75 Pegawai KPK Tak Lulus TWK, Pendukung Jokowi Minta Diadakan Ujian Ulang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mantan Koordinator Direktorat Hukum pada Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin, Hendra Setiawan Boen mengusulkan diadakan ujian remedial (ujian ulang) kepada 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) . Dia menilai ujian ulang ini penting untuk menghindari kabar pemecatan terhadap 75 pegawai KPK lantaran tak lolos TWK.
"Soal atau pertanyaan tes ujian ulang nantinya disusun dan diujikan oleh tokoh-tokoh dan penggiat anti Korupsi, para ahli dari universitas terkemuka yang dipilih dan diangkat berdasarkan keputusan presiden," ujar Hendra dalam keterangan tertulisnya, Senin (10/5/2021). Baca juga: Soal Kemungkinan Loloskan 75 Pegawai KPK, Kepala BKN Bilang Sulit
Dia berpandangan ujian juga harus dilakukan secara terbuka agar masyarakat dapat mendengar sendiri jawaban dari para pegawai dan menilai apakah jawaban mereka sesuai dengan nilai-nilai kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) atau tidak.
Apabila ada dari pegawai KPK yang kembali tidak lulus, kata Hendra, maka sebelum diberhentikan atau melepas tanggung jawab, mereka dapat diberikan pembinaan atau penataran tentang kebangsaan namun tetap bekerja dan diangkat sebagai PNS.
"Selama bekerja, mereka dapat dinilai apakah ada sikap dan tindak tanduk yang menyimpang dari nilai-nilai kebangsaan Indonesia. Apabila kembali tidak lulus, baru mereka dapat diberhentikan," tuturnya.
Terkait polemik TWK terhadap pegawai KPK, Hendra setuju dengan pandangan para tokoh nasional yang menilai bahwa soal dalam tes tersebut tidak layak, tidak pantas dan tidak mencerminkan wawasan kebangsaan. Menurutnya, sebagian pertanyaan di dalamnya seperti kesediaan pegawai KPK melepas jilbab, doa qunut hingga sikap terhadap LGBT (Lesbi, Gay, Biseksual dan Transgender/transeksual) terlalu menyimpang dari tugas pokok KPK sebagai punggawa pemberantasan korupsi di Indonesia. Baca juga:
"Pertanyaan-pertanyaan tersebut terkesan sengaja ditiupkan karena kondisi masyarakat yang fobia dengan aliran agama tertentu. Sehingga diasumsikan apabila pegawai KPK diberhentikan karena alasan mereka “taliban” yang berasosiasi teroris fundamentalis anti Pancasila pemecah bangsa, maka diharapkan tidak ada resistensi dari masyarakat," tandas Hendra.
Menurutnya, rumor rencana pemecatan terhadap 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK semakin diperkuat dengan beredarnya surat keputusan berisi pembebasan tugas mereka yang terdapat tanda tangan seolah-olah oleh Ketua KPK, Firli Bahuri. Kendati PLT Juru Bicara KPK tidak bersedia memberikan kepastian akan keabsahan potongan surat keputusan tersebut.
"Akan tetapi dia memberikan jawaban nyaris verbatim terhadap rumor adanya 75 pegawai KPK yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan," kata Hendra.
Di dunia maya, lanjut hendra, narasi-narasi bahwa 75 pegawai KPK itu radikal dengan hinaan pejoratif juga dilakukan oleh buzzer-buzzer politik yang tidak bertanggung jawab. Buzzer bergerak tidak mungkin tanpa pesanan.
Dia menambahkan patut diduga kuat siapapun pemesan narasi yang mendorong para pegawai KPK yang menangani kasus-kasus besar tersebut ada di balik pelemahan KPK dan rencana pemecatan para pegawai KPK yang menjadi ujung tombak membongkar kasus-kasus korupsi besar yang melibatkan tokoh-tokoh kuat selama ini.
