Kubu Juliari Sebut Uang Suap Bansos Covid-19 Hanya Mengalir ke 2 Pejabat Kemensos
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kuasa hukum mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara , Maqdir Ismail berdalih, kliennya tidak pernah menerima aliran uang dugaan suap terkait pengadaan Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19 . Ia menyebut, uang suap tersebut hanya mengalir dan dinikmati oleh dua pejabat Kementerian Sosial (Kemensos) Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso.
"Yang diakui (saksi) selama ini (uang suap diberikan) kepada Pak Joko dan Pak Adi Wahyono. Karena yang menjadi persoalan, apakah betul ada uang itu yang sampai ke Pak Juliari, sampai sekarang kan enggak ada saksi yang mengatakan itu," kata Maqdir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu 19Mei 2021.
Maqdir mengklaim, belum ada saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengungkap aliran dana ke Juliari Peter Batubara, hingga persidangan Rabu 19 Mei 2021. Walaupun, kata Maqdir, Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja telah terbukti memberikan uang dugaan suap.
"Kalau saya lihat ya, belum ada satu saksi pun yang mengatakan Pak Juliari menerima uang, meskipun dalam perkaranya Harry dan Ardian, itu kan sudah terbukti mereka memberikan dugaan suap," ungkapnya.
Lebih lanjut, menurut Maqdir, berdasarkan keterangan dari para saksi, kliennya tak pernah menerima uang dari pengadaan bansos Covid-19. Dia mengklaim pernyataan itu diperkuat dengan keterangan Sekretaris Pribadi (Sespri) Juliari, Selvy Nurbaity, pada persidangan ini.
"Tadi kan sudah dengar Sekretaris Pribadi beliau itu (mengatakan) uang yang dia kelola adalah uang-uang DOM (dana operasional menteri) atau juga uang-uang yang diperoleh dari sisa biaya perjalanan," kata Maqdir.
Atas dasar keterangan para saksi tersebut, Maqdir meminta para jaksa penuntut pada KPK membuktikan dakwaannya soal penerimaan suap yang diterima Juliari. Sebab, sejauh ini tak ada keterangan saksi yang menyebut Juliari menerima suap.
"Jadi kalau kita bicara soal surat dakwaan penerimaan uang suap soal pengadaan itu, enggak ada satu pun bukti," ucapnya.
Dalam perkara ini, JuliariPeter Batubara didakwa menerima suap sebesar Rp32.482.000.000 dari para pengusaha yang menggarap proyek pengadaan Bansos untuk penanganan Covid-19.
Puluhan miliar uang dugaan suap untuk Juliari Batubara itu berkaitan dengan penunjukan sejumlah perusahaan penggarap proyek bansos Covid-19. Di antaranya yakni, PT Pertani, PT Mandala Hamonganan Sude dan PT Tigapilar Agro Utama.
Uang sebesar Rp32 miliar itu diduga diterima Juliari Batubara melaluiAdi Wahyono dan Matheus Joko Santoso. Adapun, rincian uang yang diterima Juliari melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko yakni, berasal dari Konsultan Hukum, Harry Van Sidabukke, senilai Rp1,28 miliar.
Kemudian, dari Presiden Direktur PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja, sejumlah Rp1,95 miliar. Lantas, sebesar Rp29 miliar berasal dari para pengusaha penyedia barang lainnya.
Atas perbuatannya, Juliari didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Yang diakui (saksi) selama ini (uang suap diberikan) kepada Pak Joko dan Pak Adi Wahyono. Karena yang menjadi persoalan, apakah betul ada uang itu yang sampai ke Pak Juliari, sampai sekarang kan enggak ada saksi yang mengatakan itu," kata Maqdir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu 19Mei 2021.
Maqdir mengklaim, belum ada saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengungkap aliran dana ke Juliari Peter Batubara, hingga persidangan Rabu 19 Mei 2021. Walaupun, kata Maqdir, Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja telah terbukti memberikan uang dugaan suap.
"Kalau saya lihat ya, belum ada satu saksi pun yang mengatakan Pak Juliari menerima uang, meskipun dalam perkaranya Harry dan Ardian, itu kan sudah terbukti mereka memberikan dugaan suap," ungkapnya.
Lebih lanjut, menurut Maqdir, berdasarkan keterangan dari para saksi, kliennya tak pernah menerima uang dari pengadaan bansos Covid-19. Dia mengklaim pernyataan itu diperkuat dengan keterangan Sekretaris Pribadi (Sespri) Juliari, Selvy Nurbaity, pada persidangan ini.
"Tadi kan sudah dengar Sekretaris Pribadi beliau itu (mengatakan) uang yang dia kelola adalah uang-uang DOM (dana operasional menteri) atau juga uang-uang yang diperoleh dari sisa biaya perjalanan," kata Maqdir.
Atas dasar keterangan para saksi tersebut, Maqdir meminta para jaksa penuntut pada KPK membuktikan dakwaannya soal penerimaan suap yang diterima Juliari. Sebab, sejauh ini tak ada keterangan saksi yang menyebut Juliari menerima suap.
"Jadi kalau kita bicara soal surat dakwaan penerimaan uang suap soal pengadaan itu, enggak ada satu pun bukti," ucapnya.
Dalam perkara ini, JuliariPeter Batubara didakwa menerima suap sebesar Rp32.482.000.000 dari para pengusaha yang menggarap proyek pengadaan Bansos untuk penanganan Covid-19.
Puluhan miliar uang dugaan suap untuk Juliari Batubara itu berkaitan dengan penunjukan sejumlah perusahaan penggarap proyek bansos Covid-19. Di antaranya yakni, PT Pertani, PT Mandala Hamonganan Sude dan PT Tigapilar Agro Utama.
Uang sebesar Rp32 miliar itu diduga diterima Juliari Batubara melaluiAdi Wahyono dan Matheus Joko Santoso. Adapun, rincian uang yang diterima Juliari melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko yakni, berasal dari Konsultan Hukum, Harry Van Sidabukke, senilai Rp1,28 miliar.
Kemudian, dari Presiden Direktur PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja, sejumlah Rp1,95 miliar. Lantas, sebesar Rp29 miliar berasal dari para pengusaha penyedia barang lainnya.
Atas perbuatannya, Juliari didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(mhd)