Sidang Mantan Bos AISA, Saksi Ahli: Harusnya Cukup Sanksi Administratif Tak Perlu Dipidana
loading...
A
A
A
"Kalau menerbitkan laporan keuangan tanpa diperiksa oleh auditor independen, maka direksi bertanggung jawab secara pribadi tapi ini kan persoalannya sudah diperiksa oleh auditor independen sehingga sudah mengikuti ketentuan OJK," katanya.
Menurut Chairul, dalam POJK 75/2017 disebutkan bahwa direksi dibebaskan dari tanggung jawab atas Laporan Keuangan apabila sudah ada hasil audit dari auditor independen. Dalam konteks ini, direksi dilepaskan dari tanggung jawab pribadi, sehingga kalau mau diproses secara pidana mestinya yang didudukkan sebagai terdakwa bukan orangnya tapi perusahaannya.
"UU Pasar Modal memungkinkan untuk perbuatan seperti ini dipertanggungjawabkan sebagai pertanggungjawaban korporasi karena kalau ada keuntungan saat melepas saham di pasar modal menjadi keuntungan perusahaan, tidak ada keuntungan pribadi pada direksi dalam hal ini," katanya.
Ketika ditanya soal apakah direksi PT TPSF dapat dimintai pertanggungjawaban atas LKT 2017 yang dibuat oleh Cief Financial Officer (CFO), Chairul Huda kembali menegaskan bahwa perkara ini merupakan ranah administratif, bukan pidana.
"Kita tidak perlu bicara soal Pertanggungjawaban pidana, ini tidak ada tindak pidana. Ini pelanggaran sanksi administratif, sehingga harusnya dikenai sanksi administratif. Jadi Pertanggungjawaban pidana baru kita bicarakan kalau ada tindak pidana, ini tindak pidananya saja tidak jelas," katanya.
Di tempat yang sama, kuasa hukum terdakwa, Zaid Mushafi mengatakan bahwa perkara ini kini menjadi lebih terang benderang dengan penjelasan saksi ali Chairul Huda di persidangan.
"Tadi sudah sangat tegas dijelaskan ahli di persidangan, bahwa perkara ini peristiwa pidananya saja tidak ada, korbannya tidak ada, dan tidak ada dampak sistemik terhadap pasar modal," katanya.
Berdasarkan Pasal 15 POJK 36/2018, dikatakan bahwa harus ada dampak kerugian terhadap sistem pasar modal. Dampak ini dalam keterangan ahli harus dapat dibuktikan, dan tidak bisa hanya bersifat potensi sebagaimana keterangan Edi Broto saat menjadi saksi di persidangan.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum tidak bisa dimintai komentarnya.
Menurut Chairul, dalam POJK 75/2017 disebutkan bahwa direksi dibebaskan dari tanggung jawab atas Laporan Keuangan apabila sudah ada hasil audit dari auditor independen. Dalam konteks ini, direksi dilepaskan dari tanggung jawab pribadi, sehingga kalau mau diproses secara pidana mestinya yang didudukkan sebagai terdakwa bukan orangnya tapi perusahaannya.
"UU Pasar Modal memungkinkan untuk perbuatan seperti ini dipertanggungjawabkan sebagai pertanggungjawaban korporasi karena kalau ada keuntungan saat melepas saham di pasar modal menjadi keuntungan perusahaan, tidak ada keuntungan pribadi pada direksi dalam hal ini," katanya.
Ketika ditanya soal apakah direksi PT TPSF dapat dimintai pertanggungjawaban atas LKT 2017 yang dibuat oleh Cief Financial Officer (CFO), Chairul Huda kembali menegaskan bahwa perkara ini merupakan ranah administratif, bukan pidana.
"Kita tidak perlu bicara soal Pertanggungjawaban pidana, ini tidak ada tindak pidana. Ini pelanggaran sanksi administratif, sehingga harusnya dikenai sanksi administratif. Jadi Pertanggungjawaban pidana baru kita bicarakan kalau ada tindak pidana, ini tindak pidananya saja tidak jelas," katanya.
Di tempat yang sama, kuasa hukum terdakwa, Zaid Mushafi mengatakan bahwa perkara ini kini menjadi lebih terang benderang dengan penjelasan saksi ali Chairul Huda di persidangan.
"Tadi sudah sangat tegas dijelaskan ahli di persidangan, bahwa perkara ini peristiwa pidananya saja tidak ada, korbannya tidak ada, dan tidak ada dampak sistemik terhadap pasar modal," katanya.
Berdasarkan Pasal 15 POJK 36/2018, dikatakan bahwa harus ada dampak kerugian terhadap sistem pasar modal. Dampak ini dalam keterangan ahli harus dapat dibuktikan, dan tidak bisa hanya bersifat potensi sebagaimana keterangan Edi Broto saat menjadi saksi di persidangan.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum tidak bisa dimintai komentarnya.
(abd)