Guru TK Digeruduk Debt Collector Pinjol
loading...
A
A
A
SEORANG guru taman kanak-kanak (TK) di Malang betul-betul bernasib malang. Sang guru bernama Susmiati terjerat pinjaman online (pinjol) hingga diteror 24 penagih utang (debt collector) yang nyaris membuatnya bunuh diri. Selain berhadapan dengan puluhan debt collector, ibu dua anak itu telah kehilangan pekerjaan sebagai guru TK karena dipecat dari tempatnya mengajar. Namun, nasib memilukan itu justru mengantarnya bersua dengan Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Malang, Sugiarto Kasmuri dan Wali Kota Malang, Sutiaji yang memberi perhatian khusus pada kasus yang menimpa warganya.
Dalam pertemuan dengan pihak OJK dan Wali Kota Malang, Susmiati dengan gamblang membeberkan telah meminjam uang kepada 19 pinjol ilegal senilai Rp29 juta, dan 5 pinjol terdaftar atau berizin di OJK senilai Rp6 juta atau total utang tercatat sebesar Rp35 juta. Pihak OJK bersedia memfasilitasi penyelesaian kewajiban bermasalah tersebut kepada pinjol legal itu. Lalu, OJK akan berkoordinasi dengan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia, terkait kemungkinan terjadi pelanggaran pelayanan terhadap sang guru. Menyangkut penyelesaiaan utang, sesuai arahan Wali Kota Malang akan dibantu Baznas Kota Malang. Adapun langkah hukumnya, pihak OJK akan berkoordinasi dengan Kepolisian untuk penindakan terhadap pinjol ilegal.
Mengapa Susmiati sampai nekad mengambil utang kepada 24 pinjol ilegal dan legal? Tanpa melihat latar belakang tindakan tersebut sangat tidak masuk akal. Sebab tidak mungkin seorang guru tidak tahu apa konsekuensi dari tindakan meminjam dari puluhan pinjol bila tidak mengikuti aturannya. Rupanya, tindakan tersebut terkait dengan posisi karier di sekolah. TK tempat mengajar Susmiati mewajibkan seorang guru menyandang gelar S1 agar status sebagai guru pendamping dapat meningkat menjadi guru kelas. Susmiati pun menjalani persyaratan tersebut dengan mengambil jenjang S1 di Universitas Terbuka (UT). Di sinilah berawal musibah memilukan itu, sang guru memanfaatkan utang pinjol untuk membiayai pendidikan S1 di UT.
Pesona pinjol dalam mengatasi masalah keuangan memang sangat menggoda. Salah satunya adalah penawaran pencairan pinjaman begitu mudah meski memiliki sejumlah aturan yang menjerat bagi peminjam, mulai dari bunga pinjaman yang sangat tinggi hingga penagihan yang terkadang tidak masuk akal dengan menggunakan debt collector, hingga menghubungi semua kontak peminjam dengan cara mempermalukan. Tindakan penyelenggara pinjol yang tidak beretika itu pada umumnya dilakukan oleh pelaku pinjol ilegal. Karena itu, sebelum berhubungan dengan pinjol harus selalu cermat dan pastikan terdaftar di OJK. Pinjol ilegal boleh dikata sebagai mutasi rentenir ke online dengan memanfaatkan teknologi digital.
Mengatasi maraknya pertumbuhan pinjol ilegal yang mulai meresahkan masyarakat, anggota Komisi XI DPR RI, Hendrawan Supratikno, meminta kepada pemerintah membuat strategi agar masyarakat tidak dirugikan dalam berhubungan dengan pinjol. Setidaknya, sejumlah langkah strategis bisa ditempuh mulai dari peningkatan literasi masyarakat dalam masalah keuangan, penguatan divisi layanan masyarakat dan advokasi OJK, dan penguatan payung hukum Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi OJK. Hendrawan mengakui persoalan pinjol terutama ilegal memang cukup pelik, korban rata-rata memiliki kebutuhan sangat mendesak dan umumnya kurang paham syarat-syarat yang melekat pada pinjaman. Dan, tak paham hukum mekanisme pasar yang tidak punya belas kasihan.
Berdasarkan data publikasi OJK, penyelenggara financial technology (fintech) peer-to-peer lending atau lebih akrab di telinga masyarakat adalah pinjol yang terdaftar sebanyak 138 perusahaan. Rinciannya, sebanyak 57 perusahaan yang telah mengantongi izin dari OJK dan sebanyak 81 perusahaan dengan status terdaftar di OJK hingga per 4 Mei 2021. Untuk memastikan, perusahaan pinjol sudah terdaftar calon nasabah bisa mengontak OJK 157 dengan nomor telepon 157 atau layanan WhatsApp 0811 5715 7157. Nomor kontak ini akan menjelaskan status pinjol untuk penawaran produk jasa keuangan. Sementara itu, sejak 2018 hingga Februari 2021, OJK telah menutup sebanyak 3.107 pinjol ilegal.
