Memanfaatkan Tren Pembayaran Digital
loading...
A
A
A
Tren transaksi keuangan melalui platform digital di Tanah Air kini semakin marak. Perbankan maupun lembaga keuangan non bank kini ramai-ramai mengeluarkan aplikasi sistem pembayaran dengan menawarkan segala kemudahannya.
Tak hanya untuk layanan transaksi belanja sehari-hari, model pembayaran digital pun kini meluas untuk kebutuhan lain seperti investasi atau yang lainnya.
Kondisi ini rupanya cukup ampuh dalam mendorong percepatan inklusi keuangan di masyarakat. Perubahan perilaku transaksi menjadi serba online pun kian cepat tatkala pandemi Covid-19 yang mengharuskan adanya pembatasan aktivitas fisik.
Keberadaan teknologi digital relatif dapat diterima oleh masyarakat karena memang memudahkan. Hanya saja, tren tersebut juga ternyata diikuti munculnya tindak kejahatan siber yang menyasar masyarakat.
Untuk itu perlu edukasi yang baik agar munculnya ekosistem transaksi digital dapat memberikan manfaat kepada khalayak. Di sisi lain, para penyedia jasa pembayaran diharapkan terus menigkatkan sistem keamanannya untuk mencegah terjadinya tindak kejahatan.
Kemunculan berbagai layanan untuk transaksi keuangan dengan platform digital dari sejumlah pelaku usaha itu kian menambah ekosistem digital. Ini sangat baik karena dengan semakin berkembangnya ekosistem digital baik untuk layanan jasa maupun keuangan, akan semakin mempermudah penetrasi layanan tersebut ke masyarakat.
Deputi Direktur Program Management Office BSPI 2025 Bank Indonesia (BI) Agung Bayu Purwoko mengakui, ekosisitem digital di Indonesia cukup maju dalam beberapa tahun berlakangan ini. Hal ini dibuktikan dengan penerimaan masyarakat cukup tinggi terharap tren penggunaan teknologi termasuk untuk sistem pembayaran.
Pada sebuah acara diskusi pekan lalu, Agung mengatakan saat ini mudah sekali masyarakat diminta membayar sesuatu menggunakan model digital. Memang, kata dia, masih ada kendala di beberapa wilayah karena keterbatasan infrastruktur, tetapi umumnya pembayaran digital ini bisa diterima dengan baik.
Beberapa metode yang digunakan dalam bertransaksi digital ini antara lain bisa dengan mobile banking, sms banking, internet banking, QRIS, virtual account, uang elektronik atau aplikasi pembayaran yang dikeluarkan oleh perusahaan non bank.
Kerberadaan sejumlah kanal pembayaran ini pun turut mendorong penetrasi penggunaan teknologi digital karena di bagian end user sudah tersedia yakni mulai dari e-commerce, food, atau layanan lainnya.
Demikian pula di sisi hilir yakni penyedia layanan dalam hal ini perbankan dan perusahaan-perusahaan financial technology (fintech). Kedua pemain di industri pembayaran tersebut baik yang berstatus pemain lama seperti bank maupun fintech terus melakukan kolaborasi di tengah kompetisi yang kian sengit, sehingga mendorong munculnya ekosistem yang saling terkait.
Meski demikian, yang tidak boleh dilupakan adalah terkait keamanan data dan edukasi dalam ekosistem pembayaran digital. Kenapa? Karena kita kerap mendengar masih ada saja oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab melakukan penipuan karena mereka diduga mendapatkan data konsumen dari pihak-pihak tertentu yang sengaja menjual data kita. Untuk itu, sistem keamanan dan edukasi sangat penting untuk menjadi perhatian semua pihak.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Fitria Irmi Triswati mengatakan bahwa, teknologi telah membantu masyarakat bertahan di masa pandemi. Teknologi yang dimaksud termasuk sistem pembayaran digital yang dalam beberapa tahun terakhir terus mengalami peningkatan.
Fitria mencotohkan, pengeluaran personal mengalami pertumbuhan dengan 64,5 juta transaksi kartu debit senilai Rp29 triliun pada bulan April 2021. Angka itu meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan dengan bulan April 2020.
Menurutnya, capaian tersebut mencerminkan minat belanja rumah tangga yang kembali meningkat dan optimisme terhadap perekonomian Indonesia yang beranjak pulih secara bertahap di tengah pandemi Covid-19.
Pembayaran secara online ini merupakan salah satu bagian dari pelaksanaan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) yang dicanangkan pemerintah. Model ini kemungkinan akan terus mengalami perkembangan dan diimplementasikan di banyak sektor mengingat potensinya yang luar biasa besar. Kemendag memperkirakan, nilai ekonomi digital di Tanah Air akan mencapai Rp4.531 triliun pada 2030.
Berdasarkan data BI, kebijakan GPN dan kewajiban standar nasional teknologi chip (SNTC) bahkan telah membawa 91,3 juta penduduk unbanked dan 62,9 juta usaha kecil dan menengah (UMKM) ke dalam ekonomi dan keuangan formal secara sustainable melalui pemanfaatan digitalisasi.
