Kasus Melonjak, Pemerintah Wajib Perbanyak RS Khusus Covid-19
loading...
A
A
A
Kemudian, yang BOR-nya 60-80 persen mengubah 30 persen ruang rawat inap dan 15 persen ICU untuk penanganan pasien Covid-19. RS yang BOR-nya sudah di atas 80 persen, harus mengkonversi 40 persen tempat tidur rawat inap dan 25 persen ICU untuk pasien Covid-19. Pemerintah pusat sendiri sudah menetapkan tiga RS di bawah kendali Kementerian Kesehatan (Kemenkes), yakni Persahabatan, Fatmawati, dan Sulianti Saroso, untuk 100 persen menangani pasien Covid-19.
“Artinya, orang-orang sakit yang biasa ke Fatmawati pindah (dulu) ke yang lain. Jadi yang ke Fatmawati hanya untuk Covid-19 atau dengan komorbid. Strategi berikutnya SDM. SDM ini penting (harus) ada dokter, perawat, farmasi, dan sebagianya. Itu (harus) mengatur jadwal dan beban kerja, kapan naik, turun, dan istirahat,” ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Jumat (25/6/2021) lalu.
Kemudian, pemerintah daerah (pemda) atau RS harus menyiapkan akomodasi, alat pelindung diri (APD), dan swab berkala untuk para tenaga kesehatan (nakes). Alex, sapaan akrabnya, pemerintah juga akan menyiapkan logistik, seperti obat-obatan Covid-19 dan non-Covid-19, untuk tiga bulan ke depan.
“Kemudian, rumah sakit mulai dari UGD harus bisa melakukan pembagian mana yang gejala ringan, sedang, berat, dan kritis. Ini semua dibagi-bagi untuk bisa menentukan area perawatannya. Tapi sebenarnya rumah sakit ini bisa berkurang bebannya kalau di hulunya (kasus positif) turun,” tuturnya.
Kasus positif Covid-19 di Indonesia terus menanjak setelah sempat stabil di kisaran 4.000-7.000 per hari sebelum lebaran. Walaupun itu tidak juga bisa disebut sedikit. Dalam seminggu terakhir, kasus positif selalu di atas 12.000 kasus per hari. Alex menegaskan segala aturan yang tertera dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro harus dipatuhi masyarakat.
Posko-posko terpadu yang di ada di setiap desa diharapkan aktif memantau kesehatan masyarakat. Jika ada yang positif dan mengalami perburukan, segera dibawa ke RS. Alexander mengatakan pentingnya pelacakan terhadap orang-orang yang diduga terpapar. Dia mengklaim pelacakan ini sempat lumayan baik ketika dipegang Satgas Penanganan Covid-19.
Saat itu, Satgas dengan bantuan relawan sudah bisa melakukan pelacakan 1:8 orang. Artinya, satu orang positif, bisa melacak delapan orang yang kontak erat. Menurutnya, pelacakan saat ini dibawah kendali Kemenkes dan agresifitasnya menurun. Padahal idealnya, pelacakan ini 1:30 orang. Namun, Alexander memahami penurunan ini karena beban kerja di puskesmas-puskesmas juga cukup berat.
Satgas Penanganan Covid-19 meminta masyarakat atau pasien positif Covid-19 tidak datang ke faskes saat sudah bergejala sedang apalagi berat. Mereka yang sudah dinyatakan positif berdasarkan hasil lab, tetap harus segera melakukan konsultasi dengan dokter. Menurut Alex, dokter nanti yang menentukan apakah gejala ringan, sedang, dan berat.
“Ditentukan mau isolasi mandiri atau dirawat di RS. Tidak ada orang yang langsung sakit sedang dan berat. Semua berproses. Persoalannya, sudah sedang-berat, rama-ramai ke RS. tujuannya sama, sama-sama ingin masuk ICU. Akhirnya ICU ini terbatas,” tegasnya.
“Artinya, orang-orang sakit yang biasa ke Fatmawati pindah (dulu) ke yang lain. Jadi yang ke Fatmawati hanya untuk Covid-19 atau dengan komorbid. Strategi berikutnya SDM. SDM ini penting (harus) ada dokter, perawat, farmasi, dan sebagianya. Itu (harus) mengatur jadwal dan beban kerja, kapan naik, turun, dan istirahat,” ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Jumat (25/6/2021) lalu.
Kemudian, pemerintah daerah (pemda) atau RS harus menyiapkan akomodasi, alat pelindung diri (APD), dan swab berkala untuk para tenaga kesehatan (nakes). Alex, sapaan akrabnya, pemerintah juga akan menyiapkan logistik, seperti obat-obatan Covid-19 dan non-Covid-19, untuk tiga bulan ke depan.
“Kemudian, rumah sakit mulai dari UGD harus bisa melakukan pembagian mana yang gejala ringan, sedang, berat, dan kritis. Ini semua dibagi-bagi untuk bisa menentukan area perawatannya. Tapi sebenarnya rumah sakit ini bisa berkurang bebannya kalau di hulunya (kasus positif) turun,” tuturnya.
Kasus positif Covid-19 di Indonesia terus menanjak setelah sempat stabil di kisaran 4.000-7.000 per hari sebelum lebaran. Walaupun itu tidak juga bisa disebut sedikit. Dalam seminggu terakhir, kasus positif selalu di atas 12.000 kasus per hari. Alex menegaskan segala aturan yang tertera dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro harus dipatuhi masyarakat.
Posko-posko terpadu yang di ada di setiap desa diharapkan aktif memantau kesehatan masyarakat. Jika ada yang positif dan mengalami perburukan, segera dibawa ke RS. Alexander mengatakan pentingnya pelacakan terhadap orang-orang yang diduga terpapar. Dia mengklaim pelacakan ini sempat lumayan baik ketika dipegang Satgas Penanganan Covid-19.
Saat itu, Satgas dengan bantuan relawan sudah bisa melakukan pelacakan 1:8 orang. Artinya, satu orang positif, bisa melacak delapan orang yang kontak erat. Menurutnya, pelacakan saat ini dibawah kendali Kemenkes dan agresifitasnya menurun. Padahal idealnya, pelacakan ini 1:30 orang. Namun, Alexander memahami penurunan ini karena beban kerja di puskesmas-puskesmas juga cukup berat.
Satgas Penanganan Covid-19 meminta masyarakat atau pasien positif Covid-19 tidak datang ke faskes saat sudah bergejala sedang apalagi berat. Mereka yang sudah dinyatakan positif berdasarkan hasil lab, tetap harus segera melakukan konsultasi dengan dokter. Menurut Alex, dokter nanti yang menentukan apakah gejala ringan, sedang, dan berat.
“Ditentukan mau isolasi mandiri atau dirawat di RS. Tidak ada orang yang langsung sakit sedang dan berat. Semua berproses. Persoalannya, sudah sedang-berat, rama-ramai ke RS. tujuannya sama, sama-sama ingin masuk ICU. Akhirnya ICU ini terbatas,” tegasnya.