Literasi Digital Masih Menantang
loading...
A
A
A
Dia menambahkan, jika kecakapan ini tidak dikuasai secara utuh, maka yang terjadi ruang digital justru akan menjadi bencana, bukan berkah bagi masyarakat. Mengingat praktik-praktik negatif di ruang digital juga akan terus membayangi.
“Ditambah studi global menunjukkan bahwa Indonesia dinilai sebagai masyarakat yang kurang beradab atau santun se-Asia Tenggara di ruang digital,” kata saat di menjadi pembicara di Webinar Literasi Digital Nasional 2021, Jumat (18/6)
Dia menambahkan, literasi digital penting bagi warganet Indonesia agar jauh dari budaya-budaya baru akibat kontaminasi media sosial. Devie menjelaskan, di masyarakat muncul budaya kepalsuan yang dilandasi oleh semangat tidak mau ketinggalan. Tren ini akhirnya memunculkan budaya kepalsuan yang ujungnya membuat merasa menjadi miskin.
“Demi memenuhi gambaran hidup yang hebat, keren, menantang. Kita rela menghadapi apapun termasuk menghabiskan uang kita bukan untuk gaya hidup tapi hidup yang gaya," ungkapnya.
Sementara itu, anggota Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) Santi indra Astuti mengatakan, warganet Indonesia diharapkan mennadi warga digital yang Pancasilais dengan selalu berpikir kritis sehingga tidak mudah percaya dengan informasi yang ada.
“Jangan mudah baper atau bawa perasaan sehingga selalu memblokir, menghapus pertemanan di media sosial," tambahnya.
Menurut dia, ada empat kompetensi literasi digital yang menjadi fokus dalam gerakan literasi digital nasional ini. Pertama cakap digital yakni kemampuan individu dalam mengetahui, memahami dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital. Kedua, budaya digital yakni kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa dan membangun wawasan kebangsaan, nilai pancasila dan bhineka tunggal ika dalam kehidupan sehari hari.
Ketiga, etika digital yakni dengan menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan tata kelola etika di dunia digital. Keempat, keamanan digital mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalis dan meningkatkan kesadaran, keamanan digital
"Ruang digital bukan dunia alternatif namun menjadi dunia yang sama seperti yang kita tinggal yang juga diisi dengan manusia bukan robot. Sehingga bermedia digital perlu memiliki etika seperti di kehidupan nyata. Etika yang dulu diajarkan orangtua kepada kita sejak kecil," ucap dosen ilmu komunikasi Universitas Islam Bandung (Unisba) ini.
“Ditambah studi global menunjukkan bahwa Indonesia dinilai sebagai masyarakat yang kurang beradab atau santun se-Asia Tenggara di ruang digital,” kata saat di menjadi pembicara di Webinar Literasi Digital Nasional 2021, Jumat (18/6)
Dia menambahkan, literasi digital penting bagi warganet Indonesia agar jauh dari budaya-budaya baru akibat kontaminasi media sosial. Devie menjelaskan, di masyarakat muncul budaya kepalsuan yang dilandasi oleh semangat tidak mau ketinggalan. Tren ini akhirnya memunculkan budaya kepalsuan yang ujungnya membuat merasa menjadi miskin.
“Demi memenuhi gambaran hidup yang hebat, keren, menantang. Kita rela menghadapi apapun termasuk menghabiskan uang kita bukan untuk gaya hidup tapi hidup yang gaya," ungkapnya.
Sementara itu, anggota Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) Santi indra Astuti mengatakan, warganet Indonesia diharapkan mennadi warga digital yang Pancasilais dengan selalu berpikir kritis sehingga tidak mudah percaya dengan informasi yang ada.
“Jangan mudah baper atau bawa perasaan sehingga selalu memblokir, menghapus pertemanan di media sosial," tambahnya.
Menurut dia, ada empat kompetensi literasi digital yang menjadi fokus dalam gerakan literasi digital nasional ini. Pertama cakap digital yakni kemampuan individu dalam mengetahui, memahami dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital. Kedua, budaya digital yakni kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa dan membangun wawasan kebangsaan, nilai pancasila dan bhineka tunggal ika dalam kehidupan sehari hari.
Ketiga, etika digital yakni dengan menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan tata kelola etika di dunia digital. Keempat, keamanan digital mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalis dan meningkatkan kesadaran, keamanan digital
"Ruang digital bukan dunia alternatif namun menjadi dunia yang sama seperti yang kita tinggal yang juga diisi dengan manusia bukan robot. Sehingga bermedia digital perlu memiliki etika seperti di kehidupan nyata. Etika yang dulu diajarkan orangtua kepada kita sejak kecil," ucap dosen ilmu komunikasi Universitas Islam Bandung (Unisba) ini.
(ynt)