona itu adalah gratis disediakan oleh pemerintah. Jangan sampai juga muncul anggapan rakyat sedang sulit, tetapi dibebani pengeluaran lain untuk menikmati kesehatan.
Di bagian lain, upaya mempercepat program vaksinasi Covid-19 terus dilakukan. Menurut laporan Kemenkes, hingga kemarin vaksinasi sudah menembus angka 50 juta suntikan. Dari jumlah tersebut, 10 juta di antaranya tercapai dalam kurun waktu delapan minggu, 10 juta dalam waktu empat minggu, dan terakhir 10 juta suntikan dalam waktu 12 hari.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, pihaknya berharap vaksinasi Covid-19 di Indonesia terus bertambah di kemudian hari. Menurut Budi, hingga kemarin sudah 38 juta rakyat Indonesia mendapatkan vaksinasi yang pertama atau 20% dari total target populasi suntik yaitu sebesar 181,5 juta rakyat Indonesia. Bahkan, kata Budi, beberapa provinsi seperti Bali sudah lebih dari 70% warganya menerima suntikan yang pertama. Demikian juga untuk DKI Jakarta sudah lebih dari 50% mendapatkan suntikan pertama.
(ynt)