Kasus Melonjak, Pemerintah Wajib Perbanyak RS Khusus Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah harus melakukan langkah serba cepat dalam menangani lonjakan kasus Covid-19 . Penguatan layanan kesehatan secara daring tak bisa ditawar lagi.
Sekjen Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Husein Habsyi mengatakan pemerintah dan seluruh pemangku kebijakan harus bergerak cepat dan mengerahkan seluruh kekuatan untuk menahan penyebaran dan menangani orang-orang yang sudah terpapar. Dia menyarankan RS-RS yang dikonsentrasikan khusus menangani pasien Covid-19 diperbanyak.
Walaupun bakal menghambat pasien di luar Covid-19 untuk memperoleh akses layanan, tetapi sistem ini akan membuat penanganan terpusat dan mencegah penularan yang mungkin terjadi, jika RS tetap melayani pasien Covid-19 dan non-Covid-19. “Tapi mau tidak mau, langkah darurat harus dilakukan. Jika tidak, kita sudah sering mendengar, orang mencari RS selalu penuh, enggak ada tempat tidur,” ujarnya.
Sistem informasi rawat inap (siranap) besutan Kemenkes kerap dikeluhkan tidak update. Husein menegaskan infrastruktur layanan konsultasi kesehatan jarak jauh, serta informasi dan data digital yang terintegrasi sudah sangat mendesak untuk dibangun. Masyarakat, terutama positif Covid-19 itu, kerap dalam kondisi cemas dan panik. Ditambah lagi, mereka kesulitan mendapatkan informasi RS mana yang masih kosong.
Mereka yang sudah tak tahan akhirnya keluar mencari RS dengan segala risikonya, seperti tidak dapat faskes dan menularkan ke orang lain. “Paling tidak, (dengan telemedicine dan informasi digital) kecemasan dan kepanikan orang bisa berkurang. Seandainya ada yang menilai kondisinya saat ini seberapa parah. Apakah harus ke RS atau kondisi sekarang ini bisa di rumah dengan obat biasa,” katanya.
Saat ini Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta hanya menerima pasien dengan gejala sedang-berat. Kasus positif Covid-19 harian selalu lebih dari 18 ribu dalam tiga hari terakhir. Berdasarkan data Satgas Penanganan Covid-19 pada Minggu (27/6/2021), orang terpapar Covid-19 berjumlah 21.342. Sudah kali kasus harian melebih angka 21 ribu.
Dalam sepekan terakhir, orang-orang dengan gejala atau sudah terkonfirmasi positif Covid-19 kesulitan mendapatkan layanan kesehatan. Sebab, rumah sakit (RS) dan sejumlah pusat karantina penuh. Bahkan, ada yang meninggal saat isolasi mandiri di rumah, seperti yang terjadi di Kemayoran, Jakarta Pusat.
Kepala Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Penanganan Covid-19 Alexander K Ginting mengungkapkan beberapa strategi penanganan pasien Covid-19 yang tengah melonjak ini. Pertama, RS diminta menambah tempat tidur dan ICU untuk perawatan pasien Covid-19. Misalnya, RS dengan bed occupancy rate (BOR) dibawah 60 persen, harus menambah 20 persen tempat tidur untuk rawat inap dan 10 persen untuk ICU Covid-19.
Kemudian, yang BOR-nya 60-80 persen mengubah 30 persen ruang rawat inap dan 15 persen ICU untuk penanganan pasien Covid-19. RS yang BOR-nya sudah di atas 80 persen, harus mengkonversi 40 persen tempat tidur rawat inap dan 25 persen ICU untuk pasien Covid-19. Pemerintah pusat sendiri sudah menetapkan tiga RS di bawah kendali Kementerian Kesehatan (Kemenkes), yakni Persahabatan, Fatmawati, dan Sulianti Saroso, untuk 100 persen menangani pasien Covid-19.
“Artinya, orang-orang sakit yang biasa ke Fatmawati pindah (dulu) ke yang lain. Jadi yang ke Fatmawati hanya untuk Covid-19 atau dengan komorbid. Strategi berikutnya SDM. SDM ini penting (harus) ada dokter, perawat, farmasi, dan sebagianya. Itu (harus) mengatur jadwal dan beban kerja, kapan naik, turun, dan istirahat,” ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Jumat (25/6/2021) lalu.
Kemudian, pemerintah daerah (pemda) atau RS harus menyiapkan akomodasi, alat pelindung diri (APD), dan swab berkala untuk para tenaga kesehatan (nakes). Alex, sapaan akrabnya, pemerintah juga akan menyiapkan logistik, seperti obat-obatan Covid-19 dan non-Covid-19, untuk tiga bulan ke depan.
