Kelola Stres dengan Bijak di Masa Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Satu hal yang paling terasa berat bagi Diaspora Indonesia di tengah pandemi ini adalah jauh dari keluarga dan tidak bisa pulang ke Tanah Air untuk bertemu dengan keluarga tercinta. Hal tersebut tak pelak mempengaruhi piskologis mereka. Psikolog Klinis, Ardi Primasari mengatakan bahwa satu hal yang memicu seseorang mengalami stres adalah sebuah ketidakpastian. Hal tersebut nantinya juga bisa berujung pada frustrasi.
"Jadi, kalau teman-teman WNI yang kemudian pindah ke luar negeri dengan tidak dibekali tujuan yang jelas, maka hidupnya akan stagnan dan tidak mengerti harus berbuat apa. Bisa juga jadi merasa seperti kehilangan diri," kata wanita yang akrab disapa Sari ini.
Menurut Sari, Diaspora Indonesia yang tinggal jauh dari keluarganya harus mempunyai kemampuan resiliensi atau bertahan dalam kesulitan. Akan lebih baik jika mampu bangkit di tengah kesulitan yang sedang dihadapi. "Kawan-kawan Diaspora harus bisa mengontrol dirinya sendiri dan mengontrol segala hal yang memang sanggup mereka kontrol," imbuh dia.
Kondisi pandemi yang kini terpantau semakin parah akan memantik stres, jika seseorang tidak bisa mengolah dirinya sendiri. Apalagi, untuk para Diaspora Indonesia. Sari membayangkan, sejak awal saja Diaspora sudah sangat berani untuk keluar dari rumah, negara dan zona nyamannya untuk merantau ke tempat yang sangat jauh. Entah untuk melanjutkan studi atau bekerja.
"Menurut saya, kebanyakan dari mereka sudah menjadi pemenang atas dirinya sendiri. Mereka punya mimpi dan mereka bisa kejar itu hingga dapat. Perjuangannya sangat keras dan mereka adalah orang-orang terpilih," kata Sari semangat.
Dengan pengalaman itu, kemampuan Diaspora Indonesia dalam mengolah stres seharusnya sudah terlatih sangat baik. Mereka harus menjadi pribadi yang lebih produktif dan banyak menciptakan kegiatan baru untuk membunuh waktu.
Menurut Sari, mereka yang sedang menempuh pendidikan di luar negeri bisa mengisi waktu dengan mengerjakan tesis atau tugas kuliah lain. Sementara itu, untuk para karyawan dan ibu rumah tangga mungkin saja bisa menciptakan kegiatan baru seperti memasak atau membaca sumber informasi. "Intinya, mereka bisa bertahan dalam masa pandemi ini di negeri orang kan berkat hasil tempaan mereka juga di waktu yang lalu. Ingat, proses panjang yang mereka lalui untuk bisa tinggal, kuliah bahkan bekerja di luar negeri tidaklah mudah. Mereka pasti punya kekuatan untuk melalui masa pandemi ini," lanjutnya.
Sari mengingatkan, para Diaspora juga butuh berkonsultasi dengan psikolog apabila sudah merasakan kesulitan atau keresahan batin. "It’s okay not to be okay. Harus banget ketemu sama psikolog kalau menemui banyak kendala. Saat ini kan semua sudah mudah, bisa konsultasi secara daring. Agar kesehatan mental tetap terjaga," saran dia.
"Jadi, kalau teman-teman WNI yang kemudian pindah ke luar negeri dengan tidak dibekali tujuan yang jelas, maka hidupnya akan stagnan dan tidak mengerti harus berbuat apa. Bisa juga jadi merasa seperti kehilangan diri," kata wanita yang akrab disapa Sari ini.
Menurut Sari, Diaspora Indonesia yang tinggal jauh dari keluarganya harus mempunyai kemampuan resiliensi atau bertahan dalam kesulitan. Akan lebih baik jika mampu bangkit di tengah kesulitan yang sedang dihadapi. "Kawan-kawan Diaspora harus bisa mengontrol dirinya sendiri dan mengontrol segala hal yang memang sanggup mereka kontrol," imbuh dia.
Kondisi pandemi yang kini terpantau semakin parah akan memantik stres, jika seseorang tidak bisa mengolah dirinya sendiri. Apalagi, untuk para Diaspora Indonesia. Sari membayangkan, sejak awal saja Diaspora sudah sangat berani untuk keluar dari rumah, negara dan zona nyamannya untuk merantau ke tempat yang sangat jauh. Entah untuk melanjutkan studi atau bekerja.
"Menurut saya, kebanyakan dari mereka sudah menjadi pemenang atas dirinya sendiri. Mereka punya mimpi dan mereka bisa kejar itu hingga dapat. Perjuangannya sangat keras dan mereka adalah orang-orang terpilih," kata Sari semangat.
Dengan pengalaman itu, kemampuan Diaspora Indonesia dalam mengolah stres seharusnya sudah terlatih sangat baik. Mereka harus menjadi pribadi yang lebih produktif dan banyak menciptakan kegiatan baru untuk membunuh waktu.
Menurut Sari, mereka yang sedang menempuh pendidikan di luar negeri bisa mengisi waktu dengan mengerjakan tesis atau tugas kuliah lain. Sementara itu, untuk para karyawan dan ibu rumah tangga mungkin saja bisa menciptakan kegiatan baru seperti memasak atau membaca sumber informasi. "Intinya, mereka bisa bertahan dalam masa pandemi ini di negeri orang kan berkat hasil tempaan mereka juga di waktu yang lalu. Ingat, proses panjang yang mereka lalui untuk bisa tinggal, kuliah bahkan bekerja di luar negeri tidaklah mudah. Mereka pasti punya kekuatan untuk melalui masa pandemi ini," lanjutnya.
Sari mengingatkan, para Diaspora juga butuh berkonsultasi dengan psikolog apabila sudah merasakan kesulitan atau keresahan batin. "It’s okay not to be okay. Harus banget ketemu sama psikolog kalau menemui banyak kendala. Saat ini kan semua sudah mudah, bisa konsultasi secara daring. Agar kesehatan mental tetap terjaga," saran dia.
(zik)