Berantas Premanisme
loading...
A
A
A
JAKARTA - Premanisme tidak pernah berhenti menjadi benalu penegakan ketertiban di Tanah Air. Dampaknya bukan semata pada rasa aman masyarakat. Sektor perekonomian, termasuk logistik, pun terpengaruh akibat berbagai pungutan liar (pungli) dan pemalakan yang mereka lakukan.
Cengkraman premanisme kembali mengemuka setelah sejumlah sopir kontrainer curhat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di perbatasan Dermaga Jakarta International Container Terminal (JICT) dan Terminal Peti Kemas Koja, Jakarta Utara, Kamis (10/6).
Merespons kondisi tersebut, Jokowi langsung menelepon Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk segera membereskan. Kapolri langsung menindaklanjuti dengan memerintahkan jajarannya menyikat habis para preman yang meresahkan para sopir itu. Operasi pun digelar. Tak butuh waktu lama, ratusan preman berhasil ditangkap di sejumlah daerah, termasudk di kawasan pelabuhan dan sepanjang jalan menuju kawasan tersebut.
Jauh sebelum instruksi Jokowi menindak tegas preman, banyak penguasa jalanan atau kawasan yang lebih dulu bercokol. Sejumlah polres juga sebenarnya sudah membentuk tim khusus untuk membabat habis aksi kriminalitas terutama kejahatan jalanan yang meresahkan masyarakat.
Di Polres Jakarta Utara ada tim Tiger (Tindak Tegas Reaksi Cepat). Tim ini memburu geng motor dan begal, bahkan dapat bergerak mobile ke gang-gang sempit di Jakarta Utara dengan motor. Pasukan ini juga dilengkapi senjata laras panjang. Kemudian tim Rajawali bentukan Polres Metro Jakarta Timur.
Lalu tim Alpha Pus milik Polres Metro Jakarta Pusat. Tim ini memerangi kejahatan jalanan, mulai dari berandalan bermotor, begal, tawuran, pencurian, perampokan, pencurian kendaraan bermotor, preman, serta trek-trekan liar. Selanjutnya tim Eagle di wilayah Jakarta Selatantim ini beranggotakan 10 personel.
Di pinggiran Jakarta, ada juga tim Jaguar bentukan Polres Depok. Tim Jaguar pernah mendapat penghargaan dari Kapolri karena menertibkan sweeping ormas di Jalan Raya Margonda, Depok. Tim Jaguar juga dikenal di kalangan gangster di Depok dan Jakarta Selatan lantaran Jaguar kerap membubarkan anak-anak motor yang berkumpul.
Namun faktanya, premanisme masih juga merajalela. Karena itu, upaya lebih serius dan masif untuk memberantas premanisme perlu dilakukan. Kapolri Listyo Sigit pun memerintahkan Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto untuk menyikat habis aksi kejahatan jalanan tanpa pandang bulu.
"Seluruh polda dan polres jajaran harus menindak tegas aksi premanisme yang meresahkan. Negara harus menjamin keselamatan masyarakat," ujar Sigit belum lama ini.
Dia menandaskan, aparat kepolisian bisa melakukan penindakan terhadap para preman itu apabila ada laporan masyarakat. Sebab, jika tidak ada tindak pidana yang dilakukan, maka polisi tidak bisa memprosesnya. Padahal, banyak masyarakat yang menjadi korban. Dia lantas mengungkapkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan dari setiap 100.000 penduduk pada 2018, 113 orang di antaranya menjadi korban tindak pidana kejahatan.
Direktur Utama PT Pelindo II Arif Suhartono mengaku telah kordinasi dengan instansi lain untuk melakukan berbagai upaya perbaikan yang dikeluhkan para sopir truk. Pihaknya telah melakukan berbagai rangkaian adanya evaluasi tentang pungli yang dilakukan oleh pihak atau oknum karyawan yang tidak bertanggung jawab.
"Apa yang terjadi kami tentunya dari pelabuhan tidak main-main, jangankan mereka meminta, mereka mengambil atas uang yang ditaruh saja itu tidak boleh," Kata Arif.
Arif menjelaskan, ke depan Pelindo akan melakukan pergantian shift antara operator sesuai dengan Key Performance Indikator (KPI) yang telah disepakati dalam pelayanan petikemas di Pelabuhan Tanjung Priok.
"Terhadap pelayanan reciving yang disepakati yaitu 85 menit sedangkan untuk delivery 117 menit. Ini adalah KPI yang sudah disepakati dan sosialiasi kepada truk saat menunggu supaya tidak terabaikan," tutur Arif.
Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto mendukung penegakan hukum terhadap premanisme maupun pungli yang selama ini masih kerap terjadi dan meresahkan masyarakat. Segala bentuk kekerasan, premanisme serta pelanggaran hak dan hukum termasuk penguasaan lahan tanpa hak harus ditindak secara tegas dan terukur.
“Aparat penegak hukum, dalam hal ini Polri tidak boleh kalah sedikitpun karena sudah menjadi bagian dari tugas dan kewenangannya memberantas kejahatan dan premanisme. Keberpihakan politik anggaran dari APBN yang dialokasikan ke Polri dalam penciptaan keamanan dan ketertiban cukup besar. Jika premanisme dan kejahatan jalanan terus merebak dan berkembang, jangan sampai trust publik terhadap Polri tidak akan membaik,” ujarnya.
Politikus Partai Demokrat itu pun menyinggung gebrakan Presiden Jokowi yang membentuk tim Satgas Sapu Bersih (Saber) Pungli melalui Perpres No. 87 Tahun 2016. Tidak tanggung-tanggung, anggota timnya meliputi Polri, Kejaksaan Agung, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ombudsman RI, Badan Intelijen Negara (BIN), dan Polisi Militer TNI. Satgas tersebut bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Namun dia mempertanyakan sejauh mana implementasi dari Perpres tersebut, apakah sekadar hanya menjadi produk politik yang berbasis kosmetik atau keseriusan pemerintah dalam memberantas pungli.
“Idealnya karena Satgas Saber Pungli ini Presiden yang mengeluarkan perpresnya sebagai penanggung jawabnya. Aparat penegak hukum dan instansi penting lainnya menjadi anggota Satgas Saber Pungli, harusnya pemberantasan pungli bisa dilakukan secara masif, terus menerus dan berkesinambungan hingga pungli bisa diberantas secara utuh karena praktik pungli telah merusak sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” kata dia.
Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel menegaskan, tidak sulit membersihkan aksi premanisme sebab sudah menjadi bagian dari yang tak terpisahkan dari kehidupan. Apalagi premanisme tidak lagi dilakukan orang per orang atau individu tapi terorganisi. Ada eksekutornya, bosnya, bahkan mungkin pelindung yang bekerja sebagai oknum aparat.
"Konsekuensinya, tidak cukup hanya satuan reskrim yang bekerja di lapangan. Unit intel juga perlu memperluas endusannya. Bahkan, unit internal patut mengecek ada tidaknya personel yang nakal di balik premanisme itu," tutur lulusan sarjana psikologi UGM Yogyakarta itu.
Dia memuji kerja cepat Kapolri yang langsung memerintahkan jajarannya memburu dan menangkap para preman yang dikeluhkan para sopir kontainer kepada Presiden Jokowi. Tetapi, Reza menilai hal itu tidak cukup.
"Efek gentar sekaligus efek jera baru muncul kalau unsur keajegan juga terealisasi. Jadi, kecepatan dalam menindak premanisme dan palakisme harus dijaga konsistensinya. Tidak hanya di Jakarta Utara tapi juga diseluruh Indonesia" pungkas Reza.
Bukan Hanya Jakarta
Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala, mengatakan Presiden Jokowi pada dasarnya ingin premanisme dan pungli ditindak secara nasional, tidak hanya di Tanjung Prioka. Hal itu dilihat dari komunikasi langsung Kepala Negara dengan Kapolri.
"Kalau dilihat pertemuan tersebut, sebenarnya Kapolda (Metro Jaya) hadir namun Presiden tidak mau bicara kepada Kapolda Metro, tetapi kepada Kapolri. Tentu ada harapan dari Presiden agar pemberantasan preman tidak hanya di Jakarta saja, apalagi di Priok. Maka ini harus menjadi kegiatan nasional dari Polri," ucap Adrianus.
Senada, kriminolog Universitas Indonesia (UI) Eva Achjani Zulfa menilai, konteks yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo saat memerintahkan kepada Kapolri untuk membasmi premanisme dan pungutan liar (pungli) sebenarnya bukanlah terkait dengan aksi premanisme an sich.
Presiden memberikan pesan lain bahwa yang terjadi selama ini di Dermaga Jakarta International Container Terminal (JICT) dan Terminal Peti Kemas Koja, Jakarta Utara maupun pelabuhan laut lainnya adalah praktik dugaan suap atau pungli yang terjadi di berbagai pelabuhan laut. Praktik tersebut, kata Eva, merupakan inisiatif dari pelaku yang meminta yang diduga memiliki pengaruh atau kewenangan di pelabuhan.