“Kemudian, rumah sakit mulai dari UGD harus bisa melakukan pembagian mana yang gejala ringan, sedang, berat, dan kritis. Ini semua dibagi-bagi untuk bisa menentukan area perawatannya. Tapi sebenarnya rumah sakit ini bisa berkurang bebannya kalau di hulunya (kasus positif) turun,” tuturnya.
Kasus positif Covid-19 di Indonesia terus menanjak setelah sempat stabil di kisaran 4.000-7.000 per hari sebelum lebaran. Walaupun itu tidak juga bisa disebut sedikit. Dalam seminggu terakhir, kasus positif selalu di atas 12.000 kasus per hari. Alex menegaskan segala aturan yang tertera dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro harus dipatuhi masyarakat.
Posko-posko terpadu yang di ada di setiap desa diharapkan aktif memantau kesehatan masyarakat. Jika ada yang positif dan mengalami perburukan, segera dibawa ke RS. Alexander mengatakan pentingnya pelacakan terhadap orang-orang yang diduga terpapar. Dia mengklaim pelacakan ini sempat lumayan baik ketika dipegang Satgas Penanganan Covid-19.
Saat itu, Satgas dengan bantuan relawan sudah bisa melakukan pelacakan 1:8 orang. Artinya, satu orang positif, bisa melacak delapan orang yang kontak erat. Menurutnya, pelacakan saat ini dibawah kendali Kemenkes dan agresifitasnya menurun. Padahal idealnya, pelacakan ini 1:30 orang. Namun, Alexander memahami penurunan ini karena beban kerja di puskesmas-puskesmas juga cukup berat.
Satgas Penanganan Covid-19 meminta masyarakat atau pasien positif Covid-19 tidak datang ke faskes saat sudah bergejala sedang apalagi berat. Mereka yang sudah dinyatakan positif berdasarkan hasil lab, tetap harus segera melakukan konsultasi dengan dokter. Menurut Alex, dokter nanti yang menentukan apakah gejala ringan, sedang, dan berat.
“Ditentukan mau isolasi mandiri atau dirawat di RS. Tidak ada orang yang langsung sakit sedang dan berat. Semua berproses. Persoalannya, sudah sedang-berat, rama-ramai ke RS. tujuannya sama, sama-sama ingin masuk ICU. Akhirnya ICU ini terbatas,” tegasnya.
Lihat Juga: Cegah Lonjakan Kasus Covid-19, Partai Perindo Minta Pemerintah Gencarkan Vaksin dan Prokes
Sekjen Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Husein Habsyi mengatakan pemerintah dan seluruh pemangku kebijakan harus bergerak cepat dan mengerahkan seluruh kekuatan untuk menahan penyebaran dan menangani orang-orang yang sudah terpapar. Dia menyarankan RS-RS yang dikonsentrasikan khusus menangani pasien Covid-19 diperbanyak.
Walaupun bakal menghambat pasien di luar Covid-19 untuk memperoleh akses layanan, tetapi sistem ini akan membuat penanganan terpusat dan mencegah penularan yang mungkin terjadi, jika RS tetap melayani pasien Covid-19 dan non-Covid-19. “Tapi mau tidak mau, langkah darurat harus dilakukan. Jika tidak, kita sudah sering mendengar, orang mencari RS selalu penuh, enggak ada tempat tidur,” ujarnya.
Sistem informasi rawat inap (siranap) besutan Kemenkes kerap dikeluhkan tidak update. Husein menegaskan infrastruktur layanan konsultasi kesehatan jarak jauh, serta informasi dan data digital yang terintegrasi sudah sangat mendesak untuk dibangun. Masyarakat, terutama positif Covid-19 itu, kerap dalam kondisi cemas dan panik. Ditambah lagi, mereka kesulitan mendapatkan informasi RS mana yang masih kosong.
Mereka yang sudah tak tahan akhirnya keluar mencari RS dengan segala risikonya, seperti tidak dapat faskes dan menularkan ke orang lain. “Paling tidak, (dengan telemedicine dan informasi digital) kecemasan dan kepanikan orang bisa berkurang. Seandainya ada yang menilai kondisinya saat ini seberapa parah. Apakah harus ke RS atau kondisi sekarang ini bisa di rumah dengan obat biasa,” katanya.
Saat ini Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta hanya menerima pasien dengan gejala sedang-berat. Kasus positif Covid-19 harian selalu lebih dari 18 ribu dalam tiga hari terakhir. Berdasarkan data Satgas Penanganan Covid-19 pada Minggu (27/6/2021), orang terpapar Covid-19 berjumlah 21.342. Sudah kali kasus harian melebih angka 21 ribu.
