Diduga Langgar Kode Etik, Deputi Penindakan KPK Dilaporkan ke Dewas
loading...
A
A
A
Boyamin mengatakan, semestinya sebelum melakukan kegiatan tangkap tangan sudah dipastikan apa modusnya apakah suap atau gratifikasi dan siapa penyelenggara negaranya. Dengan begitu, ketika sudah dilakukan Giat Tangkap Tangan tidak mungkin tidak ditemukan penyelenggara negaranya.
MAKI menuding perencanaan dan analisa perkara terhadap kegiatan tangkap tangan diduga tidak melibatkan jaksa yang bertugas di KPK. Hal ini berdasar hasil giat tangkap tangan yang gagal.
"Jika OTT dilakukan dengan melibatkan jaksa, semestinya tidak gagal sebagaimana selama ini terjadi di KPK. Semestinya melibatkan jaksa sebagai pengendali penanganan perkara untuk memastikan materi substansi peristiwa, kapan eksekusi penangkapan dan penahanan, kewenangan para pihak, dan analisisnya," cecar Boyamin.
Pelaksanaan aksi itu, lanjut Boyamin, diduga tidak tertib dan tidak lengkap administrasi penyelidikan sesuai prosedur (SOP) dan KUHAP. Menurut dia, jika pelaksanaan itu bagus dengan segala administrasi, maka potensi gagalnya operasi itu kecil.
Ia menilai, kegiatan OTT sesuai prosedur standar dilakukan penyadapan terhadap pihak-pihak terkait. Jika dilakukan penyadapan, dirinya meyakini tidak ada izin penyadapan dari Dewas KPK. Begitu juga bila tidak dilakukan penyadapan, maka telah melanggar SOP KPK.
"Kami membatasi diri untuk tidak memasuki pokok perkara apakah dalam OTT tersebut terdapat tindak pidana korupsi (TPK) atau tidak ada TPK. Selanjutnya, menyerahkan sepenuhnya kepada Dewas KPK untuk menindaklanjuti laporan ini sesuai ketentuan yang berlaku," jelas Boyamin.
Sebagai informasi, saat ini penanganan perkara OTT tersebut telah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya. Pasalnya, KPK mengaku tak menemukan keterlibatan penyelenggara negara yang merupakan ranah lembaga antirasuah itu. Hingga kini, Polda Metro Jaya belum menetapkan tersangka lantaran perkara tersebut masih terus diperiksa dan didalami.
MAKI menuding perencanaan dan analisa perkara terhadap kegiatan tangkap tangan diduga tidak melibatkan jaksa yang bertugas di KPK. Hal ini berdasar hasil giat tangkap tangan yang gagal.
"Jika OTT dilakukan dengan melibatkan jaksa, semestinya tidak gagal sebagaimana selama ini terjadi di KPK. Semestinya melibatkan jaksa sebagai pengendali penanganan perkara untuk memastikan materi substansi peristiwa, kapan eksekusi penangkapan dan penahanan, kewenangan para pihak, dan analisisnya," cecar Boyamin.
Pelaksanaan aksi itu, lanjut Boyamin, diduga tidak tertib dan tidak lengkap administrasi penyelidikan sesuai prosedur (SOP) dan KUHAP. Menurut dia, jika pelaksanaan itu bagus dengan segala administrasi, maka potensi gagalnya operasi itu kecil.
Ia menilai, kegiatan OTT sesuai prosedur standar dilakukan penyadapan terhadap pihak-pihak terkait. Jika dilakukan penyadapan, dirinya meyakini tidak ada izin penyadapan dari Dewas KPK. Begitu juga bila tidak dilakukan penyadapan, maka telah melanggar SOP KPK.
"Kami membatasi diri untuk tidak memasuki pokok perkara apakah dalam OTT tersebut terdapat tindak pidana korupsi (TPK) atau tidak ada TPK. Selanjutnya, menyerahkan sepenuhnya kepada Dewas KPK untuk menindaklanjuti laporan ini sesuai ketentuan yang berlaku," jelas Boyamin.
Sebagai informasi, saat ini penanganan perkara OTT tersebut telah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya. Pasalnya, KPK mengaku tak menemukan keterlibatan penyelenggara negara yang merupakan ranah lembaga antirasuah itu. Hingga kini, Polda Metro Jaya belum menetapkan tersangka lantaran perkara tersebut masih terus diperiksa dan didalami.
(maf)