"Saya kira apa yang disampaikan Presiden itu dalam rangka mendukung dan mendorong penegakan hukum. Penegakan hukum dalam artian juga pemberantasan korupsi juga pada akhirnya. Karena, kita tahu di area pelabuhan itu rawan sekali ya pada konteks oknum-oknum yang melakukan perbuatan yang menyalahgunakan kewenangannya untuk mendapatkan keuntungan," ujarnya.
Eva lantas menuturkan, praktik premanisme disertai dengan pemerasan atau pungli terjadi karena beberapa sebab. Di antaranya pertama, sisi administrasi di pelabuhan laut kita selama ini tidak baik atau kurang tertib dari mulai hulu sampai hilir.
Kedua, di sisi lain aktivitas di setiap pelabuhan khususnya di pelabuhan-pelabuhan besar tidak putus dan berlangsung selama 24 jam. Ketiga, ketidakberesan administrasi tersebut dibiarkan oleh oknum-oknum tertentu di lingkungan pelabuhan laut.
"Karena dibiarkan, bahasa kriminologinya itu munculnya pada kesempatan. Kesempatan yang sebetulnya semua orang tahu tapi dibiarkan terus-menerus dan tambah nyaman si pelaku kejahatan ini melakukan perbuatan-perbuatan yang sebetulnya tidak benar," bebernya.
Lebih jauh dijelaskan, praktik premanisme disertai pemerasan atau pungli sebenarnya terjadi di sejumlah tempat yang karakteristiknya melayani atau terdapat interaksi masyarakat kelas bawah hingga kelas atas.
Pelabuhan laut satu di antaranya. Selain itu juga ada pasar-pasar tradisional. Di pasar tradisional, menurut dia, sistem retribusi tidak teratur sehingga mengakibatkan ada orang yang seolah-olah memiliki kekuasaan di daerah itu untuk memungut bayaran yang tidak semestinya.
"Saya kira layanan-layanan publik yang khususnya melayani masyarakat bawah yang rentan sekali untuk diakali, ditindas, diperas, dan sebagainya itu yang harus diperhatikan pemerintah dan aparat Kepolisian. Jadi peningkatan pengawasan dan keamanan dari aparat pengamanan atau aparat Kepolisian harus dilakukan agar tidak terus terjadi premanisme," kata Eva.
Cengkraman premanisme kembali mengemuka setelah sejumlah sopir kontrainer curhat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di perbatasan Dermaga Jakarta International Container Terminal (JICT) dan Terminal Peti Kemas Koja, Jakarta Utara, Kamis (10/6).
Merespons kondisi tersebut, Jokowi langsung menelepon Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk segera membereskan. Kapolri langsung menindaklanjuti dengan memerintahkan jajarannya menyikat habis para preman yang meresahkan para sopir itu. Operasi pun digelar. Tak butuh waktu lama, ratusan preman berhasil ditangkap di sejumlah daerah, termasudk di kawasan pelabuhan dan sepanjang jalan menuju kawasan tersebut.
Jauh sebelum instruksi Jokowi menindak tegas preman, banyak penguasa jalanan atau kawasan yang lebih dulu bercokol. Sejumlah polres juga sebenarnya sudah membentuk tim khusus untuk membabat habis aksi kriminalitas terutama kejahatan jalanan yang meresahkan masyarakat.
Di Polres Jakarta Utara ada tim Tiger (Tindak Tegas Reaksi Cepat). Tim ini memburu geng motor dan begal, bahkan dapat bergerak mobile ke gang-gang sempit di Jakarta Utara dengan motor. Pasukan ini juga dilengkapi senjata laras panjang. Kemudian tim Rajawali bentukan Polres Metro Jakarta Timur.
Lalu tim Alpha Pus milik Polres Metro Jakarta Pusat. Tim ini memerangi kejahatan jalanan, mulai dari berandalan bermotor, begal, tawuran, pencurian, perampokan, pencurian kendaraan bermotor, preman, serta trek-trekan liar. Selanjutnya tim Eagle di wilayah Jakarta Selatantim ini beranggotakan 10 personel.
Di pinggiran Jakarta, ada juga tim Jaguar bentukan Polres Depok. Tim Jaguar pernah mendapat penghargaan dari Kapolri karena menertibkan sweeping ormas di Jalan Raya Margonda, Depok. Tim Jaguar juga dikenal di kalangan gangster di Depok dan Jakarta Selatan lantaran Jaguar kerap membubarkan anak-anak motor yang berkumpul.