Dalam sepekan terakhir, orang-orang dengan gejala atau sudah terkonfirmasi positif Covid-19 kesulitan mendapatkan layanan kesehatan. Sebab, rumah sakit (RS) dan sejumlah pusat karantina penuh. Bahkan, ada yang meninggal saat isolasi mandiri di rumah, seperti yang terjadi di Kemayoran, Jakarta Pusat.
Kepala Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Penanganan Covid-19 Alexander K Ginting mengungkapkan beberapa strategi penanganan pasien Covid-19 yang tengah melonjak ini. Pertama, RS diminta menambah tempat tidur dan ICU untuk perawatan pasien Covid-19. Misalnya, RS dengan bed occupancy rate (BOR) dibawah 60 persen, harus menambah 20 persen tempat tidur untuk rawat inap dan 10 persen untuk ICU Covid-19.
Kemudian, yang BOR-nya 60-80 persen mengubah 30 persen ruang rawat inap dan 15 persen ICU untuk penanganan pasien Covid-19. RS yang BOR-nya sudah di atas 80 persen, harus mengkonversi 40 persen tempat tidur rawat inap dan 25 persen ICU untuk pasien Covid-19. Pemerintah pusat sendiri sudah menetapkan tiga RS di bawah kendali Kementerian Kesehatan (Kemenkes), yakni Persahabatan, Fatmawati, dan Sulianti Saroso, untuk 100 persen menangani pasien Covid-19.
“Artinya, orang-orang sakit yang biasa ke Fatmawati pindah (dulu) ke yang lain. Jadi yang ke Fatmawati hanya untuk Covid-19 atau dengan komorbid. Strategi berikutnya SDM. SDM ini penting (harus) ada dokter, perawat, farmasi, dan sebagianya. Itu (harus) mengatur jadwal dan beban kerja, kapan naik, turun, dan istirahat,” ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Jumat (25/6/2021) lalu.
Kemudian, pemerintah daerah (pemda) atau RS harus menyiapkan akomodasi, alat pelindung diri (APD), dan swab berkala untuk para tenaga kesehatan (nakes). Alex, sapaan akrabnya, pemerintah juga akan menyiapkan logistik, seperti obat-obatan Covid-19 dan non-Covid-19, untuk tiga bulan ke depan.
“Kemudian, rumah sakit mulai dari UGD harus bisa melakukan pembagian mana yang gejala ringan, sedang, berat, dan kritis. Ini semua dibagi-bagi untuk bisa menentukan area perawatannya. Tapi sebenarnya rumah sakit ini bisa berkurang bebannya kalau di hulunya (kasus positif) turun,” tuturnya.
Kasus positif Covid-19 di Indonesia terus menanjak setelah sempat stabil di kisaran 4.000-7.000 per hari sebelum lebaran. Walaupun itu tidak juga bisa disebut sedikit. Dalam seminggu terakhir, kasus positif selalu di atas 12.000 kasus per hari. Alex menegaskan segala aturan yang tertera dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro harus dipatuhi masyarakat.
Posko-posko terpadu yang di ada di setiap desa diharapkan aktif memantau kesehatan masyarakat. Jika ada yang positif dan mengalami perburukan, segera dibawa ke RS. Alexander mengatakan pentingnya pelacakan terhadap orang-orang yang diduga terpapar. Dia mengklaim pelacakan ini sempat lumayan baik ketika dipegang Satgas Penanganan Covid-19.
Saat itu, Satgas dengan bantuan relawan sudah bisa melakukan pelacakan 1:8 orang. Artinya, satu orang positif, bisa melacak delapan orang yang kontak erat. Menurutnya, pelacakan saat ini dibawah kendali Kemenkes dan agresifitasnya menurun. Padahal idealnya, pelacakan ini 1:30 orang. Namun, Alexander memahami penurunan ini karena beban kerja di puskesmas-puskesmas juga cukup berat.
Satgas Penanganan Covid-19 meminta masyarakat atau pasien positif Covid-19 tidak datang ke faskes saat sudah bergejala sedang apalagi berat. Mereka yang sudah dinyatakan positif berdasarkan hasil lab, tetap harus segera melakukan konsultasi dengan dokter. Menurut Alex, dokter nanti yang menentukan apakah gejala ringan, sedang, dan berat.
“Ditentukan mau isolasi mandiri atau dirawat di RS. Tidak ada orang yang langsung sakit sedang dan berat. Semua berproses. Persoalannya, sudah sedang-berat, rama-ramai ke RS. tujuannya sama, sama-sama ingin masuk ICU. Akhirnya ICU ini terbatas,” tegasnya.
Lihat Juga: Cegah Lonjakan Kasus Covid-19, Partai Perindo Minta Pemerintah Gencarkan Vaksin dan Prokes
(muh)