Kasus Susmiati yang terjerat pinjol dan digeruduk puluhan debt collector telah membuka mata bahwa di tengah masyarakat ada kasus seperti itu bukan sekadar cerita. Boleh jadi banyak kasus serupa hanya saja belum terekspos di publik. Kita berharap, pemerintah dalam hal ini pihak OJK lebih tegas dalam menangani pinjol ilegal. Sebaliknya, masyarakat jangan mudah tergoda tawaran pinjol, meski butuh pinjaman tetap harus menggunakan akal sehat dengan memastikan bahwa pinjol itu legal alias terdaftar di OJK
Dalam pertemuan dengan pihak OJK dan Wali Kota Malang, Susmiati dengan gamblang membeberkan telah meminjam uang kepada 19 pinjol ilegal senilai Rp29 juta, dan 5 pinjol terdaftar atau berizin di OJK senilai Rp6 juta atau total utang tercatat sebesar Rp35 juta. Pihak OJK bersedia memfasilitasi penyelesaian kewajiban bermasalah tersebut kepada pinjol legal itu. Lalu, OJK akan berkoordinasi dengan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia, terkait kemungkinan terjadi pelanggaran pelayanan terhadap sang guru. Menyangkut penyelesaiaan utang, sesuai arahan Wali Kota Malang akan dibantu Baznas Kota Malang. Adapun langkah hukumnya, pihak OJK akan berkoordinasi dengan Kepolisian untuk penindakan terhadap pinjol ilegal.
Mengapa Susmiati sampai nekad mengambil utang kepada 24 pinjol ilegal dan legal? Tanpa melihat latar belakang tindakan tersebut sangat tidak masuk akal. Sebab tidak mungkin seorang guru tidak tahu apa konsekuensi dari tindakan meminjam dari puluhan pinjol bila tidak mengikuti aturannya. Rupanya, tindakan tersebut terkait dengan posisi karier di sekolah. TK tempat mengajar Susmiati mewajibkan seorang guru menyandang gelar S1 agar status sebagai guru pendamping dapat meningkat menjadi guru kelas. Susmiati pun menjalani persyaratan tersebut dengan mengambil jenjang S1 di Universitas Terbuka (UT). Di sinilah berawal musibah memilukan itu, sang guru memanfaatkan utang pinjol untuk membiayai pendidikan S1 di UT.
Pesona pinjol dalam mengatasi masalah keuangan memang sangat menggoda. Salah satunya adalah penawaran pencairan pinjaman begitu mudah meski memiliki sejumlah aturan yang menjerat bagi peminjam, mulai dari bunga pinjaman yang sangat tinggi hingga penagihan yang terkadang tidak masuk akal dengan menggunakan debt collector, hingga menghubungi semua kontak peminjam dengan cara mempermalukan. Tindakan penyelenggara pinjol yang tidak beretika itu pada umumnya dilakukan oleh pelaku pinjol ilegal. Karena itu, sebelum berhubungan dengan pinjol harus selalu cermat dan pastikan terdaftar di OJK. Pinjol ilegal boleh dikata sebagai mutasi rentenir ke online dengan memanfaatkan teknologi digital.
Mengatasi maraknya pertumbuhan pinjol ilegal yang mulai meresahkan masyarakat, anggota Komisi XI DPR RI, Hendrawan Supratikno, meminta kepada pemerintah membuat strategi agar masyarakat tidak dirugikan dalam berhubungan dengan pinjol. Setidaknya, sejumlah langkah strategis bisa ditempuh mulai dari peningkatan literasi masyarakat dalam masalah keuangan, penguatan divisi layanan masyarakat dan advokasi OJK, dan penguatan payung hukum Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi OJK. Hendrawan mengakui persoalan pinjol terutama ilegal memang cukup pelik, korban rata-rata memiliki kebutuhan sangat mendesak dan umumnya kurang paham syarat-syarat yang melekat pada pinjaman. Dan, tak paham hukum mekanisme pasar yang tidak punya belas kasihan.
Berdasarkan data publikasi OJK, penyelenggara financial technology (fintech) peer-to-peer lending atau lebih akrab di telinga masyarakat adalah pinjol yang terdaftar sebanyak 138 perusahaan. Rinciannya, sebanyak 57 perusahaan yang telah mengantongi izin dari OJK dan sebanyak 81 perusahaan dengan status terdaftar di OJK hingga per 4 Mei 2021. Untuk memastikan, perusahaan pinjol sudah terdaftar calon nasabah bisa mengontak OJK 157 dengan nomor telepon 157 atau layanan WhatsApp 0811 5715 7157. Nomor kontak ini akan menjelaskan status pinjol untuk penawaran produk jasa keuangan. Sementara itu, sejak 2018 hingga Februari 2021, OJK telah menutup sebanyak 3.107 pinjol ilegal.
Kasus Susmiati yang terjerat pinjol dan digeruduk puluhan debt collector telah membuka mata bahwa di tengah masyarakat ada kasus seperti itu bukan sekadar cerita. Boleh jadi banyak kasus serupa hanya saja belum terekspos di publik. Kita berharap, pemerintah dalam hal ini pihak OJK lebih tegas dalam menangani pinjol ilegal. Sebaliknya, masyarakat jangan mudah tergoda tawaran pinjol, meski butuh pinjaman tetap harus menggunakan akal sehat dengan memastikan bahwa pinjol itu legal alias terdaftar di OJK
(bmm)