Tak hanya untuk layanan transaksi belanja sehari-hari, model pembayaran digital pun kini meluas untuk kebutuhan lain seperti investasi atau yang lainnya.
Kondisi ini rupanya cukup ampuh dalam mendorong percepatan inklusi keuangan di masyarakat. Perubahan perilaku transaksi menjadi serba online pun kian cepat tatkala pandemi Covid-19 yang mengharuskan adanya pembatasan aktivitas fisik.
Keberadaan teknologi digital relatif dapat diterima oleh masyarakat karena memang memudahkan. Hanya saja, tren tersebut juga ternyata diikuti munculnya tindak kejahatan siber yang menyasar masyarakat.
Baca Juga
Untuk itu perlu edukasi yang baik agar munculnya ekosistem transaksi digital dapat memberikan manfaat kepada khalayak. Di sisi lain, para penyedia jasa pembayaran diharapkan terus menigkatkan sistem keamanannya untuk mencegah terjadinya tindak kejahatan.
Kemunculan berbagai layanan untuk transaksi keuangan dengan platform digital dari sejumlah pelaku usaha itu kian menambah ekosistem digital. Ini sangat baik karena dengan semakin berkembangnya ekosistem digital baik untuk layanan jasa maupun keuangan, akan semakin mempermudah penetrasi layanan tersebut ke masyarakat.
Deputi Direktur Program Management Office BSPI 2025 Bank Indonesia (BI) Agung Bayu Purwoko mengakui, ekosisitem digital di Indonesia cukup maju dalam beberapa tahun berlakangan ini. Hal ini dibuktikan dengan penerimaan masyarakat cukup tinggi terharap tren penggunaan teknologi termasuk untuk sistem pembayaran.
Pada sebuah acara diskusi pekan lalu, Agung mengatakan saat ini mudah sekali masyarakat diminta membayar sesuatu menggunakan model digital. Memang, kata dia, masih ada kendala di beberapa wilayah karena keterbatasan infrastruktur, tetapi umumnya pembayaran digital ini bisa diterima dengan baik.
Beberapa metode yang digunakan dalam bertransaksi digital ini antara lain bisa dengan mobile banking, sms banking, internet banking, QRIS, virtual account, uang elektronik atau aplikasi pembayaran yang dikeluarkan oleh perusahaan non bank.
Kerberadaan sejumlah kanal pembayaran ini pun turut mendorong penetrasi penggunaan teknologi digital karena di bagian end user sudah tersedia yakni mulai dari e-commerce, food, atau layanan lainnya.
Demikian pula di sisi hilir yakni penyedia layanan dalam hal ini perbankan dan perusahaan-perusahaan financial technology (fintech). Kedua pemain di industri pembayaran tersebut baik yang berstatus pemain lama seperti bank maupun fintech terus melakukan kolaborasi di tengah kompetisi yang kian sengit, sehingga mendorong munculnya ekosistem yang saling terkait.
Meski demikian, yang tidak boleh dilupakan adalah terkait keamanan data dan edukasi dalam ekosistem pembayaran digital. Kenapa? Karena kita kerap mendengar masih ada saja oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab melakukan penipuan karena mereka diduga mendapatkan data konsumen dari pihak-pihak tertentu yang sengaja menjual data kita. Untuk itu, sistem keamanan dan edukasi sangat penting untuk menjadi perhatian semua pihak.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Fitria Irmi Triswati mengatakan bahwa, teknologi telah membantu masyarakat bertahan di masa pandemi. Teknologi yang dimaksud termasuk sistem pembayaran digital yang dalam beberapa tahun terakhir terus mengalami peningkatan.
Fitria mencotohkan, pengeluaran personal mengalami pertumbuhan dengan 64,5 juta transaksi kartu debit senilai Rp29 triliun pada bulan April 2021. Angka itu meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan dengan bulan April 2020.
Menurutnya, capaian tersebut mencerminkan minat belanja rumah tangga yang kembali meningkat dan optimisme terhadap perekonomian Indonesia yang beranjak pulih secara bertahap di tengah pandemi Covid-19.
Pembayaran secara online ini merupakan salah satu bagian dari pelaksanaan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) yang dicanangkan pemerintah. Model ini kemungkinan akan terus mengalami perkembangan dan diimplementasikan di banyak sektor mengingat potensinya yang luar biasa besar. Kemendag memperkirakan, nilai ekonomi digital di Tanah Air akan mencapai Rp4.531 triliun pada 2030.
Berdasarkan data BI, kebijakan GPN dan kewajiban standar nasional teknologi chip (SNTC) bahkan telah membawa 91,3 juta penduduk unbanked dan 62,9 juta usaha kecil dan menengah (UMKM) ke dalam ekonomi dan keuangan formal secara sustainable melalui pemanfaatan digitalisasi.
(ynt)