Namun faktanya, premanisme masih juga merajalela. Karena itu, upaya lebih serius dan masif untuk memberantas premanisme perlu dilakukan. Kapolri Listyo Sigit pun memerintahkan Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto untuk menyikat habis aksi kejahatan jalanan tanpa pandang bulu.
"Seluruh polda dan polres jajaran harus menindak tegas aksi premanisme yang meresahkan. Negara harus menjamin keselamatan masyarakat," ujar Sigit belum lama ini.
Dia menandaskan, aparat kepolisian bisa melakukan penindakan terhadap para preman itu apabila ada laporan masyarakat. Sebab, jika tidak ada tindak pidana yang dilakukan, maka polisi tidak bisa memprosesnya. Padahal, banyak masyarakat yang menjadi korban. Dia lantas mengungkapkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan dari setiap 100.000 penduduk pada 2018, 113 orang di antaranya menjadi korban tindak pidana kejahatan.
Direktur Utama PT Pelindo II Arif Suhartono mengaku telah kordinasi dengan instansi lain untuk melakukan berbagai upaya perbaikan yang dikeluhkan para sopir truk. Pihaknya telah melakukan berbagai rangkaian adanya evaluasi tentang pungli yang dilakukan oleh pihak atau oknum karyawan yang tidak bertanggung jawab.
"Apa yang terjadi kami tentunya dari pelabuhan tidak main-main, jangankan mereka meminta, mereka mengambil atas uang yang ditaruh saja itu tidak boleh," Kata Arif.
Arif menjelaskan, ke depan Pelindo akan melakukan pergantian shift antara operator sesuai dengan Key Performance Indikator (KPI) yang telah disepakati dalam pelayanan petikemas di Pelabuhan Tanjung Priok.
"Terhadap pelayanan reciving yang disepakati yaitu 85 menit sedangkan untuk delivery 117 menit. Ini adalah KPI yang sudah disepakati dan sosialiasi kepada truk saat menunggu supaya tidak terabaikan," tutur Arif.
Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto mendukung penegakan hukum terhadap premanisme maupun pungli yang selama ini masih kerap terjadi dan meresahkan masyarakat. Segala bentuk kekerasan, premanisme serta pelanggaran hak dan hukum termasuk penguasaan lahan tanpa hak harus ditindak secara tegas dan terukur.
“Aparat penegak hukum, dalam hal ini Polri tidak boleh kalah sedikitpun karena sudah menjadi bagian dari tugas dan kewenangannya memberantas kejahatan dan premanisme. Keberpihakan politik anggaran dari APBN yang dialokasikan ke Polri dalam penciptaan keamanan dan ketertiban cukup besar. Jika premanisme dan kejahatan jalanan terus merebak dan berkembang, jangan sampai trust publik terhadap Polri tidak akan membaik,” ujarnya.
Politikus Partai Demokrat itu pun menyinggung gebrakan Presiden Jokowi yang membentuk tim Satgas Sapu Bersih (Saber) Pungli melalui Perpres No. 87 Tahun 2016. Tidak tanggung-tanggung, anggota timnya meliputi Polri, Kejaksaan Agung, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ombudsman RI, Badan Intelijen Negara (BIN), dan Polisi Militer TNI. Satgas tersebut bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Namun dia mempertanyakan sejauh mana implementasi dari Perpres tersebut, apakah sekadar hanya menjadi produk politik yang berbasis kosmetik atau keseriusan pemerintah dalam memberantas pungli.
“Idealnya karena Satgas Saber Pungli ini Presiden yang mengeluarkan perpresnya sebagai penanggung jawabnya. Aparat penegak hukum dan instansi penting lainnya menjadi anggota Satgas Saber Pungli, harusnya pemberantasan pungli bisa dilakukan secara masif, terus menerus dan berkesinambungan hingga pungli bisa diberantas secara utuh karena praktik pungli telah merusak sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” kata dia.
Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel menegaskan, tidak sulit membersihkan aksi premanisme sebab sudah menjadi bagian dari yang tak terpisahkan dari kehidupan. Apalagi premanisme tidak lagi dilakukan orang per orang atau individu tapi terorganisi. Ada eksekutornya, bosnya, bahkan mungkin pelindung yang bekerja sebagai oknum aparat.
