Pemerintah Diharapkan Tak Lengah dalam Menghadapi Wabah Corona
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wabah pandemi virus Corona atau Covid-19 telah membuat semua sektor di pemerintahan sibuk dalam menanggulanginya. Tapi, apakah tepat jika semua sektor hanya ikut-ikutan sibuk bahkan ada kementerian yang malahan sibuk sendiri membuat aturan baru yang justru melemahkan salah satu BUMN energi di negeri ini.
"Pemerintah diharapkan tidak lengah terhadap kondisi pascawabah corona ini berlalu, karena akan ada tantangan sangat berat menunggu negeri ini mulai tahun 2021 dan seterusnya," kata mantan Wakil Komisi VI DPR, Inas N Zubir, Senin (20/4/2020).
Menurut Inas, salah satu persoalan APBN yang perlu dibenahi dan dibutuhkan ketegasan dari pemerintah adalah masalah subsidi yang tidak pernah jelas konsepnya dari tahun ke tahun.
"Di mana pemerintah berkali-kali gagap dan gagal dalam menerapkan subsudi tertutup atau subsidi orang/rumah tangga untuk LPG bahkan opsi menerbitkan kartu Combo pun akhirnya tidak jelas juntrungannya," ucap Inas.
Dewan Penasehat DPP Partai Hanura ini menjelaskan, padahal TNP2K atau Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan mengatakan, dengan menggunakan skema distribusi subsidi tertutup LPG 3Kg, akan ada penghematan keuangan negara karena subsidi LPG yang tepat sasaran.
"Jika kita bicara basis data kemiskinan, maka sumbernya adalah TNP2K, dimana menurut TNP2K populasi yang rentan miskin ada 25,7 juta rumah tangga, dan apabila angka tersebut diasumsikan sebagai rumah tangga yang mendapat subsidi dari APBN misalnya senilai Rp50.000,- per bulan per rumah tangga, maka diperkirakan subsidi LPG 3 kilogram yang perlu dianggarkan di APBN senilai Rp15.42 triliun," ungkapnya.
Menurut dia, seandainya menggunakan data APBN pada tahun 2019 di mana subsidi terhadap barang yakni LPG 3 kg, maka angkanya adalah subsidi sebesar 6,97 juta metrik ton LPG atau senilai Rp75.22 triliun.
"Angka tersebut terpaut jauh dengan subsidi kepada orang/rumah tangga dari perhitungan diatas, artinya akan diperoleh efisiensi sebesar Rp58.8 triliun dari subsidi LPG," tegasnya.
Kemudian sambung Inas, dengan basis data yang dimiliki oleh PLN bahwa terdapat 24 juta pelanggan 450 VA yang disubsidi dan 7 juta pelanggan 900 VA yang disubsidi kemudian diasumsikan mendapa subsidi dari APBN sebesar Rp40.000,- maka yang perlu dicairkan sebesar Rp14.88 triliun.
"Sedangkan subsidi listrik dalam APBN 2019 sebesar Rp. 57.11 sehingga diperoleh efisiensi sebesar Rp. 42.23 triliun dari subsidi listrik. Untuk menghitung subsidi BBM maka pemerintah harus menegaskan terlebih dahulu tentang basis data yang akan digunakan dalam menghitung besaran subsidinya, apakah cukup tepat bila menggunakan basis data TNP2K atau yang lain-nya," jelasnya.
Efisiensi-efisiensi subsidi tersebut kata Inas, tentunya akan sangat membantu optimaasi perencanaan RAPBN di tahun 2021 dan seterusnya. Oleh karena itu, pemerintah harus memerintahkan para mentri, pejabat, para pakar yang digaji oleh APBN.
"Dan tidak terlalu sibuk dalam penanggulangan covid-19, untuk mengkaji sejak sekarang tentang basis data seperti apa yang tepat digunakan dalam menghitung subsidi BBM yang nanti-nya dapat diusulkan sebagai komponen yang sama untuk menghitung subsidi BBM, listrik dan LPG dalam RUU APBN 2021 yang bukan lagi berbentuk subsidi barang yang dibayarkan kepada BUMN pengelola energi, melainkan subsidi orang/rumah tangga yang langsung diterima oleh masyarakat yang berhak," ungkapnya.
"Untuk keperluan subsidi tersebut diatas, seharusnya pemerintah tidak perlu lagi menerbitkan berbagai macam kartu, karena cukup menggunakan big data KTP yang pastinya juga digunakan oleh TNP2K maupun PLN, atau pemerintah benar-benar memanfaatkan sensus penduduk 2020 untuk membuat big data kependudukan yang tepat dan sangat lengkap termasuk kondisi ekonomi rakyat Indonesia," tandasnya.
