PKS: Rencana Naikkan PPN Tidak Mencerminkan Keadilan
loading...
A
A
A
Dengan demikian, kata Farouk, rencana pemerintah menaikkan PPN bisa jadi bumerang yang membuat kemampuan ekonomi masyarakat makin tergerus. Terlalu banyak yang dipertaruhkan jika rencana ini terealisasi.
“Ruang fikal memang terbatas, tetapi aparat Kemenkeu khususnya Menteri Keuangan jangan kehilangan akal sehat dan kreativitas untuk menggenjot penerimaan negara. Ada risiko ekonomi dan politik yang besar di balik rencana kenaikan PPn itu,” tutur Farouk.
Dia menjelaskan, masih ada cara lain dengan misalnya mengoptimalkan pajak orang super kaya seperti apa yang dilakukan Presiden AS Joe Biden. Dalam administrasi pemerintahannya, Biden melakukan distributive justice dengan merencanakan peningkatan pajak 39,6% terhadap kelompok super rich di Amerika yang jumlahnya hanya satu persen dari populasi penduduk.
Joe Biden, menurut Farouk, mengirimkan pesan yang kuat bahwa ia berpihak kepada kelompok miskin, para buruh, serta pekerja kelas menengah ke bawah yang bekerja untuk keluarga dan anak-anaknya.
“Lewat pajak itu Biden membantu pendidikan, kesehatan, dan child care masyarakat miskin. Biden juga berencana meningkatkan pajak untuk korporasi-korporasi besar dan multinasional di mana penerimaan tersebut digunakan untuk memperbaiki dan meningkatkan kapasitas infrastruktur di Amerika. Langkah itu dapat menjadi inspirasi yang layak ditiru,” tutur mantan caleg DPR daerah pemilihan DKI II pada 2019 ini.
Menurut dia, pemerintah perlu menimbang progresivitas tarif pajak seperti di Amerika. Sebab sejauh ini pajak di Indonesia belum benar-benar menyisir kelompok super kaya. Memang baru-baru ini Sri Mulyani mulai mengangkat wacana pajak untuk orang-orang kaya, yakni diterapkan tarif baru sebesar 35% bagi orang yang penghasilannya diatas Rp5 miliar.
Tetapi Farouk melihat bahwa Sri Mulyani harusnya tidak sekadar meng-copy batasan yang dilakukan di Amerika Serikat, yakni USD400 ribu.
“Secara umum pendapatan per kapita kita jauh di bawah Amerika Serikat, harusnya tarif baru 35 persen itu bisa diterapkan bagi masyarakat yang berpenghasilan di atas Rp1 miliar. Bahkan kalau perlu dibuat lagi tarif baru sebesar 40 persen bagi yang perpenghasilan di atas Rp2,5 miliar,” ujar Farouk.
Jika progresivitas pajak dapat dioptimalkan, PKS yakin hal itu dapat menjadikan pajak tampil sebagai instrumen pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Perlu dipertimbangkan untuk mendesain pajak progresif yang menyasar masyarakat super kaya yang ekonomi rumah tangganya tidak terganggu semasa pandemi Covid-19. Pemerintah bisa memanfaatkan instrumen PPnBM sebagai pengganti PPN,” tutur Farouk Alwyni.
“Ruang fikal memang terbatas, tetapi aparat Kemenkeu khususnya Menteri Keuangan jangan kehilangan akal sehat dan kreativitas untuk menggenjot penerimaan negara. Ada risiko ekonomi dan politik yang besar di balik rencana kenaikan PPn itu,” tutur Farouk.
Dia menjelaskan, masih ada cara lain dengan misalnya mengoptimalkan pajak orang super kaya seperti apa yang dilakukan Presiden AS Joe Biden. Dalam administrasi pemerintahannya, Biden melakukan distributive justice dengan merencanakan peningkatan pajak 39,6% terhadap kelompok super rich di Amerika yang jumlahnya hanya satu persen dari populasi penduduk.
Joe Biden, menurut Farouk, mengirimkan pesan yang kuat bahwa ia berpihak kepada kelompok miskin, para buruh, serta pekerja kelas menengah ke bawah yang bekerja untuk keluarga dan anak-anaknya.
“Lewat pajak itu Biden membantu pendidikan, kesehatan, dan child care masyarakat miskin. Biden juga berencana meningkatkan pajak untuk korporasi-korporasi besar dan multinasional di mana penerimaan tersebut digunakan untuk memperbaiki dan meningkatkan kapasitas infrastruktur di Amerika. Langkah itu dapat menjadi inspirasi yang layak ditiru,” tutur mantan caleg DPR daerah pemilihan DKI II pada 2019 ini.
Menurut dia, pemerintah perlu menimbang progresivitas tarif pajak seperti di Amerika. Sebab sejauh ini pajak di Indonesia belum benar-benar menyisir kelompok super kaya. Memang baru-baru ini Sri Mulyani mulai mengangkat wacana pajak untuk orang-orang kaya, yakni diterapkan tarif baru sebesar 35% bagi orang yang penghasilannya diatas Rp5 miliar.
Tetapi Farouk melihat bahwa Sri Mulyani harusnya tidak sekadar meng-copy batasan yang dilakukan di Amerika Serikat, yakni USD400 ribu.
“Secara umum pendapatan per kapita kita jauh di bawah Amerika Serikat, harusnya tarif baru 35 persen itu bisa diterapkan bagi masyarakat yang berpenghasilan di atas Rp1 miliar. Bahkan kalau perlu dibuat lagi tarif baru sebesar 40 persen bagi yang perpenghasilan di atas Rp2,5 miliar,” ujar Farouk.
Jika progresivitas pajak dapat dioptimalkan, PKS yakin hal itu dapat menjadikan pajak tampil sebagai instrumen pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Perlu dipertimbangkan untuk mendesain pajak progresif yang menyasar masyarakat super kaya yang ekonomi rumah tangganya tidak terganggu semasa pandemi Covid-19. Pemerintah bisa memanfaatkan instrumen PPnBM sebagai pengganti PPN,” tutur Farouk Alwyni.