"Konsekuensinya, tidak cukup hanya satuan reskrim yang bekerja di lapangan. Unit intel juga perlu memperluas endusannya. Bahkan, unit internal patut mengecek ada tidaknya personel yang nakal di balik premanisme itu," tutur lulusan sarjana psikologi UGM Yogyakarta itu.
Dia memuji kerja cepat Kapolri yang langsung memerintahkan jajarannya memburu dan menangkap para preman yang dikeluhkan para sopir kontainer kepada Presiden Jokowi. Tetapi, Reza menilai hal itu tidak cukup.
"Efek gentar sekaligus efek jera baru muncul kalau unsur keajegan juga terealisasi. Jadi, kecepatan dalam menindak premanisme dan palakisme harus dijaga konsistensinya. Tidak hanya di Jakarta Utara tapi juga diseluruh Indonesia" pungkas Reza.
Bukan Hanya Jakarta
Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala, mengatakan Presiden Jokowi pada dasarnya ingin premanisme dan pungli ditindak secara nasional, tidak hanya di Tanjung Prioka. Hal itu dilihat dari komunikasi langsung Kepala Negara dengan Kapolri.
"Kalau dilihat pertemuan tersebut, sebenarnya Kapolda (Metro Jaya) hadir namun Presiden tidak mau bicara kepada Kapolda Metro, tetapi kepada Kapolri. Tentu ada harapan dari Presiden agar pemberantasan preman tidak hanya di Jakarta saja, apalagi di Priok. Maka ini harus menjadi kegiatan nasional dari Polri," ucap Adrianus.
Senada, kriminolog Universitas Indonesia (UI) Eva Achjani Zulfa menilai, konteks yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo saat memerintahkan kepada Kapolri untuk membasmi premanisme dan pungutan liar (pungli) sebenarnya bukanlah terkait dengan aksi premanisme an sich.
Presiden memberikan pesan lain bahwa yang terjadi selama ini di Dermaga Jakarta International Container Terminal (JICT) dan Terminal Peti Kemas Koja, Jakarta Utara maupun pelabuhan laut lainnya adalah praktik dugaan suap atau pungli yang terjadi di berbagai pelabuhan laut. Praktik tersebut, kata Eva, merupakan inisiatif dari pelaku yang meminta yang diduga memiliki pengaruh atau kewenangan di pelabuhan.
"Saya kira apa yang disampaikan Presiden itu dalam rangka mendukung dan mendorong penegakan hukum. Penegakan hukum dalam artian juga pemberantasan korupsi juga pada akhirnya. Karena, kita tahu di area pelabuhan itu rawan sekali ya pada konteks oknum-oknum yang melakukan perbuatan yang menyalahgunakan kewenangannya untuk mendapatkan keuntungan," ujarnya.
Eva lantas menuturkan, praktik premanisme disertai dengan pemerasan atau pungli terjadi karena beberapa sebab. Di antaranya pertama, sisi administrasi di pelabuhan laut kita selama ini tidak baik atau kurang tertib dari mulai hulu sampai hilir.
Kedua, di sisi lain aktivitas di setiap pelabuhan khususnya di pelabuhan-pelabuhan besar tidak putus dan berlangsung selama 24 jam. Ketiga, ketidakberesan administrasi tersebut dibiarkan oleh oknum-oknum tertentu di lingkungan pelabuhan laut.
"Karena dibiarkan, bahasa kriminologinya itu munculnya pada kesempatan. Kesempatan yang sebetulnya semua orang tahu tapi dibiarkan terus-menerus dan tambah nyaman si pelaku kejahatan ini melakukan perbuatan-perbuatan yang sebetulnya tidak benar," bebernya.
Lebih jauh dijelaskan, praktik premanisme disertai pemerasan atau pungli sebenarnya terjadi di sejumlah tempat yang karakteristiknya melayani atau terdapat interaksi masyarakat kelas bawah hingga kelas atas.
Pelabuhan laut satu di antaranya. Selain itu juga ada pasar-pasar tradisional. Di pasar tradisional, menurut dia, sistem retribusi tidak teratur sehingga mengakibatkan ada orang yang seolah-olah memiliki kekuasaan di daerah itu untuk memungut bayaran yang tidak semestinya.
"Saya kira layanan-layanan publik yang khususnya melayani masyarakat bawah yang rentan sekali untuk diakali, ditindas, diperas, dan sebagainya itu yang harus diperhatikan pemerintah dan aparat Kepolisian. Jadi peningkatan pengawasan dan keamanan dari aparat pengamanan atau aparat Kepolisian harus dilakukan agar tidak terus terjadi premanisme," kata Eva.
(ynt)