"Pemerintah diharapkan tidak lengah terhadap kondisi pascawabah corona ini berlalu, karena akan ada tantangan sangat berat menunggu negeri ini mulai tahun 2021 dan seterusnya," kata mantan Wakil Komisi VI DPR, Inas N Zubir, Senin (20/4/2020).
Menurut Inas, salah satu persoalan APBN yang perlu dibenahi dan dibutuhkan ketegasan dari pemerintah adalah masalah subsidi yang tidak pernah jelas konsepnya dari tahun ke tahun.
"Di mana pemerintah berkali-kali gagap dan gagal dalam menerapkan subsudi tertutup atau subsidi orang/rumah tangga untuk LPG bahkan opsi menerbitkan kartu Combo pun akhirnya tidak jelas juntrungannya," ucap Inas.
Dewan Penasehat DPP Partai Hanura ini menjelaskan, padahal TNP2K atau Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan mengatakan, dengan menggunakan skema distribusi subsidi tertutup LPG 3Kg, akan ada penghematan keuangan negara karena subsidi LPG yang tepat sasaran.
"Jika kita bicara basis data kemiskinan, maka sumbernya adalah TNP2K, dimana menurut TNP2K populasi yang rentan miskin ada 25,7 juta rumah tangga, dan apabila angka tersebut diasumsikan sebagai rumah tangga yang mendapat subsidi dari APBN misalnya senilai Rp50.000,- per bulan per rumah tangga, maka diperkirakan subsidi LPG 3 kilogram yang perlu dianggarkan di APBN senilai Rp15.42 triliun," ungkapnya.
Menurut dia, seandainya menggunakan data APBN pada tahun 2019 di mana subsidi terhadap barang yakni LPG 3 kg, maka angkanya adalah subsidi sebesar 6,97 juta metrik ton LPG atau senilai Rp75.22 triliun.
"Angka tersebut terpaut jauh dengan subsidi kepada orang/rumah tangga dari perhitungan diatas, artinya akan diperoleh efisiensi sebesar Rp58.8 triliun dari subsidi LPG," tegasnya.
Kemudian sambung Inas, dengan basis data yang dimiliki oleh PLN bahwa terdapat 24 juta pelanggan 450 VA yang disubsidi dan 7 juta pelanggan 900 VA yang disubsidi kemudian diasumsikan mendapa subsidi dari APBN sebesar Rp40.000,- maka yang perlu dicairkan sebesar Rp14.88 triliun.
"Sedangkan subsidi listrik dalam APBN 2019 sebesar Rp. 57.11 sehingga diperoleh efisiensi sebesar Rp. 42.23 triliun dari subsidi listrik. Untuk menghitung subsidi BBM maka pemerintah harus menegaskan terlebih dahulu tentang basis data yang akan digunakan dalam menghitung besaran subsidinya, apakah cukup tepat bila menggunakan basis data TNP2K atau yang lain-nya," jelasnya.
Efisiensi-efisiensi subsidi tersebut kata Inas, tentunya akan sangat membantu optimaasi perencanaan RAPBN di tahun 2021 dan seterusnya. Oleh karena itu, pemerintah harus memerintahkan para mentri, pejabat, para pakar yang digaji oleh APBN.
"Dan tidak terlalu sibuk dalam penanggulangan covid-19, untuk mengkaji sejak sekarang tentang basis data seperti apa yang tepat digunakan dalam menghitung subsidi BBM yang nanti-nya dapat diusulkan sebagai komponen yang sama untuk menghitung subsidi BBM, listrik dan LPG dalam RUU APBN 2021 yang bukan lagi berbentuk subsidi barang yang dibayarkan kepada BUMN pengelola energi, melainkan subsidi orang/rumah tangga yang langsung diterima oleh masyarakat yang berhak," ungkapnya.
"Untuk keperluan subsidi tersebut diatas, seharusnya pemerintah tidak perlu lagi menerbitkan berbagai macam kartu, karena cukup menggunakan big data KTP yang pastinya juga digunakan oleh TNP2K maupun PLN, atau pemerintah benar-benar memanfaatkan sensus penduduk 2020 untuk membuat big data kependudukan yang tepat dan sangat lengkap termasuk kondisi ekonomi rakyat Indonesia," tandasnya.
(maf)