"Tidak heran apabila penolakan terhadap Tes Wawasan Kebangsaan mulai bermunculan, termasuk dari Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam NU), PP Muhammadiyah, Komnas Perempuan hingga tokoh-tokoh nasional dan masyarakat sipil," katanya.
"Soal atau pertanyaan tes ujian ulang nantinya disusun dan diujikan oleh tokoh-tokoh dan penggiat anti Korupsi, para ahli dari universitas terkemuka yang dipilih dan diangkat berdasarkan keputusan presiden," ujar Hendra dalam keterangan tertulisnya, Senin (10/5/2021). Baca juga: Soal Kemungkinan Loloskan 75 Pegawai KPK, Kepala BKN Bilang Sulit
Dia berpandangan ujian juga harus dilakukan secara terbuka agar masyarakat dapat mendengar sendiri jawaban dari para pegawai dan menilai apakah jawaban mereka sesuai dengan nilai-nilai kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) atau tidak.
Apabila ada dari pegawai KPK yang kembali tidak lulus, kata Hendra, maka sebelum diberhentikan atau melepas tanggung jawab, mereka dapat diberikan pembinaan atau penataran tentang kebangsaan namun tetap bekerja dan diangkat sebagai PNS.
"Selama bekerja, mereka dapat dinilai apakah ada sikap dan tindak tanduk yang menyimpang dari nilai-nilai kebangsaan Indonesia. Apabila kembali tidak lulus, baru mereka dapat diberhentikan," tuturnya.
Terkait polemik TWK terhadap pegawai KPK, Hendra setuju dengan pandangan para tokoh nasional yang menilai bahwa soal dalam tes tersebut tidak layak, tidak pantas dan tidak mencerminkan wawasan kebangsaan. Menurutnya, sebagian pertanyaan di dalamnya seperti kesediaan pegawai KPK melepas jilbab, doa qunut hingga sikap terhadap LGBT (Lesbi, Gay, Biseksual dan Transgender/transeksual) terlalu menyimpang dari tugas pokok KPK sebagai punggawa pemberantasan korupsi di Indonesia. Baca juga:
"Pertanyaan-pertanyaan tersebut terkesan sengaja ditiupkan karena kondisi masyarakat yang fobia dengan aliran agama tertentu. Sehingga diasumsikan apabila pegawai KPK diberhentikan karena alasan mereka “taliban” yang berasosiasi teroris fundamentalis anti Pancasila pemecah bangsa, maka diharapkan tidak ada resistensi dari masyarakat," tandas Hendra.
Menurutnya, rumor rencana pemecatan terhadap 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK semakin diperkuat dengan beredarnya surat keputusan berisi pembebasan tugas mereka yang terdapat tanda tangan seolah-olah oleh Ketua KPK, Firli Bahuri. Kendati PLT Juru Bicara KPK tidak bersedia memberikan kepastian akan keabsahan potongan surat keputusan tersebut.
"Akan tetapi dia memberikan jawaban nyaris verbatim terhadap rumor adanya 75 pegawai KPK yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan," kata Hendra.
Di dunia maya, lanjut hendra, narasi-narasi bahwa 75 pegawai KPK itu radikal dengan hinaan pejoratif juga dilakukan oleh buzzer-buzzer politik yang tidak bertanggung jawab. Buzzer bergerak tidak mungkin tanpa pesanan.
Dia menambahkan patut diduga kuat siapapun pemesan narasi yang mendorong para pegawai KPK yang menangani kasus-kasus besar tersebut ada di balik pelemahan KPK dan rencana pemecatan para pegawai KPK yang menjadi ujung tombak membongkar kasus-kasus korupsi besar yang melibatkan tokoh-tokoh kuat selama ini.
"Tidak heran apabila penolakan terhadap Tes Wawasan Kebangsaan mulai bermunculan, termasuk dari Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam NU), PP Muhammadiyah, Komnas Perempuan hingga tokoh-tokoh nasional dan masyarakat sipil," katanya.
(kri)