Indonesia Dinilai Belum Serius Menuju Ekonomi Hijau

Sabtu, 26 Juni 2021 - 09:55 WIB
loading...
A A A
Herni melanjutkan, salah satu yang dapat pemerintah lakukan agar pengembangan proyek green economy di Indonesia bisa lebih cepat terwujud yaitu perlu adanya suatu kesepakan dan target ambisi yang sama antar kementerian atau lembaga dalam mencapai net zero emission (NZE). "KLHK, Kemenkeu, dan Bappenas sudah bergerak menuju ekonomi hijau, dan ini harus selalu kita dorong supaya semakin ambisius target NZE-nya," kata Herni.

Kerja sama Kementerian ESDM dengan salah satu bank BUMN untuk mendukung pembiayaan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap menjadi langkah baik untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dan berkontribusi dalam penyelesaian masalah lingkungan.

"Ini baik dan cukup strategis. Investasi ke arah pembangunan rendah karbon saat ini sangat dibutuhkan karena inovasi-inovasi ke arah ekonomi hijau perlu didorong sehingga ekonomi kedepan makin kuat dan meningkatkan decent work dan kesejahteraan bagi masyarakat luas," jelasnya.

Selain itu, kerja sama tersebut bisa menjadi fondasi awal agar bank BUMN lainnya ikut andil dalam proyek pembangunan PLTS Atap.

Research & Knowledge Manager Perkumpulan Prakarsa Cut Nurul Aidha berpendapat bahwa sudah ada langkah-langkah signifikan yang diambil pemerintah untuk menerapkan green economy. Misalnya, adanya program Indonesia Green Growth milik Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Kendati demikian, masih membutuhkan waktu yang lama untuk mewujudkan green economy tersebut. "Green economi bukan hanya pertumbuhan ekonomi yang ramah lingkungan akan tetapi juga harus inklusif secara sosial," kata Nurul.

Nurul mengatakan, perubahan dari praktik konvensional ke praktik green economy butuh waktu tergantung kesiapan sumber daya manusianya, infrastruktur pendukung, dan sebagainya. Apalagi, lanjutnya, stimulus fiskal untuk green project masih sangat kurang.

Memang, fondasi pelaksanaan ekonomi hijau sudah ada, dan program penanganan perubahan iklim juga sudah dimasukkan ke Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2020-2024. Akan tetapi, perlu didukung juga reformasi kebijakan fiskal yang lebih adil dan berpijak ke implementasi green economy.

"Misalnya untuk revitalasi pertanian atau perkebunan, jangan hanya sawit karena banyak jenis tanaman yang perlu diremajakan. Kalau digabung volumenya lebih besar dari hanya sawit saja (kopi, kakao, karet, dan kelapa kalau digabung sekitar 90.000 hektare)," ujar Nurul.

Dengan adanya reformasi fiskal atau ekspansi fiskal, Indonesia bisa mendapat dana dari sumber baru untuk membantu pembiayaan peremajaan semua tanaman perkebunan yang punya nilai komoditas tinggi.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1685 seconds (0.1#10.140)